-->

Ini Dia Pemenang Lomba Menggambar Nabi Muhammad di Amerika



+ResistNews Blog - Walau terjadi protes dari ummat Islam dan acara lombanya di bubarkan, tak membuat panitia berhenti. Buktinya, panitia mengumumkan siapa yang jadi pemenang lomba menggambar Nabi Muhammad di Texas - Amerika tersebut.

Dilansir Rol (8/5), Sang juara telah ditetapkan oleh panitia. Seorang seniman asal Bronx, Bosch Fawstin ditetapkan sebagai pemenang lomba menggambar. Fawstin diketahui merupakan mantan Muslim yang memutuskan keluar dari Islam pada 2004.

Bosch Fawstin juga dikenal sebagai kartunis kritis dan anti-Jihad. Fawstin, kepada Breitbart, Kamis (7/5) sedikit banyak bercerita semasa kecilnya

yang tumbuh dalam keluarga Muslim. Hidupnya berubah, keluar dari Islam usai peristiwa 9/11. Atas misi anti Jihadnya, Fawstin telah dikenal sebagai ikon anti-Islam.

"Cukup sederhana, saya ingin melakukan sesuatu yang berbeda, karena saya sudah menggambar Muhammad untuk waktu yang lama," ujarnya, Kamis (7/5).

Fawstin menggambarkan sosok Muhammad dengan sebuah sorban, dengan menghunus pedang sembari berkata 'Jangan menggambar diriku'. "Itu Mengapa saya Menggambar Anda," lanjut Fawstin.

Fwstin mengaku lahir dan dibesarkan seorang Muslim di Bronx (New York). Dia memiliki orang tua Muslim, namun jarang ke Masjid. Ia mengaku, sejak keluar Islam lah justru ia banyak membaca buku-buku tentang Islam, Jihad dan Muhammad.

"Aku memastikan aku tahu Islam sangat baik sebelum membuat bergerak melakukan kritik," ujarnya.

Dilansir Washingtontimes (6/5), Fawstin mendapatkan hadiah uang senilai $12.500 pada acara yang disponsori oleh Pamela Geller Amerika kebebasan pertahanan Initiative (AFDI), untuk gambar yang menunjukkan seorang nabi yang memegang pedang.

Kontes menggambar di Amerika dibubarkan pihak keamanan usai terjadi penembakan oleh dua pria bersenjata. Kendati demikian, Pamela Geller, sang penggagas acara, mengaku tak takut untuk kembali mengadakan.


-------------------------------------------------


Hukum Menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Para ulama telah bersepakat bahwa orang mukmin yang menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kafir murtad dan wajib dibunuh. Pendapat ini adalah ijma’ yang telah dinukil oleh manyoritas para ulama, diantaranya Imam Ishaq Bin Ruwaihah, Ibnu Mundzir, Qodhi Iyadh, Al-Khattabi dan lain-lain. (As-Sharimul Maslul, 2/13-16)

Di antara dalil yang menguatkan pendapat tersebut adalah:

يَحْذَرُ الْمُنَافِقُونَ أَنْ تُنَزَّلَ عَلَيْهِمْ سُورَةٌ تُنَبِّئُهُمْ بِمَا فِي قُلُوبِهِمْ قُلْ اسْتَهْزِئُوا إِنَّ اللَّهَ مُخْرِجٌ مَا تَحْذَرُون (64) وَلَئِنْ سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنَّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ قُلْ أَبِاللَّهِ وَآيَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِئُونَ (65) لا تَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُمْ بَعْدَ إِيمَانِكُمْ

“Orang-orang yang munafik itu takut akan diturunkan terhadap mereka sesuatu surat yang menerangkan apa yang tersembunyi dalam hati mereka. Katakanlah kepada mereka: “Teruskanlah ejekan-ejekanmu (terhadap Allah dan Rasul-Nya)”. Sesungguhnya Allah akan menyatakan apa yang kamu takuti itu. Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentulah mereka akan menjawab: “Sesungguhnya kami hanyalah bersenda gurau dan bermain-main saja”. Katakanlah: “Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?” Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman…” (At-Taubah: 64-66)

Ayat ini menjadi dalil bahwa menghina (istihza’) Allah, ayat dan Rasul-Nya adalah kafir. Selain itu ayat ini juga menunjukkan bahwa orang yang mencela Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah kafir. Baik karena sungguh-sungguh atau hanya sekedar main-main saja.

Sementara dalil dari As-Sunnah adalah:

عَنْ عَلِيٍّ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ أَنَّ يَهُودِيَّةً كَانَتْ تَشْتُمُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَتَقَعُ فِيهِ ، فَخَنَقَهَا رَجُلٌ حَتَّى مَاتَتْ ، فَأَبْطَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ دَمَهَا

“Dari Ali radhiyallahu ‘anhu bahwa salah seorang wanita yahudi mencela menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian ada salah seorang yang mencekik wanita itu sampai mati, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak menuntut darahnya (artinya tidak diqishah).” (HR. Abu Daud, no; 4362)

Dalam kitab Sharimul Maslul, Syaikhul Islam berkata, “Derajat hadis ini adalah jayyid (bagus), dan ada penguatnya dari hadits Ibnu Abbas.

Hadits ini menerangkan bolehnya membunuh seseorang karena menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Dari Ibnu ‘Abbas: Bahwasanya ada seorang laki-laki buta yang mempunyai ummu walad (budak wanita yang melahirkan anak dari tuannya) yang biasa mencaci dan menghina Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Laki-laki tersebut telah mencegahnya, namun ia (ummu walad) tidak mau berhenti. Laki-laki itu juga telah melarangnya, namun tetap saja tidak mau. Hingga pada satu malam, ummu walad itu kembali mencaci dan merendahkan Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam. Laki-laki itu lalu mengambil pedang dan meletakkan di perut budaknya, dan kemudian ia menekannya hingga membunuhnya. Akibatnya, keluarlah dua orang janin dari antara kedua kakinya. Darahnya menodai tempat tidurnya. Di pagi harinya, peristiwa itu disebutkan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Beliau shallallaahu ‘alaihi wa sallammengumpulkan orang-orang dan bersabda : “Aku bersumpah dengan nama Allah agar laki-laki yang melakukan perbuatan itu berdiri sekarang juga di hadapanku”. Lalu, laki-laki buta itu berdiri dan berjalan melewati orang-orang dengan gemetar hingga kemudian duduk di hadapan Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Ia berkata: “Wahai Rasulullah, akulah pembunuhnya. Wanita itu biasa mencaci dan merendahkanmu. Aku sudah mencegahnya, namun ia tidak mau berhenti. Dan aku pun telah melarangnya, namun tetap saja tidak mau. Aku mempunyai anak darinya yang sangat cantik laksana dua buah mutiara. Wanita itu adalah teman hidupku. Namun kemarin, ia kembali mencaci dan merendahkanmu. Kemudian aku pun mengambil pedang lalu aku letakkan di perutnya dan aku tekan hingga aku membunuhnya”. Nabishallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Saksikanlah bahwa darah wanita itu hadar (tidak ada tuntutan taubat)” [HR. Abu Dawud no. 4361 dan dishahihkan oleh Al-Albani].

Wanita tersebut adalah kafir dan belum masuk Islam. Karena seorang muslimah tidak mungkin melakukan perbuatan keji tersebut. Dan jika seandainya dia seorang muslimah, maka akan dihukumi murtad. Dan ketika itu juga tuannya tidak boleh lagi menyentuhnya lagi.

عَنْ أَبِي بَرْزَةَ الْأَسْلَمِيِّ قَالَ : أَغْلَظَ رَجُلٌ لِأَبِي بَكْرٍ الصِّدِّيقِ ، فَقُلْتُ : أَقْتُلُهُ ؟ فَانْتَهَرَنِي، وَقَالَ : لَيْسَ هَذَا لِأَحَدٍ بَعْدَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ

Diriwayatkan dari Abu Barzah Al-Aslamiy, ia berkata, “Seseorang pernah berbuat kasar kepada Abu Bakr Ash-Shiddiiq, lalu aku berkata kepadanya (Abu Bakr), ‘Apakah boleh aku membunuhnya?’ Lalu ia menghardikku dan berkata, ‘Tidak boleh bagi seorang pun untuk dibunuh—hanya karena berbuat kasar kepada orang lain—selain Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam‘.” (HR. An-Nasaa’iy no. 4071; shahih].

Dari sini dapat diketahui bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam membolehkan untuk membunuh setiap orang yang mencela atau berbuat kasar kepadanya. Dan ini berlaku bagi siapa saja, baik muslim maupun kafir.



Tobatnya Seorang Penghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam

Para ulama sepakat jika orang tersebut bertobat dengan tobat nasuha dan menyesali perbuatannya, maka tobatnya akan bermanfaat baginya pada hari kiamat, sehingga Allah mengampuni dosanya.

Akan tetapi mereka berselisih pendapat tentang bagaimana status tobatnya di dunia dan menjatuhi hukuman bunuh baginya.

Imam Malik dan Ahmad berpendapat bahwa tobatnya tidak diterima, dia harus dibunuh meskipun bertobat. Dalilnya adalah:

Diriwayatkan dari Abu Dawud dari Sa’d bin Abi Waqqash ia berkata, “Tatkala terjadi penaklukkan Mekkah, Rasulullah memberikan keamanan kepada semua orang kecuali empat orang laki-laki dan dua orang wanita dan beliau menyebutkan nama mereka serta Ibnu Abu Sarh. Kemudian Sa’d menyebutkan hadits tersebut, ia berkata; Adapun Ibnu Abu Sarh, ia bersembunyi di rumah Utsman bin Affan, kemudian tatkala Rasulullah menyeru untuk berbai’ah, Utsman membawanya ke hadapan Rasulullahshallallahu wa’alaihi wa sallam dan berkata, ‘Wahai Nabi Allah, baiatlah Abdullah’. Kemudian beliau mengangkat kepalanya dan melihat kepadanya tiga kali, setiap melakukan tersebut beliau enggan untuk memba’iatnya. Kemudian setelah tiga kali beliau membai’atnya lalu beliau menghadap kepada para sahabatnya dan berkata, ‘Bukankah di antara kalian ada orang berakal yang mendatangi orang ini di mana ia melihatku. Aku menahan diri dari membaiatnya, lalu ia membunuhnya?’ Mereka berkata, ‘Kami tak mengetahui wahai Rasulullah, apa yang ada di dalam hatimu. Bukankah Engkau telah memberi isyarat kepada kami dengan matamu?’ Beliau berkata, ‘Sesungguhnya tak selayaknya seorang Nabi memiliki mata khianat’.” (HR. Abu daud No.2334 dan dishahihkan oleh Albani)

Dalil ini menerangkan bahwa orang yang murtad karena menghina tidak diterima tobatnya, bahkan wajib dibunuh meskipun dia datang dalam keadaan bertobat.

Disebutkan bahwa Abdullah bin Sa’d adalah salah satu penulis wahyu, kemudian dia murtad dan mengklaim bahwa dia telah menambah sesuatu dalam penulisan wahyu sesuai dengan keinginannya. Ini adalah dusta dan mengada-ngada terhadap Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam dan termasuk bentuk penginaan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Kemudian dia masuk Islam dan memperbaiki keislamannya. Semoga Allah meridhainya. (As-Sharim, 115)

Sementara pendapat yang benar adalah para ulama menyebutkan bahwa orang yang menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamtelah melanggar dua hak, yaitu hak Allah dan hak manusia. Kaitannya dengan hak Allah karena dia telah menghina utusan-Nya, kitab dan agama-Nya. Sementara kaitannya dengan hak manusia adalah dia telah melakukan perbuatan keji terhadap Nabishallallahu ‘alaihi wa sallam lewat penghinaannya. Sehingga hukuman yang berkaitan dengan pelanggaran hak Allah dan hak manusia tidak bisa dihilangkan dengan tobat.



Sebagaimana hukuman terhadap para penyamun, jika dia telah melakukan pembunuhan maka wajib untuk dibunuh dan disalib. Kemudian jika dia bertobat sebelum ditangkap maka pelanggaran hak Allah –yang menyebabkan dia harus dibunuh dan disalib—menjadi batal. Namun hak yang berkaitan dengan manusia tidak batal, yaitu hukuman qishas. Demikian juga dalam hukuman ini, jika penghina atau pencela tersebut bertobat maka hak Allah telah gugur darinya, namun hak Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallambelum gugur dengan tobatnya.

Kemudian jika ada yang berkata, “Apakah tidak mungkin kita memaafkannya, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hidupnya telah memberi maaf dan tidak membunuh terhadap sekian banyak orang yang mencelanya?

Iya, terkadang Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memilih untuk memaafkan orang yang mencelanya dan tidak jarang juga beliau perintahkan untuk dibunuh karena dipandang lebih mendatangkan maslahat. Akan tetapi saat ini pemaafan dari beliau sudah tidak bisa. Maka tersisalah hukuman bunuh bagi penghina tersebut karena melanggar hak Allah dan rasul-Nya serta hak kaum muslimin yang belum menggugurkan hukumannya. Oleh karena itu, dia wajib dibunuh. (As-Sharimul Maslul, 2/438)
Menghina Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bagian dari perbuatan haram yang paling besar, pelakunya kafir dan murtad dari Islam sesuai dengan ijma’ para ulama. Baik karena sungguh-sungguh maupun hanya sekedar main-main saja. Hukuman bagi pelakunya adalah dibunuh meskipun dia telah menyatakan tobat, baik muslim maupun kafir. Kemudian jika memang dia melakukan tobat nasuha dan menyesali perbuatannya tersebut, maka tobatnya akan bermanfaat baginya di hari kiamat, sehingga Allah mengampuni dosanya.

Syaikh Ibnu Taimiyah memiliki karangan yang cukup bagus dalam menerangkan permasalah ini yaitu kitab “As-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimi Rasul”. Bagi seorang muslim diharapkan untuk membacanya, tak terkecuali pada zaman ini ketika banyaknya fenomena istihza’ terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang dimunculkan oleh orang-orang munafik dan orang-orang kafir.

Ini terjadi manakala kaum muslimin merasa acuh tak acuh terhadap fenomena tersebut, lemahnya semangat untuk membela agama dan Nabi mereka, dan tidak ada penerapan hukum syariat Islam terhadap mereka yang melakukan perbuatan kufur.

Kita memohon kepada Allah agar mengangkat derajat orang yang taat kepada-Nya dan menghinakan orag yang bermaksiat kepada-Nya.
Dan Allah lah yang maha mengetahui, shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad shallallu ‘alaihi wa sallam dan seluruh para sahabatnya.

[pekanews.com/kiblat.net/ +ResistNews Blog ]