Tim Jurnalis Islam Bersatu (Jitu) berkesempatan menemui Pak Gatot pada Kamis, (19/06) di sebuah showroom mobil di Surabaya yang kini jadi lahan tempatnya mencari nafkah. Berdasarkan pengakuannya, Gatot telah menggeluti dunia preman sejak tahun 1984.
“Separuh umur ini saya habiskan untuk bermaksiat,” ungkapnya dengan logat Surabaya yang khas.
Namun pada tahun 2001, pak Gatot mendapat hidayah untuk bertaubat. Wasilah taubat ini datang dari seorang ulama bernama Khoiron Syu’aib, yang terkenal di Surabaya sebagai da’i spesialis daerah prostitusi.
“Saya ingat ketika itu Kiai Khoiron datang saat saya sedang mabuk, beliau datang tidak untuk menceramahai saya, tapi justru membawa sebungkus berkat (makanan),” ujar pak Gatot.
Pendekatan halus yang dilakukan Khoiron Syu’aib akhirnya membuat pak Gatot luluh. Perlahan tapi pasti pak Gatot mulai meninggalkan dunia maksiat.
“Satu nasehat Kiayi Khoiron yang membuat hati saya berubah total, beliau bilang bahwa kekayaan tidak ada habisnya kalau dicari, kemiskinan juga tidak ada ujungnya jika ditelusuri. Tapi yang namanya umur, pasti akan berhenti, dan bisa mendadak dicabut,” kenang pak Gatot.
Dari pengalamannya sebagai preman yang mendapat hidayah, pak Gatot berpesan bahwa pergaulan dapat menentukan baik buruknya seseorang.
“Bergaul dengan orang baik kita ketularan baik, begitu juga sebaliknya,” kata pak Gatot.
Kini, setelah keluar dari dunia preman, pak Gatot bekerja di sebuah showroom jual beli mobil di Surabaya.
“Dulu waktu saya jadi preman, uang itu datang sendiri, sekarang mesti bersusah payah dulu. Tapi inilah bentuk taubat saya, semoga Allah menerima,” ungkapnya. [surya/eza/jitu/islampos/ +ResistNews Blog ]