Barrister Adesina Ishaq dari Asosiasi Pengacara Muslim Nigeria |
"Keputusan untuk maju ke pengadilan adalah puncak dari beberapa peristiwa yang mempengaruhi umat Islam terutama kebijakan yang melarang anak-anak perempuan kami mengenakan jilbab ke sekolah," kata Barrister Adesina Ishaq dari Asosiasi Pengacara Muslim Nigeria (Muslim Lawyers Association of Nigeria/Mulan), kepada OnIslam.net, Selasa 10 April.
"Kami merasa bahwa umat Islam ditolak hak mereka bahkan di daerah di mana mereka berada adalah mayoritas.
Pemerintah Lagos telah melarang pemakaian jilbab di sekolah. Pakaian muslimah juga dilarang di sebagian besar wilayah di barat daya Nigeria.
Ishaq mengatakan pembicaraan dengan pemerintah telah gagal untuk meyakinkan otoritas Lagos untuk membatalkan larangan pemakaian jilbab di sekolah.
"Kami diberitahu bahwa anak-anak perempuan kami bisa memakai jilbab sampai ke pintu gerbang tetapi mereka harus mengcopotnya ketika memasuki lingkungan sekolah mereka," katanya.
"Kami merasa ini adalah sebuah penghinaan dan tamparan pada hak-hak keagamaan kami yang dijamin secara konstitusional sebagai Muslim. Jadi kami ingin pengadilan untuk menyelesaikan masalah ini. "
Jilbab merupakan pakaian wajib bagi muslimah, bukan simbol agama yangmenampilkan afiliasi seseorang. Pakaian muslim menjadi sasaran diskriminasi di Prancis, sejak negara Eropa itu melarang pemakaian jilbab di sekolah umum atau negeri pada tahun 2004. Sejak itu, beberapa negara Eropa telah mengikutinya.
Muslim membentuk 55 persen dari 140 juta penduduk Nigeria, sementara Kristen sekitar 40 persen.
Ketegangan etnis dan agama telah menggelembung selama bertahun-tahun antara dua komunitas agama, dipicu oleh dekade kebencian antara kelompok-kelompok pribumi, kebanyakan Kristen atau animis, yang bersaing untuk menguasai lahan pertanian yang subur dengan penduduk Muslim yang kebanyakan berada di bagian utara wilayah Nigeria.
[muslimdaily.net/OI]