-->

Freeport Tak Mau Hengkang

Belum habis masa kontraknya, Freeport telah siap memperpanjangnya lagi.
blog.resistnews.web.id - PT Freeport Indonesia sudah mengambil ancang-ancang untuk memperpanjang kontrak eksplorasinya di pertambangan tembaga dan emas Timika, Papua hingga tahun 2041. Padahal kontrak karya yang telah berjalan selama ini baru habis kontraknya hingga tahun 2021. Apa yang diinginkan Freeport?
Menurut, Presiden Direktur PT Freeport Indonesia, Rozik B. Soetjipto, pihaknya sudah merencanakan investasi sebesar 16,9 milyar dollar AS untuk kelanjutan operasional perusahaan hingga 2041 nanti. Rinciannya, sebanyak 9,8 milyar dolar AS investasi pada periode 2012 hingga 2021 dan sebanyak 7,1 milyar dolar AS untuk investasi dari 2021 hingga 2041.
Investasi sebanyak itu, menurutnya, untuk menyiapkan kegiatan pertambangan bawah tanah (underground) yang sudah mulai dilakukan Freeport sejak tahun 2008 lalu. Dia mengakui masa depan Freeport Indonesia ini memang mengandalkan pertambangan bawah tanah.
Saat ini, jelasnya, 60 persen produksi biji (ore) perusahaan masih berasal dari tambang permukaan yaitu Grasberg Open Pit. Namun, saat ini cadangan di pertambangan permukaan ini sudah memasuki fase habis. Sehingga, diperkirakan pada tahun 2017-2018, kontribusi dari pertambangan permukaan ini akan makin mengecil. Karenanya, upaya mereka sekarang ini adalah melakukan investasi untuk mempersiapkan tambang bawah tanah. Maka karena itulah, Freeport sangat berkepentingan kontrak kerja samanya diperpanjang 2x10 tahun lagi dari 2021 atau hingga 2041.
Namun sayangnya, eksplorasi yang jorjoran yang dilakukan PT Freeport Indonesia berbanding terbalik dengan kesejahteraan yang didapatkan masyarakat Indonesia khususnya masyarakat Papua yang sangat jauh tertinggal. Kemana kekayaan alam bumi cendrawasi tersebut?
Menurut Anggota Lajnah Maslahiyah DPP Hizbut Tahrir Indonesia, Muhammad Ishak kekayaan sumber daya alam Indonesia tersebut tidak lain karena telah dirampok oleh Freeport.
Pengamat ekonomi Universitas Indonesia ini menjelaskan berdasarkan Laporan Tahunan Freeport McMoran tahun 2011, produksi emas perusahaan tersebut yang berasal dari PT Freeport Indonesia (PTFI) sebanyak, 36 ton atau 92 persen dari total produksinya di seluruh dunia. Sementara untuk tembaga mencapai 384 ribu ton atau 23 persen dari total produksi perusahaan tersebut.
Sedangkan, menurutnya, pada tahun 2009 dan 2010 produksi emasnya saja masing-masing sebesar 72 ton dan 50  ton emas. Sekadar tambahan biaya produksi tembaga Freeport sangat rendah yakni hanya lima persen (U$0,2) saja dari harga jualnya (U$3,85). Jadi sangat menguntungkan!
"Pada tahun 2011 pendapatan PTFI di Indonesia setelah pajak sebesar US$1,7 milyar atau sekitar Rp 15 triliun dan pada 2010 sebesar US$ 2,4 milyar atau sekitar Rp 21 trilyun," paparnya.
Adapun rencana perpanjangan kontrak hingga 2041, Ishak menjelaskan itu terkait dengan potensi cadangan produksinya di Papua. Cadangan emas PTFI masih sebesar 913 ton. Sementara cadangan tembaganya sebanyak 15,8 juta ton. Dengan kata lain, dengan asumsi produksi yang sama dengan 2011, maka emas di Papua baru habis 25 tahun lagi (tahun 2037). Sementara tembaganya baru habis 41 tahun lagi (tahun 2053).
"Artinya perpanjangan kontrak tersebut memang bertujuan untuk mengeruk habis potensi cadangan yang ada saat ini," imbuhnya.
Ia menegaskan, jika pemerintah membiarkan perpanjangan kontrak dengan perusahaan tersebut maka rakyat akan mengalami banyak kerugian. Bukan hanya kerugian finansial dan lingkungan tapi juga akan menambah dosa pemerintah di hadapan Allah SWT.
Menurutnya, dalam pandangan Islam, tambang emas di Papua masuk dalam kategori barang milik umum yang wajib dikuasai oleh negara. Tapi selama pemerintah masih mengacu pada sistem yang sangat kapitalistik dan tetap loyal pada Amerika Serikat maka selama itu pula Freeport masih akan terus merampok Indonesia.
Sepatutnyalah syariah dan khilafah menjaga kekayaan alam di Indonesia agar dapat memberikan keberkahan bagi rakyatnya. "Tidak seperti saat ini yang justru menjadi kutukan," tegasnya.[] fatih mujahid/mediaumat.com/blog.resistnews.web.id