Tanggapan Founder CIIA Harits Abu Ulya Terhadap Pernyataan Kepala BNPT Ansyaad Mbai Di BBC Indonesia Tentang Dugaaan Dukungan Kepada ISIS Dari indonesia
Pernyataan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Ansyaad Mbai yang diberitakan di BBC Indonesia dan detik.com pada tanggal 17 Juni 2014 tentang dugaan adanya dukungan untuk Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) dari Indonesia, menuai tanggapan dari founder The Community of Ideological Islamic Analyst (CIIA) Harits Abu Ulya (HAU). Tanggapan direktur CIIA yang diterima redaksi Jurnalislam.com, Rabu (18/6/2014) itu berisi tiga poin.
Pertama, ada yang perlu diluruskan dari pernyataan Ansyaad Mbai yang dimuat BBC itu. Dalam pemberitaan tersebut Mbai mengatakan bahwa pada umumnya mereka yang menyatakan kesetiaan kepada ISIS di Indonesia adalah kelompok yang merupakan pecahan dari Jamaah Islamiyah (JI), Jama’ah Ansharut Tauhid (JAT) atau Negara Islam Indonesia (NII).
HAU meluruskan, memang ada individu yang dulunya JI, JAT, NII, namun kemudian individu tersebut secara pribadi keluar dan bergabung dengan pendukung ISIS di Indonesia. BNPT tahu persis siapa mereka, bukan hanya mensinyalir, tapi tahu petanya.
Kedua, menurutnya, dari beberapa fakta di lapangan justru BNPT terlihat berkontribusi dengan fenomena gelembung dukungan terhadap ISIS dari kalangan kelompok radikal di Indonesia. Sebagai contoh, salah satu yang dijadikan marja’ (rujukan) pendapat di kalangan ISIS Indonesia, yaitu Ustadz Aman Abdurrahman yang saat ini berada dibalik jeruji penjara, Kembangkuning, Nusakambangan. Kenapa beliau diberikan akses begitu mudah untuk menyerap informasi dari dunia maya lalu kemudian mendistribusikannya keluar penjara dengan begitu mudah? Disadari atau tidak, keleluasaan aktifitas Ustadz Aman, cs itu adalah pembiaran yang disengaja dengan target jangka panjang dibelakangnnya.
Ketiga, HAU menduga, BNPT akan menjadikan isu ISIS sebagai pintu masuk untuk menjaga keberlangsungan proyek terorisme BNPT dan Densus 88 pada masa yang akan datang di Indonesia. Bahkan isu ISIS dijadikan sebagai momentum radikalisasi beberapa kelompok radikal di Indonesia untuk menambah stok narasi “terorisme global” dan legitimasi perburuan alias perang melawan terorisme. [jurnalislam.com/ +ResistNews Blog ]