Hal tersebut merupakan upaya terbaru dalam perjuangan para rabbi ultra ortodoks, atau haredi, untuk melestarikan pengaruh mereka terhadap ratusan ribu orang pengikut dalam sebuah era di mana pengaruh teknologi tumbuh dengan sedemikian pesatnya.
Portal ultra ortodoks tersebut tidak materi-materi yang umumnya dijadikan sasaran amarah para rabbi, namun situs tersebut, yang menerbitkan artikel mengenai dunia politik, ekonomi, kesehatan, dan agama, menawarkan ajang diskusi bebas dengan respon pembaca yang tidak relevan dan tidak dimonitor, termasuk kritikan langsung terhadap kewenangan para rabbi.
Dalam kolom komentar terhadap pemberitaan mengenai dugaan penyuapan di sebuah sekolah ultra ortodoks di Tel Aviv, seorang pembaca memasang gambar tiga ekor monyet yang banyak dikenal menjadi perlambang "tidak mendengar, melihat, atau berbicara mengenai kejahatan". Sang pembaca mengumpamakan monyet-monyet tersebut sebagai para pejabat pemerintah kota, dewan sekolah, dan para rabbi. Seorang pembaca lain, yang mengomentari perseteruan hukum yang berkepanjangan dan dibawa dari pengadilan keagamaan menuju pengadilan sekuler, memprediksikan bahwa "harediban – pelesetan dari kata Taliban – akan kehilangan genggaman mereka dalam masyarakat.
"Bagi para rabbi yang hidup dalam dunia haredi yang terasing, prinsip-prinsip kebebasan berbicara dan hak-hak masyarakat untuk mendapatkan informasi adalah konsep-konsep yang tidak dikenal," kata Avishav Ben Haim, reporter urusan religius untuk harian Israel, Maariv.
Situs tersebut, yang dikelola oleh sebagian besar anggota komunitas haredi, menyediakan wadah bagi publik untuk memberikan tanggapan, sebuah hal yang jarang.
"Mereka telah menetapkan agenda," katanya. "Mereka telah mengancam kaum elit lanjut usia."
Keberadaan situs internet haredi tersebut memberikan "selubung legitimasi" di dunia ultra ortodoks. Hal itu seakan menjadi sebuah kutukan bagi para rabbi yang telah berusaha keras untuk mendirikan dinding pemisah antara komunitas mereka dan dunia luar, kata Menachem Friedman, sorang pakar masyarakat religius Yahudi di Israel.
"Jika ada situs internet haredi, maka hal sama artinya dengan menyatakan bahwa internet adalah hal yang kosher, termasuk segala keterbukaan terhadap dunia luar," katanya.
Ada sekitar 250.000 kaum haredi, Yahudi "Takut Tuhan", yang tinggal di kantung-kantung pemukiman di Israel, mereka belajar dengan menggunakan sistem sekolah tertutup. Komunitas-komunitas tersebut, yang mudah dikenali karena kaum prianya berjenggot dan mengenakan jaket hitam panjang serta topi bundar berwarna senada, memiliki kontak minimum dengan dunia luar.
Namun, suka atau tidak, pengaruh dunia luar perlahan memasuki komunitas mereka, dan teknologi menjadi sebuah hal yang diperdebatkan.
Awalnya, televisi menjadi sasaran, dan penggunaannya tetap dibatasi di banyak rumah ultra ortodoks. Telepon seluler menjadi sumber perdebatan lain, para rabbi memerintahkan penggunaan penyaring "kosher" karena khawatir bahwa telepon seluler akan dipergunakan untuk mengakses situs-situs porno atau materi-materi lain yang dianggap melanggar aturan.
Para rabbi haredi telah menentang keberadaan internet selama satu dekade. Dalam salah satu insiden protes paling terkenal, keluarga dari kepala rabbi Sephardic, Shlomo Amar, sampai menculik seorang pemuda berusia 17 tahun dan memukuli sang pemuda di bawah ancaman pisau setelah pemuda tersebut berkenalan dengan putri sang rabbi melalui sebuah ruang chat di internet dan kemudian bertemu tanpa perantara, sebuah hal yang ditabukan oleh kalangan ultra ortodoks. Amar sendiri tidak dikenakan tuntutan dalam kasus tersebut.
Namun para rabbi belum mampu sepenuhnya menyingkirkan internet. Mereka memberikan dispensasi kepada para pengusaha dan orang-orang lain yang bekerja dengan mengandalkan internet. Dan sistem penyaring yang dirancang selama bertahun-tahun membuat kaum Yahudi ultra ortodoks mengawasi dengan ketat konten internet yang disajikan, hal itu membuat internet menjamur di tengah-tengah mereka.
Kini, para rabbi berupaya untuk "menambal kebocoran" pada tembok haredi yang mereka bangun.
Dalam sebuah surat yang baru-baru ini dipublikasikan oleh surat kabar ultra ortodoks, 21 orang rabbi paling terkemuka menyerukan pemboikotan internet, khususnya situs-situs haredi, yang mereka nilai "membahayakan komunitas haredi" dan menyebarluaskan fitnah dan konten porno.
"Kami harus melakukan tindakan terhadap situs-situs tersebut dan mengenyahkannya dari tengah-tengah kami," bunyi isi surat tersebut.
"Meski situs-situs tersebut tidak mengandung materi yang terlarang, keberadaan mereka membuat orang-orang mengakses internet, sebuah hal yang tercela dan telah menghancurkan banyak jiwa Yahudi," tambah surat tersebut, yang anehnya juga dimuat di situs haredi yang hendak mereka boikot.
Para operator situs tersebut tidak menjawab telepon atau email yang masuk untuk menanyakan komentar mereka mengenai hal tersebut.
Di AS, yang menjadi negara dengan komunitas Yahudi terbesar di dunia setelah Israel, tidak ada seruan pemboikotan serupa, kata Rabbi Avi Shafran, juru bicara kelompok haredi Agudath Israel of America. Namun ia mengatakan bahwa dirinya bisa memahami kekhawatiran para rabbi tersebut.
Shafran mengatakan bahwa Agudath Israel of America tidak pernah mendirikan situs internet karena khawatir bahwa hal itu akan mengirimkan pesan bawah sadar kepada masyarakat bahwa situs internet adalah hal yang diperkenankan.
Sejauh ini, seruan pemboikotan tersebut telah berhasil di Israel, setidaknya ada dua situs yang telah ditutup. "Internet telah meruntuhkan tembok yang dibangun komunitas haredi," kata Ben Haim, reporter Maariv. (dn/ap) www.suaramedia.com