Para pemuka agama itu menyalakan lilin dan menandatangani sebuah ikrar persatuan melawan semua rasisme di luar Gereja Stoke.
Kepolisian Staffordshire mengatakan ratusan petugas akan berada di Hanley pada akhir pekan untuk memastikan keamanan selama pertemuan yang direncanakan.
EDL mengatakan bahwa unjuk rasa itu ditujukan untuk menentang ekstremisme dan mereka bukan rasis.
Pendeta berhaluan kanan Gordon Mursell dari Gereje Keuskupan Inggris di Stafford mengatakan, "Jika Stoke-on-Trent ingin memiliki masa depan yang bagus, sangat penting bagi seluruh penduduknya, tak peduli latar belakang dan agama yang dimiliki, untuk bekerjasama demi kebaikan bersama."
"Kami percaya bahwa keragaman yang sebenarnya justru membantu menciptakan kota yang hidup dan menarik. EDL dan BNP berpikir sebaliknya. Itulah mengapa kami menentang mereka."
Pendeta David McGough dari Keuskupan Pembantu Katolik Roma untuk Staffordshire Utara menambahkan, "Kita harus menentang semua jenis ekstremisme yang akan mempermainkan rasa takut dan kegelisahan orang-orang untuk memecah belah kota kita dan mengadu domba anggota komunitas kita."
Gurmeet Singh Kallar, dari Sikh Gurdwarar, mengatakan, "Sebagai penganut Sikh kami meyakini bahwa semua orang penting bagi Tuhan dan kami menentang perburuan terhadap kelompok atau minoritas tertentu."
Juru bicara EDL mengatakan bahwa orang-orang dari berbagai latar belakang akan bergabung dalam demonstrasi itu dan berbicara.
"Kami bukan kelompok rasis," ujarnya.
"Kami adalah komunitas dari berbagai orang yang berbeda dengan tujuan yang sama."
Tujuannya adalah membicarakan eksremisme di berbagai komunitas dan universitas, tambahnya.
Jumlah anggota English Defence League (EDL) terus meningkat pesat tiap tahunnya. Sejak awal kemunculannya pada musim panas 2009, kelompok tersebut telah merencanakan sekitar 20 aksi protes meliputi Britania, termasuk London, Birmingham, Manchester, Leeds, Luton, Nottingham, Glasgow, hingga Swansea.
Pemimpin EDL mengklaim bahwa gerakan mereka adalah gerakan damai, sebuah organisasi non-rasis. Namun menghabiskan waktu bersama mereka, terdapat bukti-bukti bahwa gerakan mereka sangat mengganggu. Mereka bahkan diketahui memiliki hubungan erat dengan beberapa organisasi vandalis, termasuk hooligan, neo-Nazi, Combat 18, Blood and Honour dan British Freedom Fighters.
Dan seperti yang diketahui, umat Muslim lah yang menjadi target utama mereka.
Dalam sebuah serangan, 30 pemuda kulit putih dan hitam melakukan pengeroyokan terhadap seorang pelajar Asia di dekat City University di pusat London, menyerang mereka dengan tongkat besi, batu bata, dan juga meneriakkan kata-kata rasis. Tiga orang – dua mahasiswa dan seorang pejalan kaki menjadi korban mereka.
Menteri Komunikasi Inggris, John Denham, mengecam pertumbuhan EDL yang semakin tak terkendali.
"Jika Anda melihat para demonstran, bahasa yang mereka gunakan, dan target yang mereka pilih, terlihat jelas bahwa ini semua hanya bertujuan untuk melakukan pengrusakan dan kekerasan, untuk mendapatkan respon. Dan kita semua harus ambil bagian dalam menanganinya."
Didirikan di Luton, EDL dihidupkan dengan sebuah protes di bulan Maret oleh Muslim Al Muhajiroun, yang memprotes sebuah parade penyambutan untuk para tentara yang kembali dari Irak.
Badan intelijen mengatakan bahwa liga itu memiliki sekitar 200 anggota yang terbagi ke dalam beberapa divisi namun kekuatannya dapat diperbesar jika upayanya untuk menjalin hubungan dengan "organisasi" hooligan sepakbola terus dilakukan.
Yang luar biasa adalah, identitas sebenarnya pemimpin liga tersebut, seorang tukang kayu berusia 28 tahun dari Luton yang memakai nama samaran "Tommy Robinson", masih menjadi misteri.
Tak diragukan lagi, pesan Liga melawan Muslim akan menyerbu masyarakat Inggris, meskipun mereka bukan tipe yang akan melakukan konvoi, berkelahi, atau menyatakan persaudaraan mereka dengan sudut pandangnya.
Beberapa foto yang memperlihatkan suasana protes di kota yang penduduknya terdiri atas beragam ras ini dengan cepat menyebar di internet.
Di bulan Mei, kelompok lain yang sejenis dengan EDL bernama United People of Luton, melakukan demonstrasi di kota Bedfordshire. Usaha-usaha yang dimiliki warga keturunan Asia diserang dan mobil-mobil dirusak. Konvoi itu kini telah dilarang selama tiga bulan.
Di bulan Agustus, fokus berpindah ke Birmingham, merujuk pada kekerasan jalanan yang kembali terjadi pada tanggal 5 September ketika 200 orang mengalami bentrokan yang berujung pada penahanan 90 dari mereka. (rin/bbc/sm) www.suaramedia.com