+ResistNews Blog - Sebuah pengadilan Thailand menjatuhi hukuman mati terhadap lima muslim dalam kasus kerusuhan yang mengakibatkan empat tentara Thailand tewas. Keputusan timpang tersebut mendorong Human Rights Watch (HRW) menuduh pemerintah menerapkan “standar ganda” di wilayah selatan yang bergolak.
Negara Thailand didominasi oleh umat Buddha, namun khusus di wilayah Selatan terutama di tiga provinsi; Patani , Yala dan Narathiwat, mayoritas beragama Islam. Umat Islam yang minoritas kerap menjadi sasaran kebrutalan aparat pemerintah.
Pergolakan di wilayah Patani, Narathiwat dan Yala di Thailand Selatan sering diwarnai dengan aktivitas kekerasan. Kejadian seperti pengeboman, penembakan, pembakaran sekolah, penculikan, sabotase dan lain-lain, bisa dikatakan terjadi hampir setiap hari. Menurut Nik Abdul Ghani, peneliti di Prince of Songkhla University menyatakan keadaan ini sudah menjadi hal biasa dalam kehidupan penduduk di tiga wilayah, dia sendiri tidak heran tentang hal ini, tetapi akan aneh kalau tidak ada kematian dalam satu hari.
Pengadilan Pattani yang menjatuhi hukuman mati muslim karena membunuh empat tentara hanyalah lelucon yang tidak bisa diterima akal sehat.
Sunai Phasuk, seorang peneliti senior di Thailand pada Human Rights Watch mengungkapkan sindiran menarik tentang standar ganda yang diterapkan pemerintah Thailand kepada umat Islam.
“Sepuluh tahun berlalu dan selama itu pemerintah bertindak brutal serta kerap melanggar HAM, namun belum ada penuntutan atas tindakan keji tersebut,” kata Sunai.
“Kekerasan tidak datang dari warga muslim semata-mata. Aparat keamanan memiliki andil besar mengapa kejadian itu bisa terjadi,” lanjutnya. (wb/lasdipo/ +ResistNews Blog )