Terbunuhnya enam laskar Front Pembela Islam (FPI) dinilai Sekretaris Umum FPI Munarman sebagai pembunuhan di luar hukum (extra judicial killing).
“Jadi tidak boleh ada kepada satu pun warga negara, penjahat sekali pun, dibenarkan untuk melakukan extra judicial killing seperti itu, kalau begitu caranya lembaga pengadilan dibubarkan saja, kita ini negara hukum bukan kekuasaan,” jelasnya dalam konferensi pers di Petamburan Jakarta (07/12/2020).
Menurutnya, tidak benar adanya tembak menembak yang dijelaskan oleh kepolisian, bahkan saat dikabarkan ada laskar FPI yang hilang anggotanya sudah mengecek ke TKP di waktu yang tidak jauh dari perkiraan adanya penembakan di TKP.
“Ini adalah bukti bahwa itu dibantai, kalau sejak awal tembak menembak pasti tewas di tempat kan, pasti banyak, saya sendiri tadi malam dari jam tiga sudah mengecek dengan teman-teman di lapangan, tidak ada keramaian di situ, jenazah, yang ada justru petugas setempat. Diperkirakan ada di pintu tol Karawang Timur. Kalau ada tembak menembak, pasti ada jenazah di situ dan evakuasi lebih membutuhkan waktu yang lama,” jelas Munarman.
Munarman juga mengatakan ada kiriman voice note via WhatsApp terakhir dari anggotanya yang terbunuh, ada suara rintihan kesakitan setelah itu komunikasi laskar yang tewas mati.
“Kalau ada tembak menembak, pasti ada jenazah di situ dan evakuasi lebih membutuhkan waktu yang lama. Dan bahkan saudara perlu ketahui, salah satu laskar kami mengirimkan voice note laskar kami merintih ketika ditembak, itu intinya apa? Laskar kami dibawa ke suatu tempat dan dibantai di tempat itu. Dan kemudian beberapa waktu kemudian setelah dikirimkan voice note tersebut, tidak ada lagi ponsel laskar yang aktif. Kita sudah cari ke mana-mana laskar yang hilang itu, sebelum adanya pengumuman pihak Polda, ke RS, kantor polisi,” kata Munarman.
Ia juga membantah bahwa anggotanya bisa membawa senjata api. Menurutnya peraturan laskar sudah ketat untuk tidak membawa senjata tajam, apalagi senjata api, jadi apa yang dituduhkan kepolisian adalah fitnah yang sangat besar.
“Ini enam orang wafat dibantai, keluarganya ada satu di dalam, ini anak-anak kita tahu persis mereka hanya bentuk pengabdian dan tidak memiliki senjata dan segala macam. Coba dicek peluru dan jenis senjata apinya kan terdaftar, itu bukan punya kami, karena kami tidak punya akses senjata api, dan kami tidak mungkin beli di pasar gelap. Apalagi di setiap kartu anggota FPI, atau LPI disebutkan bahwa setiap anggota dilarang untuk membawa senjata tajam, api, dan bahan peledak,” ungkapnya.
Munarman juga berpendapat apabila extra judicial killing itu dibiarkan bisa berbahaya, instrumen kekuasaan bisa seenaknya menumpas orang-orang yang kritis terhadap pemerintahan.
“Pelanggaran HAM ini tidak boleh dibiarkan, karena mereka akan sewenang-wenang apabila mereka dibiarkan, Anda-Anda wartawan yang kritis bisa ditembak seenaknya, warga Indonesia yang mengkritisi pemerintahan bisa ditembak seenaknya,” pungkasnya.[Mediaumat]