Kepala staf militer Israel, Gabi Ashkenazi memberikan kesaksian dalam sidang penyelidikan seputar tragedi pembantaian di kapal bantuan Mavi Marmara, 11 Agustus 2010. (Foto: Getty Images)
Polisi saat ini meyakini bahwa dokumen itu palsu dan merupakan bagian dari rencana yang melibatkan para personel senior IDF, baik yang masih aktif maupun yang sudah purnatugas.
Puluhan orang memberikan pernyataan kepada polisi sehubungan dengan skandal tersebut. Para penyidik diharapkan mulai menanyai para tersangka yang telah mendapat peringatan.
Rincian signifikan mengenai skandal tersebut muncul kemarin, setelah lebih dari satu munggu namun hanya ada sedikit yang bocor kepada media.
Ashenazi ternyata menjadi sumber penting informasi untuk polisi. Dialah yang mengakui bahwa "dokumen Galant" tersebut berada di kantornya selama berminggu-minggu dan bahwa ia tidak melakukan apa pun terhadap dokumen itu.
Setelah menginterogasi dan memberikan tes poligraf kepada para staf komunikasi senior Arad, para penyidik kini yakin bahwa mereka tidak terlibat dalam pembuatan dokumen. Sebagian staf junior masih belum berbicara kepada polisi, namun mereka tidak dianggap sebagai tersangka utama.
Meski para penyidik kini sudah yakin bahwa keseluruhan dokumen itu palsu, mereka masih belum tahu siapa yang membuatnya atau apa motif pembuatannya.
Kemungkinan lain yang tengah didalami adalah, dokumen tersebut merupakan draf yang disusun oleh seorang pendukung Galant yang menginginkannya menjadi pucuk pimpinan IDF. Ada juga kemungkinan bahwa dokumen itu dibuat oleh seseorang yang dekat dengan Menteri Pertahanan Ehud Barak, dan dokumen itu kemudian jatuh ke tangan musuh Galant dan Barak, yang lalu menambahkan logo Arad. Tapi, skenario yang terakhir kemungkinannya kecil.
Jika hasil penyelidikan menjanjikan, maka polisi akan mempertimbangkan kemungkinan bahwa para perwira senior IDF mendalangi plot tersebut.
Meski Ashkenazi tidak dicurigai melakukan perbuatan kriminal dalam kasus tersebut, namun perilakunya betul-betul memicu tanda tanya di jajaran petinggi militer.
Sekitar siang hari kemarin, Ashkenazi dikabarkan memberikan dokumen kepada Advokat Militer, Mayor Jenderal Avichai Mendelblit, sesaat sebelum Channel 2 membocorkan cerita tersebut.
Amos Harel dari situs berita Israel, Haaretz, dalam tulisannya menyebutkan, "Sepengetahuan saya, terkait ketidakpercayaan Ashkenazi yang amat besar terhadap Barak, dan juga hubungan antara biro menhan dan Galant, membuat saya yakin bahwa mungkin saja sang kepala staf keliru dan mengira dokumen itu asli."
"Lalu mengapa Ashkenazi berbuat demikian? Tanpa alasan. Ia tidak memberitahu Barak tentang dokumen itu, ia juga tidak memanggil Galant untuk dimintai klarifikasi. Ia juga tidak meminta Weinstein atau Mendelblit agar memerintahkan investigasi segera.
"Lebih lanjut lagi, polisi menemukan bahwa keberadaan dokumen itu hanya diketahui segelintir tokoh Staf Jenderal empat bulan sebelum cerita itu dipublikasikan," tulisnya.
Menurutnya, di permukaan, Ashkenazi telah salah langkah. "Ia mencitrakan diri sebagai ‘tuan disiplin’, orang yang membangun kembali IDF menyusul kegagalan Perang Libanon Kedua. Dia adalah seseorang yang memerintahkan ribuan perwira IDF menghargai investigasi serius dari pucuk hingga ke akar, yang mengharuskan pengungkapan penuh dan sama sekali tidak memberikan toleransi terhadap kesalahan etika."
"Tapi, dalam hal ini, dalam kasus yang tampaknya mengandung unsur-unsur upaya rumit untuk menjatuhkan menteri pertahanan, tidak ada yang dilakukan," tambahnya.
Menurutnya, yang tampak dari tahapan awal investigasi dan keterangan para perwira senior berikut para ajudannya adalah buruknya hubungan di jajaran petinggi Kementerian Pertahanan Israel dan IDF.
"(Hal) ini menimbulkan kekhawatiran, karena ketegangan di perbatasan dengan Gaza meningkat. Tapi, tiga tokoh yang seharusnya menangani keadaan (Barak, Ashkenazi, dan Galant) sama sekali tidak bicara," tulis Harel. (dn/hz) www.suaramedia.com