-->

Dana Rp25T, Rakyat Harus Bisa Berobat Gratis

Mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari.

Presiden meminta Kementerian Kesehatan menyiapkan dana Rp25 triliun.

blog.resistnews.web.id - Dewan Kesehatan Rakyat (DKR) menyatakan, niat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengalokasikan anggaran Rp25 triliun sebagai investasi awal Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) perlu dikawal.

Ini agar dana Rp25 triliun tersebut dapat digunakan untuk membebaskan pembiayaan kesehatan seluruh rakyat Indonesia yang berjumlah sekitar 250 juta jiwa. Ketua Dewan Pembina DKR yang juga mantan Menteri Kesehatan, Siti Fadilah Supari, mengatakan dengan uang Rp25 triliun itu, pemerintah tak perlu lagi menarik iuran berobat sepeser pun dari rakyat.

“Tak perlu lagi iuran karena dana sudah disediakan. Seluruh rakyat Indonesia, tanpa membedakan yang miskin maupun yang kaya, tidak perlu lagi mengeluarkan biaya untuk berobat, baik di puskesmas maupun rumah-rumah sakit pemerintah kelas 3,” kata Siti dalam rilis yang diterima VIVAnews, Rabu 8 Agustus 2012.

“Dengan dana itu, berarti pemerintah sudah melaksanakan perlindungan kesehatan masyarakat. Cukup dengan KTP, setiap orang akan gratis berobat, rawat jalan, atau rawat inap,” ujar Siti. Pembebasan biaya itu dapat berlaku bagi semua jenis penyakit, termasuk jantung, kanker, cuci darah, serta semua konsultasi dokter dan tindakan medis.

Anggota Dewan Pertimbangan Presiden itu juga menyatakan, dengan dana Rp25 triliun, maka pemerintah dapat membayar premi sebesar Rp8.000 per orang per bulan dalam satu tahun, sehingga biaya kesehatan seluruh rakyat terjamin.

Siti menjelaskan dalam sistem Jamkesmas, semua rumah sakit pemerintah menerima uang muka dan jika kurang bisa mengklaim pada Kementerian Kesehatan. “Supaya uang tidak hilang, uang dikelola secara transparan dan ditaruh di kas negara, bukan di Kemenkes. Setelah verifikasi, Kemenkes baru bisa meminta kas negara untuk membayarkan klaim tagihan rumah sakit,” terang dia.

Jika hal itu terealisasi, imbuh Siti, maka “Pemerintah telah memenuhi kewajiban kepada rakyat, dan  bukannya berbisnis seperti BPJS yang sedang direncanakan.” Siti menilai sistem Jamkesmas secara nyata sudah berhasil berjalan selama tiga tahun pada 76,4 juta rakyat Indonesia yang miskin dan tidak mampu.

Tak sepakat BPJS

Siti mengatakan apabila uang Rp25 triliun itu diserahkan ke BPJS dan bukannya Jamkesmas, maka hanya 86 juta rakyat yang dijamin kesehatannya, karena BPJS menggunakan sistem asuransi sosial yang masih mewajibkan sebagian rakyat, termasuk buruh, Pegawai Negeri Sipil dan TNI/Polri untuk membayar iuran setiap bulan lewat potongan gaji.

“Padahal tidak semua penyakit akan ditanggung dalam asuransi itu. Pemberlakuan sistem rujukan berjenjang juga bertujuan agar dana BPJS  dari iuran masyarakat ditambah Rp25 triliun tersebut dapat diinvestasikan di bidang lain untuk mencari keuntungan,” kata Siti Fadilah.

Sementara itu, pimpinan Kongres Aliansi Serikat Buruh Seluruh Indonesia, Parto, mengemukakan tuntutan kaum buruh agar tidak ada diskriminasi dalam jaminan sosial karena Presiden akan menyediakan Rp25 triliun untuk jaminan kesehatan.

“Kaum buruh, TNI/Polri, dan PNS bekerja membangun negeri dan menjaga keamanan dan pertahanan. Tapi kok gajinya malah dipotong untuk membayar asuransi BPJS. Kami akan melawan,” kata Parto.

Ketua Dewan Kesehatan Rakyat Papua dan Papua Barat, Donad Haipon, menyatakam sistem asuransi sosial yang dianut dalam BPJS memaksa rakyat untuk ikut asuransi, padahal menurutnya keikutsertaan dalam asuransi seharusnya bersifat sukarela. (viva/blog.resistnews.web.id)