ilustrasi. |
Salah seorang pakar tafsir Prof. Dr. Zaid Umar al ‘Ishi ketika menjelaskan Surat Al Munafiqun beliau menyatakan bahwa Surat Al-Munafiqun adalah surat yang menjelaskan tentang pergerakan dan manuver kaum munafiq. Isi dari surat ini adalah menjelaskan tentang bagaimana penyusupan kaum munafiq dalam kehidupan kaum muslimin.
Berkaitan akan bahaya tipu daya dan manuver mereka, maka Allah memberikan rambu-rambu sebagaimana dalam firman-Nya: “Mereka (orang-orang munafik) adalah musuh maka hati-hatilah dari mereka…”(Al-Munafiqun: 4).
Kisah tentang kaum munafiq bukanlah sebatas dongeng pengantar tidur. Namun, kisah tentang munafiq harus dijadikan pelajaran bahwa kalangan ini akan terus eksis selama di sana masih ada yang namanya komunitas mukmin. Hal ini senada dengan pernyataan salah seorang pakar tafsir lainnya, Dr. Abdurrahman as Syahri ketika memberikan pengantar atas penjelasan Surat Al Munafiqun.
Dalam gerakan dakwah dan jihad, penyusupan sangat mungkin terjadi. Dan ini sebenarnya bisa diatasi dengan adanya filter ketat, baik ketika masih berada dalam fase dakwah, persiapan maupun ketika dalam kondisi meletusnya jihad. Solusi tersebut sebenarnya sudah diisyaratkan sebelumnya oleh Syaikh Nashir al Jullail dalam bukunya At Tarbiyah al Jihadiyah Fi Dhauil Kitab was Sunnah. Ketika penulis membaca buku tersebut senantiasa terkenang pernyataan salah seorang ulama Saudi dan sekaligus menjadi wakil dekan di salah satu fakultas di salah satu universitas terkenal di Saudi. Di mana beliau menasehatkan penulis untuk merujuk kepada bukunya ketika berbicara tentang jihad.
Lebih jauh, Nashir al Jullail menyatakan, “Hendaknya barisan kaum muslimin dibentengi dari infiltran yang menampakkan kesalehan, kecintaannya kepada dakwah dan jihad. Sehingga mereka (kalangan munafiq) bisa masuk menembus barisan para da’i dan para mujahid. Bahkan mereka akan berusaha masuk lebih jauh sehingga sampai kepada pemangku kebijakan atau dalam level yang bisa memberikan pengaruh dalam perjalanan dakwah dan jihad. Di antara tujuan mereka melakukan infiltrasi adalah; membuat kekacauan di kalangan internal, memprovokasi dan menebarkan perpecahan dalam du’at dan barisan para pejuang. Dan yang paling berbahaya adalah mereka meneliti rencana para da’i dan rahasia para pejuang dan memberikan informasi-informasi berharga tersebut kepada pihak-pihak tertentu dari para thaghut dan kaum kafir.”
Oleh sebab itu, para pemangku kebijakan dakwah sudah seharusnya menghayati firman Allah yang lain yaitu dalam Surat An Nisa ayat 71, Wahai orang-orang yang beriman! Berhati-hatilah terhadap mereka”.
Cara terbebas dari infiltrasi kaum munafiq
Kalangan munafiq biasanya melakukan infiltrasi ketika jama’ah-jama’ah Islam dalam kondisi mengalami kemajuan. Sehingga ada kalangan munafiq dalam rangka melakukan infiltrasi dan agar bisa diterima oleh jama’ah-jama’ah tersebut ada yang dengan cara bersandiwara pura-pura bertaubat, rajin ke masjid, bolak-balik menghadiri kajian-kajian, menulis artikel-artikel yang menjelaskan penyesalannya atas masa lalunya yang kelam dan membantah mantan rekan-rekannya.
Kemudian ada sebagian pemimpin dalam jama’ah-jama’ah yang ada meresponnya, merekrutnya dan memberinya posisi penting dalam jama’ahnya. Ketika sang pemimpin diberikan nasehat; “hati-hati dengan para pendatang baru, ingatlah akan munculnya kaum munafiq pasca perang Badar,” fenomena penyusupan biasanya muncul paska jama’ah-jama’ah atau para dai mengalami kemenangan…sang pemimpin justru membantahnya dan menyatakan; “kita tidak menghukumi hati seseorang”. Laa haula wa laa quwwat illa billah.
Tujuan infiltrasi musuh ke dalam barisan muslimin
Dr. Abdul Aziz Manshur salah seorang pemerhati gerakan-gerakan Islam dalam salah satu artikelnya telah cukup panjang lebar berbicara tentang fenomena infiltrasi dalam gerakan-gerakan Jihad Islam. Adapun penulis di sini hanya menyebutkan sebagian dari tujuan infiltrasi yang dikemukakan oleh Abdul Azizi Manshur dan sedikit penambahan dari penulis. Di antara tujuannya adalah;
Pertama, mengganti amal jihad dan merubahnya dengan aktifitas lain atau memberi pelakunya pekerjaan yang bisa memalingkannya dari aktifitas jihad.
Kedua, memadamkan jihad dan memberangus para komandan jihad. Hal ini seperti yang terjadi dengan Syaikh Abdullah Azzam atau para komandan lainnya dalam kancah jihad kekinian.
Ketiga, meminjam tangan mujahid dalam rangka mensukseskan agenda terselubung kaum kafir. Hal ini dilakukan ketika kaum kafir tidak bisa melakukannya kecuali dengan meminjam tangan umat Islam sendiri. Seperti yang dilakukan Jama’ah Takfir wal Hijrah atau nama aslinya adalah Jama’ah al Muslimin Mesir (kelompok yang mengharuskan kelompok lainnya berbaiat kepadanya) yang membunuh Prof. Dr. Muhammad Hussain al Dzahabi, seorang ulama yang mengkritisi pemahaman ekstrim kelompok tersebut.
Kelima, dalam rangka mencetak kalangan yang ekstrim dan radikal. Abdul Aziz Manshur menyatakan, hal ini akan melahirkan pergolakan di tubuh kaum muslimin dan perpecahan di barisan aktifis jihad serta mudahnya keluar vonis kafir bagi yang di luar kelompoknya.
Barang kali masih banyak tujuan-tujuan lainnya, dan penulis hanya mencukupkan dengan lima poin ini. Sebelum penulis menutup lembaran ini, ada beberapa sosok yang bisa dijadikan contoh dalam pembahasan ini. Dulu, di Suriah dikenal sosok yang bernama Abu Abdillah al Jasri yang disusupkan ke dalam barisan mujahid at Thali’ah al Islamiyah. Dia menampakan sosok yang wara’, taqwa, ‘alim, suka shalat di malam hari (ahli ibadah), suka membaca Al Qur’an dan mampu membakar semangat para pemuda untuk melakukan perlawanan kepada pemerintah, yang kemudian pemimpin dan puluhan anggotanya diberangus.
Demikian juga di Aljazair. Hal ini dikisahkan oleh Abu Mus’ab as Suri, yaitu adanya sosok seperti Abdurrahman Amin yang membunuh Syaikh Muhammad as Sa’id dan para mujahid lainnya di antaranya seorang mujahid yang bernama Abdul Wahhab al Immarah. Abdurrahman Amin datang dengan membawa fikrah takfir (mudah memvonis kafir) dan mudah menumpahkan darah dari kalangan mujahid dan warga sipil.
Di Chechnya juga demikian, siapa yang terlibat dalam pembunuhan Khaththab? Siapa yang meracuninya? Ternyata adalah dari kalangan yang menyusup ke dalam barisan mujahidin.
Di Mesir pun terjadi. Abdurrahman Abul Khair mantan salah satu anggota dari kalangan yang mudah memvonis kafir, yaitu mantan anggota Jama’ah Takfir wal Hijrah menyatakan dalam bukunya‘Dzikriyati Ma’a Jama’atil Muslimin? (Kenanganku Bersama Jama’ah al Muslimun); pembunuhan Prof. Dr. Muhammad Hussain ad Dzahabi adalah selaras dengan rencana thaghut.
Barang kali terlalu banyak jika disebutkan satu persatu contoh dari adanya penyusupan ini. Yang jelas, jika dakwah dan jihad ingin berlanjut secara kesinambungan dan tidak hanya bersifat sementara, hendaklah melakukan apa yang telah dilakukan oleh Rasulullah saw, di antaranya beliau menginventarisir beberapa nama kaum munafiq, sehingga kaum muslimin menjadi wasapada akan manuver yang mereka lakukan..Wallahu a’lam.
* Ditulis oleh: Anung Al Hamat, Kandidat Doktor Pendidikan dan Direktur Forum Studi Sekte-Sekte Islam (FS3I)