"Kami meyakini bahwa penyelundupan senjata harus dihentikan dan bahwa langkah-langkah untuk menghentikannya harus dilakukan," ujar juru bicara Departemen Luar Negeri, Gordon Duguid.
Jaringan terowongan dari Gaza ke Mesir, yang dibangun untuk melewati blokade Israel itu, telah menjadi tali penyelamat ekonomi rakyat Palestina.
Jaringan tersebut telah menahan serangan udara Israel dan upaya Mesir membanjiri terowongan dengan air dan gas, namun terdapat tuduhan bahwa jaringan itu digunakan oleh Hamas untuk menyelundupkan senjata ke Jalur Gaza.
Dengan alasan keamanan nasional, Mesir kini membangun sebuah tembok baja bawah tanah sebagai upaya terbaru untuk mempererat poros perbatasan Sinai-nya dengan wilayah Palestina.
Kairo hanya secara implisit mengakui pembangunan penghalang baja itu dan tidak memberikan detail apa pun mengenai ukurannya.
Namun, laporan media menyebutkan bahwa saat ini tembok itu telah mencapai kedalaman 30 meter dan panjang 10 kilometer.
Duguid menekankan bahwa Washington mendukung akses yang lebih baik untuk suplai kemanusiaan dapat masuk ke Gaza.
"Ada saluran-saluran yang telah dibangun untuk itu, dan saluran-saluran tersebut tidak dapat diganggu oleh Hamas atau kelompok mana pun di Gaza."
Pada akhir pekan lalu, Mesir mencekal sebuah konvoi bantuan yang akan masuk ke Jalur Gaza agar tidak menyeberangi wilayahnya setelah terjadi bentrokan antara sejumlah aktivis dengan polisi.
Menteri Luar Negeri Ahmed Abul Gheit mengatakan pada koran pemerintah, Al Ahram, bahwa anggota salah satu konvoi yang dipimpin oleh anggota parlemen Inggris George Galloway itu telah melakukan tindak kriminal di tanah Mesir dalam perjalanan mereka menuju Gaza.
"Mesir tidak lagi mengijinkan konvoi untuk menyeberangi wilayah ini, terlepas dari asal mereka atau siapa yang mengorganisir mereka," ujar Abul Gheit.
Ann Wright menulis di Common Dreams, sebuah website berita AS beraliran progresif, "Pada bulan Maret 2009, AS mengucurkan dana sebesar 32 juta dolar kepada pemerintah Mesir untuk alat pengintai elektronik dan peralatan keamanan lainnya untuk mencegah pergerakan makanan, barang-barang, dan senjata masuk ke Gaza. Sekarang detailnya mulai muncul tentang sebuah tembok baja bawah tanah yang akan memiliki panjang 6-7 mil dengan kedalaman 55 kaki di bawah tanah."
Jika itu tidak cukup, "Tembok baja itu akan dibangun dari baja super kuat yang disatukan dengan pola puzzle, anti bom dan tidak dapat dipotong atau dilelehkan."
Seperti yang ditulis oleh BBC, tembok itu tidak akan bisa ditembus dan membutuhkan waktu 18 bulan untuk membangunnya.
"Tembok baja itu dimaksudkan untuk memotong terowongan-terowongan yang menghubungkan Gaza dengan Mesir."
Sumber-sumber intelijen di Mesir mengatakan bahwa penghalang terebut dibenamkan dekat tembok perimeter yang telah ada. Mereka mengklaim bahwa empat kilometer dari tembok itu telah selesai dibangun di perbatasan Rafah di sebelah utara dan mulai membangun tembok di sebelah selatan.
"Tanah di bawah Mesir dan Gaza menyerupai keju Swiss, penuh dengan lubang dan terowongan melalui mana warga Palestina mengirimkan barang sehari-hari yang diblokade," BBC melaporkan.
Namun, tentu saja Israel mengklaim bahwa terowongan-terowongan itu juga digunakan untuk menyelundupkan manusia, senjata, dan komponen-komponen roket yang ditembakkan ke sejumlah kota di wilayah selatan Israel.
"Tembok itu tidak diharapkan dapat menghentikan semua penyelundupan, namun akan memaksa warga Palestina untuk menggali lebih dalam dan memotong ratusan terowongan palsu yang lebih dekat ke permukaan yang digunakan untuk memindahkan barang-barang."
Mengenai tembok baja tersebut, Wright menulis, "Tembok tersebut dimaksudkan untuk memperkuat upaya pemerintah dalam memenjarakan dan membuat kelaparan penduduk Gaza hingga akhirnya mereka akan menyingkirkan pemerintah Hamas."
"Seperti halnya tembok baja yang dibangun Korps Insinyur Angkatan Darat AS di New Orleans yang tidak mampu membendung badai Katrina, tembok baja di Gaza juga tidak akan mampu membendung semangat bertahan hidup dari rakyat Gaza."
Wright juga menambahkan, "Saya telah pergi ke Gaza tiga kali tahun lalu menyusul serangan militer selama 22 hari terhadap Gaza yang menewaskan 1.400 orang, melukai 5.000 lainnya, membuat 50.000 penduduk menjadi tuna wisma dan menghancurkan infrastruktur Gaza. Ketidakseimbangan penggunaan kekuatan dan pentargetan terhadap warga sipil oleh militer Israel oleh para pakar urusan HAM dan ahli hukum internasional sebagai sebuah pelanggaran terhadap Konvensi Jenewa." (rin/yh/oj) www.suaramedia.com