-->

Lulusan Pesantren Ditolak Mendaftar Polisi di Madura

ResistNews - Menjadi seorang lulusan pesantren di Indonesia ternyata tidak mudah. Sebagian ada yang memperoleh stigma negatif karena dituduh terlibat dengan 'terorisme', Islam garis keras, kolot, kuno, dan lain-lain. Sedangkan di Sumenep, Madura, seorang lulusan pondok pesantren yang berijazah Madrasah Aliyah ditolak masuk menjadi anggota Polri.
Salah satu kasus itu menimpa seorang lulusan pesantren bernama Moh. Azhari dan Fery. Keduanya ditolak saat hendak mendaftar sebagai calon polisi Brimob dan Dalmas.
Moh. Azhari adalah alumnis MA II An-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep sedangkan Fery, alumni MA Robin Sumenep. Keduanya ditolak oleh panitia penerima di Mapolres Sumenep dengan alasan karena keduanya alumni pondok pesantren.
"Saya mendaftarkan diri karena di sana alumni SMA/MA juga diperbolehkan mendaftar, namun ternyata saya ditolak, padahal saya menggunakan ijazah MA, meskipun saya mondok," ujar Azhari, Jumat (22/6) seperti dilaporkan oleh Radio Republik Indonesia.
Dalam persyaratannya, poin pertama disebutkan berijazah serendah-rendahnya SMU/MA jurusan IPA/IPS atau SMK. Pada poin kedua, khusus lulusan pondok pesantren sesuai dengan surat Departemen Pendidikan Nasional yang diakui setara dengan SMU dan diperbolehkan mendaftar menjadi anggota Polri antara lain, Ponpes Gontor Ponorogo, Al-Amien Sumenep, Mathabul Ulum Sumenep, dan Ponpes Modern Al-Barokah Patianrowo Nganjuk.
"Yang menjadi alasan saya ditolak karena dianggap lulusan pesantren yang tidak masuk dalam daftar pondok pesantren yang menjadi persyaratan itu," imbuhnya kecewa.
Azhari yang didampingi pihak guru dari MA 2 An-Nuqayah, Guluk-Guluk, Sumenep, mengadukan persoalan tersebut pada Dewan Pendidikan Sumenep (DPS).
Sementara, anggota Dewan Pendidikan Sumenep, Firdaus, mengatakan, di internal DPS sudah memutuskan untuk mengirim surat ke Polres Sumenep. Menurut dia, selama ini tidak pernah terjadi penolakan penerimaan peserta calon polisi yang ijazahnya MA yang berada di naungan pondok pesantren.
"Kami menduga panitia salah tafsir memahami pondok pesantren, karena ada pesantren yang mengeluarkan ijazah lokal yang biasa disebut “muallimin” tapi ada pesantren yang ijazahnya dikeluarkan oleh Kementrian Agama dan Pendidikan, dan untuk di Pesantren An-Nuqayah dan Robin, ini ijazah resmi yang diakui kementrian," paparnya.
Sementara itu Kapolres Sumenep AKBP Dirin melalui Wakapolres Moh Fadil, ketika dikonfirmasi sejumlah wartawan, mengatakan jika penerimaan itu sudah atas petunjuk Polda Jawa Timur.
"Terkait dengan keberatan tersebut saya akan sampaikan kepolda Jatim Agar ditemukan jawabannya," pungkasnya. [muslimdaily]