+ResistNews Blog – Ketua Dewan Pembina Tim Pengacara Muslim (TPM) M Mahendradata menyatakan kasus penembakan dan teror bom di Jalan MH Thamrin, Jakarta Pusat sangat merugikan ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang tengah mengajukan peninjauan kembali (PK) ke Mahkamah Agung.
Kasus itu merugikan karena kembali mengaitkan pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh yang menyeret ustadz Abu Bakar Ba’asyir ke ranah pidana. “Pelatihan militer itu bagian utama dari bahan memori PK yang sudah kami ajukan jauh sebelum perkara Thamrin,” tandas Mahendradata saat jumpa pers di Solo, Selasa (19/1/2016).
Dia menambahkan, jika sudah masuk ke pengadilan maka semua pihak diharapkan saling mengormati. Pihaknya mensinyalir, setiap TPM melakukan upaya hukum, selalu ada peristiwa yang mengarah ke Ustad Baasyir.
“Dulu ketika Ba’asyir mengajukan praperadilan pertama, terjadi insiden bom di Kedutaan Besar Australia. Sama halnya sewaktu Ba’asyir sidang di Kemayoran, terjadi ledakan bom di Hotel JW Marriot. Ini juga begitu, Ba’asyir mengajukan PK, ada bom,” ujar Mahendradatta.
Bahkan ustad Ba’asyir merasa sedih karena dikaitkan dengan teror di Jalan MH Thamrin. Padahal, posisi Ustadz Baasyir kini sedang mendekam di LP Kelas I Batu Nusakambangan dengan pengamanan maksimal.
Sehingga, kata dia, sangat tidak mungkin Pemimpin Pondok Pesantren Al Mu’min, Ngruki, Sukoharjo ini mengendalikan orang lain dari balik penjara. Dalam PK yang diajukan, TPM membawa bukti baru dengan menghadirkan lima saksi.
Kelima saksi itu akan memberikan keterangan dalam persidangan yang digelar di Cilacap, pada 26 Januari 2016. Lima saksi yang dimaksud adalah Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, Ketua Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) dr Joserizal, penasehat pelatihan militer Aceh Joko Sulistyo, pimpinan pelaksana pelatihan militer Aceh Abu Yusuf dan penasehat pelatihan militer Aceh Abdullah Sonata.
Opini yang berkembang kini bahwa ustadz Ba’asyir menjadi sponsor pelatihan militer di Aceh diakui sangat mengganggu. Sedangkan argumentasi dalam PK merupakan bukti nyata yang diharapkan dalam memenangkan PK.
Wakil Ketua Dewan Pembina TPM A Wirawan Adnan menambahkan, bukti baru itu akan menunjukkan bahwa bukan ustadz Ba’asyir yang membiayai pelatihan militer di Aceh. “Saksi saksi itu akan mendukung argumentasi itu,” lanjutnya.
Pihaknya juga menilai ada kekhilafan hakim dalam pengadilan di tingkat kasasi. Yakni hakim mempertimbangkan kesaksian yang dasarnya dari teleconference. Padahal dalam KUHAP saksi harus memberi kesaksian di pengadilan.
Sehingga kesaksian yang di luar pengadilan dinilai tidak sah. Pengadilan kasasi dinilai juga melakukan kekhilafan karena UU Terorisme dianggap sebagai delik formil dan bukan delik materiil.
Sedangkan pihaknya menganggap bahwa hal itu merupakan delik materiil. TPM juga menegaskan bahwa Ustaz Baasyir sama sekali tidak mengenal Bahrun Naim yang kini dituduh polisi sebagai dalang teror di Jalan Thamrin. [antara/sindonews/kiblat/ +ResistNews Blog ]
Kasus itu merugikan karena kembali mengaitkan pelatihan militer di Pegunungan Jalin Jantho, Aceh yang menyeret ustadz Abu Bakar Ba’asyir ke ranah pidana. “Pelatihan militer itu bagian utama dari bahan memori PK yang sudah kami ajukan jauh sebelum perkara Thamrin,” tandas Mahendradata saat jumpa pers di Solo, Selasa (19/1/2016).
Dia menambahkan, jika sudah masuk ke pengadilan maka semua pihak diharapkan saling mengormati. Pihaknya mensinyalir, setiap TPM melakukan upaya hukum, selalu ada peristiwa yang mengarah ke Ustad Baasyir.
“Dulu ketika Ba’asyir mengajukan praperadilan pertama, terjadi insiden bom di Kedutaan Besar Australia. Sama halnya sewaktu Ba’asyir sidang di Kemayoran, terjadi ledakan bom di Hotel JW Marriot. Ini juga begitu, Ba’asyir mengajukan PK, ada bom,” ujar Mahendradatta.
Bahkan ustad Ba’asyir merasa sedih karena dikaitkan dengan teror di Jalan MH Thamrin. Padahal, posisi Ustadz Baasyir kini sedang mendekam di LP Kelas I Batu Nusakambangan dengan pengamanan maksimal.
Sehingga, kata dia, sangat tidak mungkin Pemimpin Pondok Pesantren Al Mu’min, Ngruki, Sukoharjo ini mengendalikan orang lain dari balik penjara. Dalam PK yang diajukan, TPM membawa bukti baru dengan menghadirkan lima saksi.
Kelima saksi itu akan memberikan keterangan dalam persidangan yang digelar di Cilacap, pada 26 Januari 2016. Lima saksi yang dimaksud adalah Imam Besar Front Pembela Islam (FPI) Habib Rizieq Shihab, Ketua Presidium Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) dr Joserizal, penasehat pelatihan militer Aceh Joko Sulistyo, pimpinan pelaksana pelatihan militer Aceh Abu Yusuf dan penasehat pelatihan militer Aceh Abdullah Sonata.
Opini yang berkembang kini bahwa ustadz Ba’asyir menjadi sponsor pelatihan militer di Aceh diakui sangat mengganggu. Sedangkan argumentasi dalam PK merupakan bukti nyata yang diharapkan dalam memenangkan PK.
Wakil Ketua Dewan Pembina TPM A Wirawan Adnan menambahkan, bukti baru itu akan menunjukkan bahwa bukan ustadz Ba’asyir yang membiayai pelatihan militer di Aceh. “Saksi saksi itu akan mendukung argumentasi itu,” lanjutnya.
Pihaknya juga menilai ada kekhilafan hakim dalam pengadilan di tingkat kasasi. Yakni hakim mempertimbangkan kesaksian yang dasarnya dari teleconference. Padahal dalam KUHAP saksi harus memberi kesaksian di pengadilan.
Sehingga kesaksian yang di luar pengadilan dinilai tidak sah. Pengadilan kasasi dinilai juga melakukan kekhilafan karena UU Terorisme dianggap sebagai delik formil dan bukan delik materiil.
Sedangkan pihaknya menganggap bahwa hal itu merupakan delik materiil. TPM juga menegaskan bahwa Ustaz Baasyir sama sekali tidak mengenal Bahrun Naim yang kini dituduh polisi sebagai dalang teror di Jalan Thamrin. [antara/sindonews/kiblat/ +ResistNews Blog ]