Ahok (kompasiana.com) |
“Kalau mau jujur justru Ahok yang melemparkan isu SARA. Ahok pernah mengatakan, lebih mengutamakan ayat konstitusi daripada ayat suci. Kenapa Panwaslu DKI diam saja,” tanya Ketua DPD DKI FPI Habib Salim Bin Umar Al Attos (Habib Selon) kepada itoday (10/8/2012).
Menurut Habib Selon, jika dikatakan memilih pemimpin mulai dari tingkatan RT sampai Presiden harus Muslim, itu memang perintah Al-Qur’an. “Ini perintah dari Al-Qur’an, tidak menjelekkan agama lain. Ini bukan SARA, beda dengan Ahok yang mendiskreditkan ayat Al-Qur’an, (membandingkannya) dengan konstitusi, itu jelas SARA,” tandasnya.
Seperti diberitakan, sebelum tudingan SARA terhadap Rhoma Irama, Ahok yang benar-benar melempar isu SARA, tak dipersoalkan. Ahok merendahkan kitab suci, membandingkannya dengan konstitusi. Tapi Panwaslu diam saja. Padahal banyak media yang mengutip kalimat SARA-nya Ahok.
Tak berhenti sampai di situ. Setelah itu beredar SMS provokatif bernuansa SARA dan mengajak untuk memilih pasangan Jokowi-Ahok. SMS SARA itu juga menyatakan bahwa saatnya kelompok tertentu menguasai Indonesia. Tapi kenapa Panwaslu tak bereaksi, setidaknya mengusut kebenaran tentang SMS tersebut.
Sekarang, Ahok tenang-tenang saja, karena kalimat SARA yang dia lempar, tak dipersoalkan Panwaslu. Padahal, pernyataan Rhoma Irama yang dituding SARA dan komentar dari para tokoh Islam yang mengecam Ahok, itu lantaran Ahok dahulu yang memulai dengan merendahkan kitab suci, dan (ini tak pernah dibantah) beredarnya SMS SARA yang provokatif. Jadi, kecaman terhadap Ahok, termasuk ajakan memilih pemimpin “yang seiman”, itu karena “reaksi” atas “aksi” yang dilempar Ahok sebelumnya. Tapi, kenapa yang melempar duluan tidak dipanggil?
Karena itu, menurut Habib Selon, Panwaslu DKI harus melihat persoalan ini secara objektif dan adil. “Jangan sampai Panwaslu DKI mempunyai banyak kepentingan. Kalau ada yang salah termasuk Ahok juga harus dipanggil,” pintanya. (itoday/salam-online/blog.resistnews.web.id)