-->

Uni Eropa Tangguhkan Undangan Pada Pemimpin Militer Myanmar, Tegaskan Embargo Penjualan Senjata



+ResistNews Blog
 - Uni Eropa telah mengumumkan penangguhan undangan kepada kepala militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, dan komandan militer papan atas negara tersebut.

Pengumuman tersebut datang sebagai tanggapan atas operasi brutal terhadap Muslim Rohingya, yang telah mendorong lebih dari setengah juta orang untuk melarikan diri dari Negara Bagian Rakhine di Myanmar ke Bangladesh, menurut kesimpulan dari sebuah pertemuan Dewan Eropa Uni Eropa di Luxemburg pada Ahad (15/10/2017).

Sebuah rilis media dari Uni Eropa telah menggambarkan operasi tersebut sebagai penggunaan kekuatan yang tidak proporsional yang dilakukan oleh pasukan keamanan.

Dalam pernyataan tersebut, UE dan negara anggotanya juga akan meninjau semua kerja sama pertahanan dengan Myanmar, yang meluncurkan operasi militer untuk menanggapi serangan gerilyawan Rohingya terhadap pasukan keamanan pada 25 Agustus.

Uni Eropa juga menegaskan relevansi tindakan pembatasan UE saat ini, yang terdiri dari embargo senjata dan peralatan yang dapat digunakan untuk penindasan internal.

Dewan Uni Eropa dapat mempertimbangkan ‘tindakan tambahan’ jika situasinya tidak membaik, ‘tetapi juga siap’ untuk merespons ‘perkembangan positif’, menurut rilis tersebut.

“Situasi kemanusiaan dan hak asasi manusia di Negara Bagian Rakhine sangat serius. Ada laporan yang sangat mengkhawatirkan mengenai pembakaran dan kekerasan yang terus berlanjut terhadap orang-orang dan pelanggaran hak asasi manusia yang serius, termasuk penembakan senjata tanpa pandang bulu, penggunaan ranjau darat dan kekerasan berbasis seksual dan gender,” lanjut rilis tersebut.

“Ini tidak bisa diterima dan harus segera diakhiri.”

Uni Eropa mendesak militer Myanmar untuk mengakhiri operasinya dan menjamin perlindungan semua warga sipil tanpa diskriminasi dan untuk sepenuhnya mematuhi hukum hak asasi manusia internasional.

Kelompok regional yang terdiri 28 negara tersebut mengulangi seruannya pada pemerintah Myanmar untuk mengambil tindakan untuk meredakan ketegangan di antara masyarakat, dan memberikan akses kemanusiaan ke wilayah yang dilanda kekerasan tersebut.

UE juga mendesak Myanmar untuk membangun proses yang kredibel dan praktis untuk memungkinkan kembalinya para pengungsi Rohingya. (arrahmah.com/ +ResistNews Blog )