Oleh: Rokhmat S. Labib, M.E.I.
Dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong (TQS al-Furqan [25]: 31).
Dakwah tidak selalu diterima dengan tangan terbuka. Sebaliknya, kadang ditolak, bahkan dengan cara yang amat kasar. Lebih dari itu, dai yang mengajak kepada kebenaran dan kebaikan pun dilawan, ditentang, dan dijadikan sebagai musuh. Mereka adalah orang-orang jahat, yang tidak rela kejahatannya diganggu dan dihentikan.
Ini dialami juga oleh Rasulullah SAW dan para nabi lainnya. Mereka itu dijadikan sebagai musuh oleh orang-orang jahat. Namun demikian, mereka tidak perlu takut dan khawatir. Sebab, Tuhan yang mengutus mereka senantiasa memberikan petunjuk dan pertolongan kepada mereka. Ayat ini adalah di antara yang menjelaskan perkara demikian.
Setiap Nabi Punya Musuh
Allah SWT berfirman: Wakadzâlika ja’alnâ likulli nabiyy[in] ‘aduww[an] min al-mujrimîn (dan seperti itulah, telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa). Dalam ayat sebelumnya diberitakan mengenai pengaduan Rasulullah SAW kepada Allah SWT mengenai kaum beliau. Beliau mengadukan mereka karena telah mengabaikan dan menelantarkan Alquran. Dalam ayat itu disebutkan, Alquran diperlakukan sebagai mahjûr[an] (sesuatu yang ditinggalkan, ditelantarkan).
Ayat ini pun menghibur Nabi SAW, bahwa kejadian itu tidak hanya dialami oleh beliau. Akan tetapi juga dialami oleh semua nabi lainnya. Diberitakan bahwa semua nabi memiliki musuh dari kalangan para pelaku kejahatan. Oleh karena itu, beliau diminta untuk bersabar atas semua permusuhan kaum beliau, sebagaimana para nabi sebelumnya yang juga bersabar dalam menghadapi musuh-musuh mereka. Dikatakan Syihabuddin al-Alusi, ayat ini merupakan tasliyah (memberikan hiburan) kepada Rasulullah SAW dan mengajak beliau untuk meneladani nabi-nabi sebelumnya.
Frasa: Wa kadzâlika (dan seperti itulah) dalam ayat ini memberikan pengertian: Sebagaimana Kami adakan musuh-musuh bagimu dari kalangan kaum Musyrik Arab—padahal mereka adalah kaummu–, maka Kami adakan pula musuh-musuh bagimu.
Dilanjutkan dengan frasa sesudahnya: ja’alnâ likulli nabiyy[in] ‘aduww[an] (telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh). Diterangkan oleh al-Jazairi dalam Aysar al-Tafâsîr, “Sebagaimana Kami jadikan bagimu para musuh-musuh dari kalangan penjahat kaummu, Kami jadikan pula setiap nabi sebelummu musuh para penjahat dari kaum mereka. Karena itu, bersabarlah dan menanggung beban hingga kamu dapat menyampaikan risalah dan menunaikan amanahmu.” Penjelasan yang kurang lebih sama juga dikemukakan oleh para mufassir lainnya.
Kata al-‘aduww bisa digunakan makna tunggal atau jamak. Ini seperti firman Allah SWT: Fa innahum ‘aduww[un] lî (karena sesungguhnya apa yang kamu sembah itu adalah musuhku, TQS al-Syuara [26]: 77).
Ditegaskan dalam ayat ini bahwa musuh para nabi itu adalah min al-mujrimîn (orang-orang yang berdosa). Mereka dari kalangan mujrimûn. Kata mujrim merupakan bentuk ism al-fâ’il dari kata ijrâm. Menurut Ahmad Mukhtar dalam Mu’jam al-Lughah al-‘Arabiyyah al-Mu’âshirah kalimat ajrama al-rajul berarti irtakaba dzanb[an] aw janâ jinâyah (melakukan suatu dosa atau mengerjakan suatu kejahatan).
Dalam Alquran, banyak sekali celaan terhadap al-mujrimûn dan ancaman terhadap mereka. Allah SWT berfirman: Maka siapakah yang lebih zalim daripada orang yang mengada-adakan kedustaan terhadap Allah atau mendustakan ayat-ayat-Nya? Sesungguhnya, tiadalah beruntung al-mujrimûn (orang-orang yang berbuat dosa) (TQS Yunus [10]: 17). Juga firman-Nya: Dan kamu akan melihat al-mujrimîn (orang-orang yang berdosa) pada hari itu diikat bersama-sama dengan belenggu (TQS Ibrahim [14]: 49).
Adanya musuh bagi para nabi ini juga diberitakan dalam firman Allah SWT: Dan demikianlah Kami jadikan bagi tiap-tiap nabi itu musuh, yaitu setan-setan (dari jenis) manusia dan (dari jenis) jin, sebahagian mereka membisikkan kepada sebahagian yang lain perkataan-perkataan yang indah-indah untuk menipu (manusia)(TQS al-An’am [6]: 112).
Pemberi Petunjuk dan Penolong
Allah SWT berfirman: Wa kafâ bi Rabbika Hâdiy[an] wa Nashîr[an] (dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong). Dalam ayat ini ditegaskan cukuplah bagi Allah SWT sebagai Hâdiy[an] wa Nashîr[an].
Menurut al-Jazairi, Dia sebagai Hâdiy[an] (Pemberi petunjuk) kepada jalan kemenangan dan keselamatan; dan Nashîr[an] (Penolong, Pelindung) bagimu atas semua musuhmu. Tak jauh berbeda, Fakhruddin al-Razi juga mengatakan bahwa Hâdiy[an], menunjukkan kepada kemaslahatan agama dan dunia; Nashîr[an],Pelindung dan Penolong atas para musuh. Perhatikan firman Allah SWT: Hai Nabi, cukuplah Allah (menjadi Pelindung) bagimu dan bagi orang-orang Mukmin yang mengikutimu (TQS al-Anfal [8]: 64).
Dalam konteks ayat ini, menurut Ibnu Katsir, petunjuk dan pertolongan itu diberikan kepada orang yang mengikuti Rasul, mengimani Kitab-Nya, membenarkan, dan mengikutinya. Maka, sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk dan Penolongnya di dunia dan akhirat. Masih menurut Ibnu Katsir, sesungguhnya Allah SWT berfirman: Hâ`diy[an] wa Nâshir[an] karena orang-orang musyrik menghalangi manusia untuk mengikuti Alquran, agar tidak ada seorang pun mendapatkan petunjuk dan sistem kehidupan mereka dapat mengalahkan sistem Alquran.
Musuh Nabi
Sejak diangkat sebagai utusan Allah SWT dan mendakwahkan Islam, Nabi SAW mendapatkan penentangan dan permusuhan dari sebagian kaumnya. Permusuhan mereka semakin besar, ketika beliau mendakwahkan Islam secara terbuka dan mendapatkan penerimaan luas dari masyarakat. Berbagai kejahatan dan tindakan buruk ditimpakan kepada beliau, seperti caci maki, intimidasi, pemboikotan, bahkan rencana pembunuhan.
Penentangan dan permusuhan bukan hanya dilakukan oleh beberapa orang, namun juga dari berbagai suku Arab yang ada saat itu. Jumlahnya bukan hanya puluhan atau ratusan orang, bahkan hampir dari seluruh kaum kafir Mekah.
Di antara mereka yang paling keras permusuhannya adalah Abu Lahab, pamannya sendiri. Ke mana pun Nabi SAW pergi, Abu Lahab mengikutinya, sambil mengatakan kepada setiap orang yang didakwahi Nabi SAW: “Janganlah kalian menaatinya, karena dia pendusta.” Bahkan Ummu Jamil, istri Abu Lahab, seringkali mengadu domba antara Nabi SAW dengan orang lain. Ia juga membawa duri sebagai perangkap untuk menyakiti Nabi SAW jika beliau keluar pada malam hari. Lebih dari itu ia tak segan-segan menyerang Khadijah ra. Kekejian Abu Lahab diberitakan dalam QS al-Lahab. Akhirnya, mereka pun pun mati dalam kekufuran.
Tak hanya di Mekah, di Madinah pun ada orang-orang yang memusuhi beliau. Mereka adalah dari orang-orang munafik dan Yahudi. Di antara mereka adalah Abdullah bin Ubay bin Salul, gembong kaum munafik.
Meskipun mereka menempuh aneka cara untuk membunuh dan menghentikan dakwah, namun mereka gagal. Tak sedikit di antara mereka yang binasa dan mati dalam keadaan amat mengenaskan.
Maka siapa pun yang menempatkan dirinya sebagai musuh nabi-Nya, kerugian dan penderitaanlah yang akan menimpa mereka di dunia dan akhirat. Semoga kita dijauhkan dari mereka. Wal-Lâa’lam bi al-shawâb.