Yth. Para jurnalis media Islam di Indonesia,
Saya Rachmad Abdullah, sebagai penulis buku Wali Songo, Sultan Fattah dan Kerajaan Islam Demak, ingin meneruskan, atas permintaan seorang sahabat, informasi lanjutan mengenai klaim TIDAK ADANYA hubungan antara Kekhalifahan Utsmaniyah dan Kesultanan-kesultanan Islam di Jawa sebagaimana Prof. Peter Carey yang tidak berkenan namanya dicatut di dalam Film “Jejak Khilafah di Nusantara”.
Pada tanggal 16 Agustus 2020, Prof. Carey mengirimkan surel kepada ahli sejarah hubungan Utsmaniyah–Asia Tenggara, Dr. Ismail Hakki Kadi, yang dibalas pada tanggal 18 Agustus 2020 perihal klaim-klaim yang tersebut di atas. Pokok pemikirannya adalah sebagai berikut.
1. Tidak ada bukti pada dokumen-dokumen di Arsip Turki Utsmani yang menunjukkan bahwa ‘negara’ Islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak (1475–1558), utamanya raja pertamanya, Raden Patah (bertakhta, 1475–1518), memiliki kontak dengan Turki Utsmani.
2. Kesultanan yang ada di Pulau Jawa tidak dianggap sebagai vassal atau naungan Turki Utsmani, termasuk juga bukan wakil sultan-sultan Utsmani di Jawa.
3. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Turki Utsmani dan Kesultanan Yogyakarta (didirikan 1749) dalam hal hierarkhi sebagaimana dimaksud di dalam poin nomor 2, termasuk tidak ada bukti dokumen sejarah yang menunjukkan bahwa panji ‘Tunggul Wulung’ merupakan ‘bukti’ bahwa Yogyakarta adalah wakil dari Turki Utsmani di Jawa, berdasarkan penelitian kearsipan Dr. Kadi yang telah lama meneliti dokumen-dokumen Turki Utsmani di Arsip Utsmani di Istanbul.
4. Dr. Kadi menyebutkan bahwa jika ada satu saja dari ‘legenda-legenda’ di atas yang memiliki dukungan bukti sejarah, ia pasti telah memasukkannya ke dalam hasil penelitiannya yang terbaru, yang beliau sunting bersama dengan Prof. A. C. S. Peacock dari Universitas St. Andrew’s di Skotlandia, berjudul Ottoman-Southeast Asian Relations; Sources from the Ottoman Archives (Leiden: Brill, 2019), dua jilid (https://brill.com/view/title/27163).
Dari 4 pokok pemikiran di atas, penulis hanya merasa berhak menanggapi point pertama saja, karena terkait sejarah Kesultanan Demak yang berhubungan dengan Turki Utsmani.
1. Bukti kontak Kesultanan Demak (1482-1549) dengan Turki Utsmani tidak bisa hanya dibatasi pada dokumen-dokumen di Arsip Turki Utsmani saja, juga tidak bisa dibatasi masa Sultan Fatah saja (1482-1518). Sehingga penelitian parsial tersebut tidak bisa digeneralisir untuk kesimpulan umum. Bukti adanya hubungan Kekhalifahan Turki Utsmani dengan Kesultanan Demak melalui Kesultanan Aceh bersumber dari bukti dan saksi sejarah yang juga diakui beberapa sejarawan Barat.
2. Daulah ‘Aliyah ‘Utsmaniyah yang sezaman dengan Kesultanan Demak dipimpin Sultan Muhammad Al-Fatih (1444-1446 & 1451-481), Sultan Bayazid II (1481-1512), Khalifah Utsmani Pertama: Yavuz Sultan Salim (1512-1520) dan Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M).
3. Kesultanan Demak dipimpin oleh Sultan Fattah (1482-1518 M), Pati Unus (1518-1521), Sultan Trenggono (1521-1546) dan Sunan Prawoto (1546-1549).
4. Setelah dibukanya Konstantinopel oleh Sultan Muhammad Al-Fatih (20 Jumadil Awwal 857 H/29 Mei 1453) dan didobraknya Roma Italia melalui Otranto (1480), Ferdinand-Isabella melakukan pemaksaan dan pembunuhan terhadap orang Islam dan Yahudi di Andalusia hingga runtuhnya Granada (1492). Paus Alexander VI merestui Perjanjian Tordesillas (1494) yang membagi dunia menjadi 2 bagian, Katolik Spanyol diberi wewenang dunia Barat sedangkan Katolik Portugal diberi wewenang dunia Timur. Inilah awal kolonialisme-imperialisme Kristen Barat terhadap banyak wilayah Islam (Kesultanan) yang minta bantuan Kesultanan ataupun Khilafah Turki Utsmani (1517).
5. Saksi sejarah Fernao Mendez Pinto (1509-1583) yang pernah bertemu langsung dengan Fatahillah dan Sultan Trenggono di Jawa, memberitakan dalam buku Historia oriental de las Peregrinaciones de Fernand Mendez Pinto portugues, bab 178 (Anarchy in Demak), halaman 392,” They (Minhamundy) fell upon their enemies who at that time were busy dismantling the camp, dealing with them in such a way that in the space of half or an hour, which was as long as the full fury of the battle lasted, twelve thousand men were cut down in the field, two king sand five pates were captured, along with three hundred TURKYS, Abyssinians, and Achinese, as well as their caciz Moulana, the highest digtinary in the Moslem sect, on whose advice the Panguerirao had come there. In addition, four hundred vessels that were beached at the time, with the wounded aboard, were set afire, so that the entire camp was nearly devastated. Withdrawing safely once again, with his ranks depleted by only four hundred men, he let them embark that same day, which was on the ninth of March..” Lihat: Historia oriental de las Peregrinaciones de Fernand Mendez Pinto portugues, bab 178 (Anarchy in Demak), hlm.392. Fernao Mendez Pinto pada halaman 382,” King of Demak, emperor of all the islands of Java, Kangean, bali, madura and all the other islands in this archipelago. (Raja Demak, kaisar dari semua pulau Jawa, Kangean, bali, madura dan semua pulau lainnya di nusantara ini.)
6. H.J. De Graaf & Th. Pigeaud (Kerajaan Islam Pertama di Jawa, hlm. 89) bersumber dari buku Da Asia jilid VIII bab 21, menyebut berita dari De Couto, orang Portugis bahwa,”Raja Aceh yang gagah berani, Ala’u Addin Syah pada pertengahan abad ke-16 telah mengirim utusan untuk meminta bantuan dari O rey de Dama, Imperador do Java (Raja Demak yang menjadi Maharaja Jawa). Tujuannya adalah untuk melakukan penyerangan terhadap kafir Portugis di Malaka dengan ekspedisinya. Sunan Prawoto menetapkan tekadnya untuk menguasai tanah Jawa seluruhnya, meniru Sultan Turki (Sulaiman Al-Qanuny) dengan menyatakan bahwa,” Apabila usaha ini berhasil, saya akan menjadi Segundo Turco (menjadi Sultan Turki kedua).
7. C. Guillot, Ludvik Kalus, Willem Molen dalam buku Inskripsi Islam tertua di Indonesia, halaman 177 menyebutkan ahli meriam (Khoja Zaenal, muallaf asal Portugis),”F. Mendes Pinto yang menyebutkan keikutsertaan ORANG-ORANG TURKI dalam pertempuran antara Aceh melawan Batak dan Kerajaan Aru sekitar tahun 1540. Menurutnya, ahli-ahli meriam Turki dan Aceh juga membantu kekuatan Islam di Demak sewaktu kota Panarukan dikepung mereka pada tahun 1546…”. Meriam Ki Amuk dan Ki Jimat foto dan wujudnya masih ada buktinya di Banten sampat saat ini.
8. Andre Wink.2003. Indo-Islamic Society : 14th-15th Centuries, hlm.233 menuliskan,” Serang river which entered the sea between Demak and Japara. This river remained navigable until far into the eighteen century for smaller vessels, at least up to Godong. So that he himself will become another SULTAN OF TURKEY”. “Trenggono assumed the title of Sultan about 1524 M with authorization from Mecca, destroying the remnants of Majapahit four year later. According to a Portuguese observer who visited Java in the 1540, ‘his aim’ to Islamicise all the surrounding peoples. (Sungai Serang yang masuk ke laut antara Demak dan Japara. Sungai ini tetap dapat dilayari hingga abad kedelapan belas untuk kapal-kapal kecil, setidaknya hingga Godong. Sehingga dia sendiri (Sutan Trenggono) akan menjadi Sultan Turki lain. Trenggono menyandang gelar Sultan sekitar tahun 1524 M dengan otorisasi dari Mekah, menghancurkan sisa-sisa Majapahit 4 tahun kemudian. Menurut seorang pengamat Portugis yang mengunjungi Jawa pada tahun 1540, 'tujuannya' untuk mengislamkan semua orang di sekitarnya).”
Masih banyak bukti lain yang diakui sejarawan Barat sendiri tentang ADANYA HUBUNGAN Turki Utsmani dengan Kesultanan Demak melalui Kesultanan Aceh abad 9-10 H (15-16 M). Sejarah dengan berbagai bukti dan saksinya adalah kenyataan masa lalu yang tidak bisa diingkari oleh hati yang suci dan akal yang sehat. Adanya upaya penghitaman sejarah dan penyelewengannya untuk kepentingan duniawi memang telah ada sejak zaman dahulu. Mencampurkan yang hak dan batil dengan menyembunyikan yang hak dan menampakkan yang batil sudah menjadi sunnatullah bagi musuh-musuh Islam sejak masa lalu, sekarang maupun yang akan datang. Tujuannya untuk menghalangi manusia dari jalan Allah yang lurus, agar tidak dapat meraih keselamatan dan kebaikan di dunia maupun di akhirat.
Tulisan ini dibuat sebagai respon terhadap siaran Pers yang dianggap untuk meluruskan informasi yang diklaim berdasarkan sejarah di mana nama Prof. Peter Carey dicatut di dalamnya, padahal klaim “sama sekali tidak memiliki bukti dokumenter kesejarahan yang valid” justru itulah yang tidak valid. Tendensi semacam ini, yang perlu ditunjukkan oleh generasi Islam sekarang, sehingga tidak tampak seperti bentuk minderwardigheid (ketidakpercayadirian) yang menganggap bahwa orang-orang Islam Indonesia masa lampau dapat bertahan dari kolonialisme tanpa bantuan asing Kekhalifahan Utsmani. Padahal, jelas sejarah yang asli dari banyak Kesultanan yang saat itu belum menjada negara bernama Indonesia (Logan JIAEA IV, 1850) ini menunjukkan bahwa orang-orang Islam di Indonesia sendiri dan perjuangannya adalah faktor yang membuat Indonesia dapat bertahan melewati penjajahan Eropa (Kristen Barat) maupun Jepang hingga akhirnya mendeklarasikan kemerdekaan yang penuh pada 17 Agustus 1945.
Demikian kami sampaikan, agar dapat disiarkan oleh media Islam. Terima kasih atas perhatian ikhwah fillah. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh!.
Jakarta, 1 Muharram 1442 H
Penulis
Rachmad Abdullah, S.Si., M.Pd.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/meriam-ki-amuk/
Saya Rachmad Abdullah, sebagai penulis buku Wali Songo, Sultan Fattah dan Kerajaan Islam Demak, ingin meneruskan, atas permintaan seorang sahabat, informasi lanjutan mengenai klaim TIDAK ADANYA hubungan antara Kekhalifahan Utsmaniyah dan Kesultanan-kesultanan Islam di Jawa sebagaimana Prof. Peter Carey yang tidak berkenan namanya dicatut di dalam Film “Jejak Khilafah di Nusantara”.
Pada tanggal 16 Agustus 2020, Prof. Carey mengirimkan surel kepada ahli sejarah hubungan Utsmaniyah–Asia Tenggara, Dr. Ismail Hakki Kadi, yang dibalas pada tanggal 18 Agustus 2020 perihal klaim-klaim yang tersebut di atas. Pokok pemikirannya adalah sebagai berikut.
1. Tidak ada bukti pada dokumen-dokumen di Arsip Turki Utsmani yang menunjukkan bahwa ‘negara’ Islam pertama di Jawa, Kesultanan Demak (1475–1558), utamanya raja pertamanya, Raden Patah (bertakhta, 1475–1518), memiliki kontak dengan Turki Utsmani.
2. Kesultanan yang ada di Pulau Jawa tidak dianggap sebagai vassal atau naungan Turki Utsmani, termasuk juga bukan wakil sultan-sultan Utsmani di Jawa.
3. Tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan antara Turki Utsmani dan Kesultanan Yogyakarta (didirikan 1749) dalam hal hierarkhi sebagaimana dimaksud di dalam poin nomor 2, termasuk tidak ada bukti dokumen sejarah yang menunjukkan bahwa panji ‘Tunggul Wulung’ merupakan ‘bukti’ bahwa Yogyakarta adalah wakil dari Turki Utsmani di Jawa, berdasarkan penelitian kearsipan Dr. Kadi yang telah lama meneliti dokumen-dokumen Turki Utsmani di Arsip Utsmani di Istanbul.
4. Dr. Kadi menyebutkan bahwa jika ada satu saja dari ‘legenda-legenda’ di atas yang memiliki dukungan bukti sejarah, ia pasti telah memasukkannya ke dalam hasil penelitiannya yang terbaru, yang beliau sunting bersama dengan Prof. A. C. S. Peacock dari Universitas St. Andrew’s di Skotlandia, berjudul Ottoman-Southeast Asian Relations; Sources from the Ottoman Archives (Leiden: Brill, 2019), dua jilid (https://brill.com/view/title/27163).
Dari 4 pokok pemikiran di atas, penulis hanya merasa berhak menanggapi point pertama saja, karena terkait sejarah Kesultanan Demak yang berhubungan dengan Turki Utsmani.
1. Bukti kontak Kesultanan Demak (1482-1549) dengan Turki Utsmani tidak bisa hanya dibatasi pada dokumen-dokumen di Arsip Turki Utsmani saja, juga tidak bisa dibatasi masa Sultan Fatah saja (1482-1518). Sehingga penelitian parsial tersebut tidak bisa digeneralisir untuk kesimpulan umum. Bukti adanya hubungan Kekhalifahan Turki Utsmani dengan Kesultanan Demak melalui Kesultanan Aceh bersumber dari bukti dan saksi sejarah yang juga diakui beberapa sejarawan Barat.
2. Daulah ‘Aliyah ‘Utsmaniyah yang sezaman dengan Kesultanan Demak dipimpin Sultan Muhammad Al-Fatih (1444-1446 & 1451-481), Sultan Bayazid II (1481-1512), Khalifah Utsmani Pertama: Yavuz Sultan Salim (1512-1520) dan Sultan Sulaiman Al-Qanuni (1520-1566 M).
3. Kesultanan Demak dipimpin oleh Sultan Fattah (1482-1518 M), Pati Unus (1518-1521), Sultan Trenggono (1521-1546) dan Sunan Prawoto (1546-1549).
4. Setelah dibukanya Konstantinopel oleh Sultan Muhammad Al-Fatih (20 Jumadil Awwal 857 H/29 Mei 1453) dan didobraknya Roma Italia melalui Otranto (1480), Ferdinand-Isabella melakukan pemaksaan dan pembunuhan terhadap orang Islam dan Yahudi di Andalusia hingga runtuhnya Granada (1492). Paus Alexander VI merestui Perjanjian Tordesillas (1494) yang membagi dunia menjadi 2 bagian, Katolik Spanyol diberi wewenang dunia Barat sedangkan Katolik Portugal diberi wewenang dunia Timur. Inilah awal kolonialisme-imperialisme Kristen Barat terhadap banyak wilayah Islam (Kesultanan) yang minta bantuan Kesultanan ataupun Khilafah Turki Utsmani (1517).
5. Saksi sejarah Fernao Mendez Pinto (1509-1583) yang pernah bertemu langsung dengan Fatahillah dan Sultan Trenggono di Jawa, memberitakan dalam buku Historia oriental de las Peregrinaciones de Fernand Mendez Pinto portugues, bab 178 (Anarchy in Demak), halaman 392,” They (Minhamundy) fell upon their enemies who at that time were busy dismantling the camp, dealing with them in such a way that in the space of half or an hour, which was as long as the full fury of the battle lasted, twelve thousand men were cut down in the field, two king sand five pates were captured, along with three hundred TURKYS, Abyssinians, and Achinese, as well as their caciz Moulana, the highest digtinary in the Moslem sect, on whose advice the Panguerirao had come there. In addition, four hundred vessels that were beached at the time, with the wounded aboard, were set afire, so that the entire camp was nearly devastated. Withdrawing safely once again, with his ranks depleted by only four hundred men, he let them embark that same day, which was on the ninth of March..” Lihat: Historia oriental de las Peregrinaciones de Fernand Mendez Pinto portugues, bab 178 (Anarchy in Demak), hlm.392. Fernao Mendez Pinto pada halaman 382,” King of Demak, emperor of all the islands of Java, Kangean, bali, madura and all the other islands in this archipelago. (Raja Demak, kaisar dari semua pulau Jawa, Kangean, bali, madura dan semua pulau lainnya di nusantara ini.)
6. H.J. De Graaf & Th. Pigeaud (Kerajaan Islam Pertama di Jawa, hlm. 89) bersumber dari buku Da Asia jilid VIII bab 21, menyebut berita dari De Couto, orang Portugis bahwa,”Raja Aceh yang gagah berani, Ala’u Addin Syah pada pertengahan abad ke-16 telah mengirim utusan untuk meminta bantuan dari O rey de Dama, Imperador do Java (Raja Demak yang menjadi Maharaja Jawa). Tujuannya adalah untuk melakukan penyerangan terhadap kafir Portugis di Malaka dengan ekspedisinya. Sunan Prawoto menetapkan tekadnya untuk menguasai tanah Jawa seluruhnya, meniru Sultan Turki (Sulaiman Al-Qanuny) dengan menyatakan bahwa,” Apabila usaha ini berhasil, saya akan menjadi Segundo Turco (menjadi Sultan Turki kedua).
7. C. Guillot, Ludvik Kalus, Willem Molen dalam buku Inskripsi Islam tertua di Indonesia, halaman 177 menyebutkan ahli meriam (Khoja Zaenal, muallaf asal Portugis),”F. Mendes Pinto yang menyebutkan keikutsertaan ORANG-ORANG TURKI dalam pertempuran antara Aceh melawan Batak dan Kerajaan Aru sekitar tahun 1540. Menurutnya, ahli-ahli meriam Turki dan Aceh juga membantu kekuatan Islam di Demak sewaktu kota Panarukan dikepung mereka pada tahun 1546…”. Meriam Ki Amuk dan Ki Jimat foto dan wujudnya masih ada buktinya di Banten sampat saat ini.
8. Andre Wink.2003. Indo-Islamic Society : 14th-15th Centuries, hlm.233 menuliskan,” Serang river which entered the sea between Demak and Japara. This river remained navigable until far into the eighteen century for smaller vessels, at least up to Godong. So that he himself will become another SULTAN OF TURKEY”. “Trenggono assumed the title of Sultan about 1524 M with authorization from Mecca, destroying the remnants of Majapahit four year later. According to a Portuguese observer who visited Java in the 1540, ‘his aim’ to Islamicise all the surrounding peoples. (Sungai Serang yang masuk ke laut antara Demak dan Japara. Sungai ini tetap dapat dilayari hingga abad kedelapan belas untuk kapal-kapal kecil, setidaknya hingga Godong. Sehingga dia sendiri (Sutan Trenggono) akan menjadi Sultan Turki lain. Trenggono menyandang gelar Sultan sekitar tahun 1524 M dengan otorisasi dari Mekah, menghancurkan sisa-sisa Majapahit 4 tahun kemudian. Menurut seorang pengamat Portugis yang mengunjungi Jawa pada tahun 1540, 'tujuannya' untuk mengislamkan semua orang di sekitarnya).”
Masih banyak bukti lain yang diakui sejarawan Barat sendiri tentang ADANYA HUBUNGAN Turki Utsmani dengan Kesultanan Demak melalui Kesultanan Aceh abad 9-10 H (15-16 M). Sejarah dengan berbagai bukti dan saksinya adalah kenyataan masa lalu yang tidak bisa diingkari oleh hati yang suci dan akal yang sehat. Adanya upaya penghitaman sejarah dan penyelewengannya untuk kepentingan duniawi memang telah ada sejak zaman dahulu. Mencampurkan yang hak dan batil dengan menyembunyikan yang hak dan menampakkan yang batil sudah menjadi sunnatullah bagi musuh-musuh Islam sejak masa lalu, sekarang maupun yang akan datang. Tujuannya untuk menghalangi manusia dari jalan Allah yang lurus, agar tidak dapat meraih keselamatan dan kebaikan di dunia maupun di akhirat.
Tulisan ini dibuat sebagai respon terhadap siaran Pers yang dianggap untuk meluruskan informasi yang diklaim berdasarkan sejarah di mana nama Prof. Peter Carey dicatut di dalamnya, padahal klaim “sama sekali tidak memiliki bukti dokumenter kesejarahan yang valid” justru itulah yang tidak valid. Tendensi semacam ini, yang perlu ditunjukkan oleh generasi Islam sekarang, sehingga tidak tampak seperti bentuk minderwardigheid (ketidakpercayadirian) yang menganggap bahwa orang-orang Islam Indonesia masa lampau dapat bertahan dari kolonialisme tanpa bantuan asing Kekhalifahan Utsmani. Padahal, jelas sejarah yang asli dari banyak Kesultanan yang saat itu belum menjada negara bernama Indonesia (Logan JIAEA IV, 1850) ini menunjukkan bahwa orang-orang Islam di Indonesia sendiri dan perjuangannya adalah faktor yang membuat Indonesia dapat bertahan melewati penjajahan Eropa (Kristen Barat) maupun Jepang hingga akhirnya mendeklarasikan kemerdekaan yang penuh pada 17 Agustus 1945.
Demikian kami sampaikan, agar dapat disiarkan oleh media Islam. Terima kasih atas perhatian ikhwah fillah. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh!.
Jakarta, 1 Muharram 1442 H
Penulis
Rachmad Abdullah, S.Si., M.Pd.
https://kebudayaan.kemdikbud.go.id/bpcbbanten/meriam-ki-amuk/