+ResistNews Blog - ATAS nama Al Qur’an, Islam dibajak. Di antara mereka ada yang memahami Al Qur’an dengan hawa nafsunya, untuk kepentingan diri dan kelompoknya. Akibatnya terjadi pemahaman yang menyesatkan, karena Al Qur’an ditafsirkan semaunya, Al Qur’an dipelajari dan dibimbing oleh guru yang salah.
“Mereka memahami Al Qur’an tanpa guru. Atau mendapat guru yang salah. Inilah yang menjadi masalah. Untuk mendalami dan memahami Al Qur’an, butuh ulama yang ahli Qur’an, paham tafsir, dan mendalami asbabun nuzulnya. Terkait pemahaman ayat soal jihad, mereka hanya fokus ayat jihad. Padahal ada ayat tentang wala wal bara. Mereka hanya memahami ayat sepotong-sepotong.”
Demikian dikatakan Syekh Ali Jaber saat ditemui Islampos usai wisuda daurah “Program Mahir Al Qur’an di Yayasan Syekh Ali Jaber di Jatinegara Barat, Jakarta Timur, belum lama ini.
Menurut Syekh Ali, kasus teroris yang ada di Indonesia, terkait dengan kepentingan politik. Di antara kepentingan itu adalah menghancurkan Islam dari dalam. Akibatnya, justru yang menjadi korban adalah umat Islam itu sendiri .
“Jika kita ingin memahami kebenaran, duduklah bersama ulama yang lurus, kemudian dengan niat yang ikhlas, pasti Allah akan membuka mata hatinya, dan menunjukkan kebenaran. Persoalannya, jika hatinya dipenuhi oleh hal yang syubhat, menolak tafsir lain, bahkan menganggap semua ulama kafir, dan menilai pemerintahnya kafir, akibatnya menjadi sukar untuk berdialog dengan mereka.”
Lebih lanjut Syekh Ali mengatakan, mereka membawa dan mengatasnamakan Al Qur’an, tapi salah mengartikan dan memahami Al Qur’an. Karena hanya mengambil ayat yang mereka inginkan. Padahal kalau dikembalikan pada asbabun nuzul dari ayat itu, pemahaman mereka menjadi salah.
“Masalah ini seharusnya menjadi perhatian ulama. Bila perlu menggelar muktamar untuk meneliti lebih jauh ayat-ayat jihad agar tidak disalahpahami. Kemudian sampaikan secara tebuka melalui media-media yang ada. Termasuk membahas umat Islam yang dituduh terlibat jaringan teroris,” ujarnya.
Syekh Ali juga mengusulkan agar dihadirkan ulama yang memiliki keahlian psikologi untuk membahas psikologi jiwa, kenapa jihad disalahartikan. Bisa saja di antara mereka ada yang sakit jiwa, merasa terancam dan tidak dihargai. Jika mereka memahami Al Qur’an, pasti diarahkan pada jalurrahmatan lil ‘alamin. Bukan malah mengarahkan pada sesuatu yang menyesatkan.
Ketika ditanya apakah mereka bisa disebut kelompok Khawarij? “Yang jelas, mereka hampir putus asa, ingin hijrah tapi salah arah. Untuk menjadi orang baik, mereka tidak punya lingkungan yang baik. Ketika ingin curhat pada ulama, mereka tidak diberi ruang dan waktu, akibatnya tertekan, sakit hati, kemudian sakit jiwa. Saat memahami ayat Al Qur’an , mereka hanya fokus pada materi ayat jihad saja. Lagi-lagi, itu karena kondisi jiwanya yang tak sehat,” urainya panjang lebar.
“Seseorang yang tercuci otaknya, bisa jadi karena kondisi jiwanya yang tidak sehat. Walaupun mereka belajar Al Qur’an, tapi mata hatinya tertutup dari kebenaran,” ungkap Syekh Ali Jaber.(Islampos/ +ResistNews Blog )
“Mereka memahami Al Qur’an tanpa guru. Atau mendapat guru yang salah. Inilah yang menjadi masalah. Untuk mendalami dan memahami Al Qur’an, butuh ulama yang ahli Qur’an, paham tafsir, dan mendalami asbabun nuzulnya. Terkait pemahaman ayat soal jihad, mereka hanya fokus ayat jihad. Padahal ada ayat tentang wala wal bara. Mereka hanya memahami ayat sepotong-sepotong.”
Demikian dikatakan Syekh Ali Jaber saat ditemui Islampos usai wisuda daurah “Program Mahir Al Qur’an di Yayasan Syekh Ali Jaber di Jatinegara Barat, Jakarta Timur, belum lama ini.
Menurut Syekh Ali, kasus teroris yang ada di Indonesia, terkait dengan kepentingan politik. Di antara kepentingan itu adalah menghancurkan Islam dari dalam. Akibatnya, justru yang menjadi korban adalah umat Islam itu sendiri .
“Jika kita ingin memahami kebenaran, duduklah bersama ulama yang lurus, kemudian dengan niat yang ikhlas, pasti Allah akan membuka mata hatinya, dan menunjukkan kebenaran. Persoalannya, jika hatinya dipenuhi oleh hal yang syubhat, menolak tafsir lain, bahkan menganggap semua ulama kafir, dan menilai pemerintahnya kafir, akibatnya menjadi sukar untuk berdialog dengan mereka.”
Lebih lanjut Syekh Ali mengatakan, mereka membawa dan mengatasnamakan Al Qur’an, tapi salah mengartikan dan memahami Al Qur’an. Karena hanya mengambil ayat yang mereka inginkan. Padahal kalau dikembalikan pada asbabun nuzul dari ayat itu, pemahaman mereka menjadi salah.
“Masalah ini seharusnya menjadi perhatian ulama. Bila perlu menggelar muktamar untuk meneliti lebih jauh ayat-ayat jihad agar tidak disalahpahami. Kemudian sampaikan secara tebuka melalui media-media yang ada. Termasuk membahas umat Islam yang dituduh terlibat jaringan teroris,” ujarnya.
Syekh Ali juga mengusulkan agar dihadirkan ulama yang memiliki keahlian psikologi untuk membahas psikologi jiwa, kenapa jihad disalahartikan. Bisa saja di antara mereka ada yang sakit jiwa, merasa terancam dan tidak dihargai. Jika mereka memahami Al Qur’an, pasti diarahkan pada jalurrahmatan lil ‘alamin. Bukan malah mengarahkan pada sesuatu yang menyesatkan.
Ketika ditanya apakah mereka bisa disebut kelompok Khawarij? “Yang jelas, mereka hampir putus asa, ingin hijrah tapi salah arah. Untuk menjadi orang baik, mereka tidak punya lingkungan yang baik. Ketika ingin curhat pada ulama, mereka tidak diberi ruang dan waktu, akibatnya tertekan, sakit hati, kemudian sakit jiwa. Saat memahami ayat Al Qur’an , mereka hanya fokus pada materi ayat jihad saja. Lagi-lagi, itu karena kondisi jiwanya yang tak sehat,” urainya panjang lebar.
“Seseorang yang tercuci otaknya, bisa jadi karena kondisi jiwanya yang tidak sehat. Walaupun mereka belajar Al Qur’an, tapi mata hatinya tertutup dari kebenaran,” ungkap Syekh Ali Jaber.(Islampos/ +ResistNews Blog )