-->

"Meluber Kemana-mana, Alasan Polisi Susah Bongkar Mafia Pajak"

JAKARTA (ResistNews) - Terdakwa mafia pajak Gayus Tambunan mengaku siap membongkar kasus mafia pajak yang terjadi di Indonesia. Keinginan itu didukung oleh Menkum HAM Patrialis Akbar.

"Kalau menurut saya, yang lebih bagus itu adalah keinginan Gayus membuka mafia yang lebih besar," kata Patrialis di sela-sela rapat intern Pejabat Kumham di kantornya, Jl HR Rasuna Said, Jakarta Selatan, Selasa (11/1/2011).

Patrialis mengatakan, kasus Gayus yang tengah disidangkan ini hanyalah perkara kecil. Publik diminta untuk mendorong supaya seluruh persoalan mafia pajak di negeri ini bisa diungkap. "Kalau yang ini kan ecek-ecek, tidak substansial," ujar politisi PAN ini.

Patrialis meminta publik bersabar terkait pemeriksaan investigasi atas kepergian Gayus ke luar negeri. Patrialis baru akan mendapat laporan lengkap dari tim pemeriksa pada siang ini. "Saya sih maunya lebih cepat lebih baik," ujar dia.

Dikatakan dia, Irjen Kemenkum HAM Sam L Tobing sudah dikirim ke LP Cipinang untuk menemui Gayus. "Ini Pak Sam L Tobing ke Lapas Cipinang karena kemarin Gayus sidang jadi tidak bisa bertemu. Beliau lagi ke sana," kata Patrialis.

Sebelumnya, Benny K Harman, Ketua Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat yang membidangi hukum, menyatakan salah satu ganjalan penyelidikan mafia perpajakan adalah Undang-undang Perpajakan. Keberadaan Penyidik Pegawai Negeri Sipil di Direktorat Jenderal Pajak membatasi langkah polisi.

Benny menyatakan, kesulitan ini pernah diungkap Bambang Hendarso Danuri, saat masih Kepala Kepolisian, kepadanya. Hendarso bercerita kesulitan mengusut Gayus Tambunan, pegawai Ditjen Pajak yang diduga memanipulasi pajak.

"Cerita itu menggambarkan kerumitan membongkar mafia pajak," ujar Benny di Gedung DPR, Jakarta. "Kasus Gayus ini memiliki dampak sistemik jika itu dibuka. Sistemik itu bisa ke depan, bisa juga ke belakang kan. Bisa secara horizontal atau melibatkan sejumlah kalangan. Tidak berarti kepolisian takut untuk mengungkapkan kasus itu."

Benny lalu memahami hal tersebut karena memang menurutnya kepolisian memang terkendala oleh Undang-undang Perpajakan dalam upaya membongkar kejahatan para mafia pajak. "Undang-undang Pajak yang sekarang ini menyulitkan penegak hukum di luar Direktorat Jenderal Pajak untuk melakukan pengusutan secara lebih mendalam kasus-kasus mafia pajak," kata Benny yang sebelum jadi legislator berprofesi pengacara itu.

"Itulah yang dimaksud sistemik. Jadi kalau kita menuntut institusi kepolisian untuk melakukan pengusutan yang lebih jauh maka itu sama dengan meminta institusi kepolisian untuk menabrak Undang-undang," kata Benny.

Dengan demikian, lanjut Benny, sekarang ini yang harus didorong adalah Dirjen perpajakan untuk melakukan pengusutan atau membongkar mafia pajak itu. Kasus mafia pajak bukanlah semata-mata tentang masalah hukum, tetapi juga masalah permainan dalam manajemen perpajakan, yang notabene hal tersebut berada di luar batas kewenangan institusi kepolisian untuk mengusutnya. Atau, kata politikus Partai Demokrat itu, Undang-undang Perpajakan itu harus direvisi.

Benny menambahkan, Gayus telah menyebut sejumlah nama lain secara jelas, bahkan berulang kali dalam persidangan di pengadilan. Komisi III DPR pun telah meminta agar kepolisian langsung memeriksa nama-nama yang disebut Gayus tersebut, namun lagi-lagi ada hambatan bagi kepolisian untuk melakukannya.

"Hambatannya itu Undang-undang Perpajakan. Undang-undang itu tidak memberi peluang kepada kepolisian untuk melakukan pemeriksaan ke dalam institusi perpajakan," kata Benny. "Kepolisian tidak bisa masuk ke dalam, karena itu ruang yang menjadi otoritas PPNS Perpajakan."

PPNS ini, kata Benny, harus ditinjau kembali karena terbukti tidak efektif. "Makanya kita minta ditinjau kembali status hukum PPNS-PPNS ini. Tidak hanya di Perpajakan, di Bea Cukai juga karena lemah sekali penegakan hukum di situ," kata Benny. (fn/dt/vs) www.suaramedia.com