+ResistNews Blog – Direktur eksekutif Global Future Institute, Hendrajit mengatakan bahwa mencuatnya isu ISIS di Indonesia merupakan stigmatisasi bahwa Islam adalah agama radikal.
“Mencuatnya isu ISIS selain untuk menstigma isu Islam radikal di sisi lain juga memicu konflik internal antar mazhab,” ujar Hendrajit dalam diskusi bertajuk ‘Kejanggalan-kejanggaan Bom Thamrin dan penanganannya’ di Jakarta pada Selasa (19/01).
Ia juga mengatakan bahwa Barat telah memetakan kelompok Islam untuk memecah belah umat Islam.
“Strategi sarang laba-laba, mempetakan sekaligus memecah belah. Jadi memecah belah sekaligus merencanakan konflik internal di kalangan umat islam,” jelasnya.
Dalam kasus Bom Thamrin kemarin, ia menilai akan ada perang intelektual sendiri di kalangan umat Islam. “Kemungkinan antar internal Islam sendiri akan perang intelektual saya kira perkembangan ke depannya jadi tidak sehat,” ujarnya.
Menurutnya, komunitas internasional membagi Islam menjadi empat kelompok, yaitu fundamentalis, tradisionalis, modernis dan kelompok sekuler.
“Pertama fundamentalis, yaitu kelompok masyarakat Islam yang menolak nilai-nilai demokrasi dan menolak kebudayaan barat kontemporer, serta menyiapkan formalisasi penerapan syari’at Islam,” kata dia.
Kedua, tradisionalis, yaitu kelompok masyarakat konservatif yang mencurigai modernitas, inovasi dan perubahan. Mereka berpegang kepada subsansi syari’at Islam tanpa peduli formalitas diri.
Ketiga, modernis, kelompok masyarakat Islam yang modern yang ingin mereformasi Islam sesuai dengan tuntutan zaman.
“Keempat, kelompok sekuleris, kelompok Islam yang ingian menjadikan Islam sebagai urusan privat dan dipisah sama sekali dengan urusan negara atau politik,” ulasnya.
Lalu, cara mereka untuk menyudutkan kaum fundamentalis yang ingin menegakkan syariat Islam sebagai berikut:
– Menyimpangkan tafsir Alquran, seperti mengharamkan poligami dalam satu sisi, namun menghalalkan perkawinan sejenis dalam sisi lain.
– Mengulang-ulangi tayangan umat islam yang mengandung kekerasan di televisi, sedangkan konstruktif tidak ditayangkan.
– Kemudian, mengeroyok dan menyerang argumen narasumber fundamentalis dengan format dialog 3 lawan 1.
– Mempidana para aktifis Islam dengan tuduhan teroris.
– Mendorong kaum tradisionalis untuk melawan kaum fundamentalis. Di kalangan kaum tradisionalis ortodoks banyak elemen pro-demokrasi yang bisa digunakan untuk meng-counter Islam fundamentalis dan represif, lagi otoriter.
– Menerbitkan kritik-kritik kaum tradisionalis atas kekerasan dan ekstrimisme kaum fundamentalis.
– Memperlebar perbedaan antara kaum tradisionalis dan kaum fundamentalis.
– Mencegah aliansi kontradiksi kaum fundamentalis
– Mendorong kerja sama agar kaum tradisionalis lebih dekat dengan kaum modernis. Lalu memungkinkan kaum tradisionalis dididik untuk mempersiapkan diri agar mampu berdebat dengan kaum fundamentalis. Karena kaum fundamentalis secara retorika dianggap lebih unggul. [kiblat.net/ +ResistNews Blog ]
“Mencuatnya isu ISIS selain untuk menstigma isu Islam radikal di sisi lain juga memicu konflik internal antar mazhab,” ujar Hendrajit dalam diskusi bertajuk ‘Kejanggalan-kejanggaan Bom Thamrin dan penanganannya’ di Jakarta pada Selasa (19/01).
Ia juga mengatakan bahwa Barat telah memetakan kelompok Islam untuk memecah belah umat Islam.
“Strategi sarang laba-laba, mempetakan sekaligus memecah belah. Jadi memecah belah sekaligus merencanakan konflik internal di kalangan umat islam,” jelasnya.
Dalam kasus Bom Thamrin kemarin, ia menilai akan ada perang intelektual sendiri di kalangan umat Islam. “Kemungkinan antar internal Islam sendiri akan perang intelektual saya kira perkembangan ke depannya jadi tidak sehat,” ujarnya.
Menurutnya, komunitas internasional membagi Islam menjadi empat kelompok, yaitu fundamentalis, tradisionalis, modernis dan kelompok sekuler.
“Pertama fundamentalis, yaitu kelompok masyarakat Islam yang menolak nilai-nilai demokrasi dan menolak kebudayaan barat kontemporer, serta menyiapkan formalisasi penerapan syari’at Islam,” kata dia.
Kedua, tradisionalis, yaitu kelompok masyarakat konservatif yang mencurigai modernitas, inovasi dan perubahan. Mereka berpegang kepada subsansi syari’at Islam tanpa peduli formalitas diri.
Ketiga, modernis, kelompok masyarakat Islam yang modern yang ingin mereformasi Islam sesuai dengan tuntutan zaman.
“Keempat, kelompok sekuleris, kelompok Islam yang ingian menjadikan Islam sebagai urusan privat dan dipisah sama sekali dengan urusan negara atau politik,” ulasnya.
Lalu, cara mereka untuk menyudutkan kaum fundamentalis yang ingin menegakkan syariat Islam sebagai berikut:
– Menyimpangkan tafsir Alquran, seperti mengharamkan poligami dalam satu sisi, namun menghalalkan perkawinan sejenis dalam sisi lain.
– Mengulang-ulangi tayangan umat islam yang mengandung kekerasan di televisi, sedangkan konstruktif tidak ditayangkan.
– Kemudian, mengeroyok dan menyerang argumen narasumber fundamentalis dengan format dialog 3 lawan 1.
– Mempidana para aktifis Islam dengan tuduhan teroris.
– Mendorong kaum tradisionalis untuk melawan kaum fundamentalis. Di kalangan kaum tradisionalis ortodoks banyak elemen pro-demokrasi yang bisa digunakan untuk meng-counter Islam fundamentalis dan represif, lagi otoriter.
– Menerbitkan kritik-kritik kaum tradisionalis atas kekerasan dan ekstrimisme kaum fundamentalis.
– Memperlebar perbedaan antara kaum tradisionalis dan kaum fundamentalis.
– Mencegah aliansi kontradiksi kaum fundamentalis
– Mendorong kerja sama agar kaum tradisionalis lebih dekat dengan kaum modernis. Lalu memungkinkan kaum tradisionalis dididik untuk mempersiapkan diri agar mampu berdebat dengan kaum fundamentalis. Karena kaum fundamentalis secara retorika dianggap lebih unggul. [kiblat.net/ +ResistNews Blog ]