Warga Libya menaiki tank dalam aksi protes di Kota Benghazi (AP Photo/Alaguri) |
ResistNews - Komite Sanksi Dewan Keamanan PBB menyetujui permintaan AS untuk mencairkan aset Libya sebesar US$1,5 miliar (Rp 12,8 triliun), yang sempat mereka bekukan. Dana yang tadinya dikuasai rezim Muammar Khadafi itu akan digunakan untuk kegiatan kemanusiaan dan kebutuhan masyarakat di Libya.
"Kami merasa hal ini mendesak, mengingat Dewan Transisi Nasional Libya (NTC) telah mulai membayar berbagai tagihan, dan dana ini akan mereka pergunakan untuk merintis track record sebagai badan yang bersih dan demokratis," kata seorang petugas administrasi senior AS, seperti dilansir stasiun berita CNN, 25 Agustus 2011.
Petugas yang tidak disebutkan namanya tersebut mengatakan dana itu akan segera dicairkan dan disalurkan ke NTC dalam beberapa hari lagi. Dewan Transisi Nasional adalah pemerintahan tandingan yang dibuat oleh para pemberontak anti Moammar Khadafi. NTC disiapkan untuk membangun pemerintahan berikutnya pasca Khadafi tumbang nanti.
Menurut Kementerian Dalam Negeri AS, dana tersebut akan dialokasikan secara merata ke tiga sektor. Lebih dari US$500 juta (Rp 42,9 triliun) akan diberikan pada organisasi kemanusiaan internasional, US$500 juta berikutnya akan diberikan pada penyedia bahan bakar dan keperluan lain masyarakat, sementara lebih dari US$500 juta sisanya akan diberikan pada mekanisme keuangan sementara yang didirikan NTC untuk memasok jatah makan rakyat Libya dan keperluan kemanusiaan lainnya.
Afrika Selatan memilih menunda pencairan dana ini dengan alasan belum ada otoritas kepemimpinan yang sah di Libya. Mereka menganggap NTC belum menjadi pemimpin Libya yang relevan untuk menerima dana ini.
Menteri Luar Negeri AS, Hillary Clinton, menyerukan seluruh negara anggota Dewan Keamanan PBB untuk satu suara dalam penggelontoran dana ini. Dia mengatakan uang ini akan digunakan untuk memenuhi keperluan rakyat Libya.
"Kami menghimbau negara lain untuk melakukan hal yang sama. Banyak yang sudah melakukannya," kata Clinton.
Clinton juga meminta NTC untuk segera membangun pemerintahan demokrasi yang dapat melindungi hak-hak asasi semua warga. Ia menambahkan, "Tak akan ada tempat di Libya baru untuk serangan balas dendam dan pembalasan." (ren/vivanews.com)