Larangan itu tidak akan membebaskan kaum wanita yang tertindas, justru sebaliknya, malah akan meningkatkan pengasingan mereka dalam masyarakat Eropa. Larangan terhadap pakaian semacam itu akan menjadi sebuah invasi buruk terhadap privasi individu. Larangan itu juga akan menimbulkan pertanyaan serius mengenai apakah hukum semacam itu akan sesuai dengan Konvensi HAM Eropa.
Dua hak di dalam konvensi terutama relevan dalam kasus ini. Pertama adalah hak untuk mendapatkan rasa hormat terhadap kehidupan pribadi dan identitas personal seseorang (ayat 8). Yang kedua adalah kebebasan untuk memanifestasikan agama atau keyakinan seseorang dalam bentuk ibadah, pengajaran, praktik, dan pelaksanaan (ayat 9).
Kedua ayat itu menspesifikasi bahwa hak asasi manusia tersebut hanya dapat menjadi subyek pembatasan semacam itu seperti yang dianjurkan di dalam hukum dan dibutuhkan dalam masyarakat demokratis demi keselamatan publik, perlindungan tatanan publik, kesehatan atau moral, atau perlindungan hak dan kebebasan orang lain.
Mereka yang mendukung larangan terhadap burqa dan cadar belum berhasil menunjukkan bahwa pakaian dan kain itu merongrong demokrasi, keselamatan publik, tatanan atau moral. Fakta bahwa sejumlah kecil wanita yang mengenakan pakaian tersebut telah membuat usulan larangan menjadi semakin kurang meyakinkan.
Juga tidak terbukti bahwa para wanita itu secara umum lebih menjadi korban penindasan gender daripada orang lain. Mereka yang diwawancarai di media telah memperlihatkan keragaman argumen relijius, politis, dan personal untuk keputusan mereka memilih pakaian yang mereka kenakan. Mungkin akan ada kasus di mana mereka berada di bawah tekanan, namun itu bukan berarti sebuah larangan akan disambut baik oleh para wanita ini.
Tidak diragukan lagi, status kaum wanita adalah sebuah masalah akut di dalam sejumlah komunitas relijius. Hal ini perlu dibahas, namun melarang gejala-gejala seperti pakaian bukanlah solusinya, terutama karena itu tidak selalu merupakan refleksi keyakinan relijius, namun ekspresi aspek kebudayaan yang lebih luas.
Sebuah pendekatan serius memerlukan penilaian terhadap konsekuensi asli dari keputusan di area ini. Contohnya, usulan untuk melarang kehadiran wanita yang mengenakan burqa atau cadar di lembaga-lembaga publik seperti rumah sakit dan kantor pemerintah mungkin hanya akan membuat para wanita ini menghindari tempat-tempat itu sepenuhnya.
Fakta bahwa diskusi publik di sejumlah negara Eropa hampir selalu fokus pada apa yang dianggap sebagai busana Muslim adalah hal yang disayangkan dan menciptakan kesan penargetan satu agama tertentu. Beberapa dari argumennya bahkan jelas Islamofobik dan pasti tidak akan dapat membangun jembatan atau mendorong dialog.(rin/ie) www.suaramedia.com