oleh: DR. Amir Mahmud, M.Ag
PENDAHULUAN
Sorot pandang sebuah karya seorang ulama berasal dari Jombang Jawa Timur, yang fenomenal Ustadz Abu Bakar Baasyir, adalah cerminan pada kepedulian seorang ulama kepada masyarakat, bangsa dan negara sebagai insan yang lahir dan dibesarkan di Indonesia. Tentu tidaklah heran semestinya ketika seorang ulama yang lahir diindonesia yang punya hak untuk memperbaiki dan membangun negeri ini dengan kealiman dan keimanan penuh tanggung jawab untuk meluruskan dan menasehatkan kepada kekuasaan yang disakralkan pada sebuah rezim yang tidak menjalankan dan tidak peduli kepada penegakan syariat.
Yang secara historis bahwa fungsi dan peran ulama ketika itu melawan penjajah asing yang non muslim ( kristen belanda, katolik protugal ), sampai kemerdekaan Republik Indonesia, semua pahlawan nasional negeri ini meneriakan Takbir sebagai simbul kebangkitan islam melawan penjajah yang non muslim.
Namun setelah merdeka justru berubah keadaan, sejumlah tokoh ulama yang mengeritik, dan menasehati pemerintah yang sekiranya dianggap bertentangan dengan penguasa disebut sebagai perusak, pengacau, radikal dan teroris mereka para Ustadz dan ulama disiksa dan dijebloskan dalam penjara bahkan dihukum oleh bangsanya sendiri layaknya kriminal.
Kini orde pembaharuan muncul kembali dengan style yang terlihat dengan kebebasan pendapat namun penjara bagi orang yang tidak kesepahaman dan tidak sependapat dengan penguasa. Sebagai bukti kehadiran ulama yang di rezim suharto dan reformasi ini tidak lepas dengan kehidupan penjara Ustadz Abu Bakar Baasyir, yang di rezim Gusdur ketika itu ada pemutihan bagi mereka yang berlawanan dan pelarian politik ketika rezim orba.
Terkait dengan itu semua menjadi keprihatinan bagi penguasa negri ini ketika seorang ulama Abu Bakar Baasyir memberikan nasehat tertulisnya kepada penguasa negri ini justru menjadi tertuduh dari sejumlah pemboman, penghalalan perampokan, dan tumbuhnya aksi teroris disejumlah aksi, oleh karena Buku yang beliau tulis didalam penjara dengan judul ”TADZKIROH”
PENJARA SEBAGAI LAHAN AMAL SOLEH
Di zaman penjajah banyak ulama menetang penjajah. Seperti: Dr. Syaikh Abdul Karim Amrullah (Buya Hamka), A. Hassan ( Persis ), KH. Ahmad Dahlan, KH. Hasym Asy’ari, Syaikh Ahmad Soorkati ( Al-Irsyad ), Syaikh Muhammad Arsyad Al-Banjari ( Kalsel ), Syaikh Basuni Imran (Kalbar), KH. Mas Mansyur, mereka adalah figur2 ulama yang tak pernah kompromi dengan penjajah.
Catatan literatur khasana keislaman telah memberikan jawaban bagi mereka yang teraniaya dan dipenjara, tidak sedikit ulama dari kehidupan dalam penjara membuahkan karya tulisan , sebagaimana Ustadz Sayid Qutb di Mesir, Maryam Jamilah di Turki, Abul ala al Maududi Pakistan dan masih banyak lainya, mengukir dengan ketajaman mata hatinya dengan ikhlas mampu mebongkar tabir kezaliman penguasa yang zalim sepanjang masa dengan mata pena dari seorang hamba yang hanya menjadikan dirinya mau diatur oleh zat yang memberikan hidupnya meskipun akhir hayatnya dihabiskan didalam penjara.
Sosok ulama ini di Indonesia adalah Ulama Abu Bakar Baasyir, yang menjadikan penjara sebagai amal saleh. Tentu dari karya buku Tadzkiroh yang ada akan lebih menjadi catatan sejarah kelak lahir pejuang-pejuang yang menyambut keemasan kebangkitan Islam yang dikarang oleh seorang ulama yang sebagaimana dalam suatu riwayat , diriwayatkan dari Ibnu Abbas r.a, dari Nabi shallallahu alaihi wasallam bersabda “barangsiapa mendatangi pintu penguasa maka ia akan terfitnah” ( HR Abu Dawud [2859]).
Diriwayatkan dari Abu Anwar as-Sulami r.a, ia berkata, “Rasulullah shallallahu alaihi wasallam bersabda, ‘Jauhilah pintu-pintu penguasa, karena akan menyebabkan kesulitan dan kehinaan‘,” Larangan bagi para ulama untuk “mendatangi pintu pengusaha” bukanlah larangan datang ke tempat penguasa atau larangan bekerjasama dengan penguasa bagi kepentingan masyarakat.
Tetapi Larangan bagi para ulama untuk “mendatangi pintu penguasa” adalah larangan dalam kalimat majaz yang artinya larangan bagi para ulama untuk “membenarkan” tindakan atau kebijakan penguasa yang bertentangan dengan Al Qur’an, Hadits, Ijma dan Qiyas . Pembenaran ini ada kaitannya dengan materi atau kepentingan duniawi.
”TADZKIROH” DAN REVITALISASI POTENSI UMAT ISLAM
Lahirnya pembaharuan pemikiran Islam yang bersentuhan dengan Timur Tengah Seperti HOS Cokroaminoto, KH.Ahmad dahlan, Agus salim, KH Hasym Ashari dan sebagainya dan dengan berdirinya Organisasi sosial keagamaan Seperti: SI ( Syarikat Islam thn 1905), SDI (1909 ), Muhammadiyah (1912), PERSIS (1920 ), NU (1926 ) dan sebagainya adalah sebagai respon terhadap krisis yang dihadapi umat Islam, yang berwujud Perlawanan terhadap Belanda, dan Jepang dalam mewujudkan Indonesia Merdeka., sebagai fakta potensi umat islam dalam mengusung kepada tatanan kehidupan bangsa yang bermartabat dihadapan dunia. Dan tentu menjadi faktor yang sangat signifikan dalam sejumlah rentetan peristiwa.
Asumsi tragedi kemanusiaan yang terjadi sejak tahun 2000 hingga kini di Indonesia , merajut kepada statemen prematur analisis yang berkepanjangan, menjustifikasikan kepada sekelompok maupun komunitas beragama yang dikenal dengan santri, tokoh agama, ormas dan pendidikan islam.
Sebagaimana diketahui bahwa propaganda tersebut datang dari mereka yang melihat islam sebagai ideologi yang menghambat pembangunan diberbagai sektor dan bahaya laten bagi keutuhuan negara republik Indonesia. Suatu yang sangat menyakitkan ketika Nafas umat Islam bangkit sebagai bukti perlawanan dan pedulinya terhadap segenap rakyat ini dari ancaman asing maupun yang merongrong negri ini dari bangsanya sendiri di klaim sebagai gerakan radikal dan aksi teroris.
Alasan ” menjaga keamanan” memang selalu menjadi prioritas utama dalam pertimbangan aparat keamanan , ini adalah sebuah fenomena fakta yang sangat kontras bila dibandingkan dengan pertimbangan-pertimbangan aksi sebab terjadinya peristiwa kekerasan tersebut.
Dengan demikian telah terjadi perubahan yang sangat jauh dalam cara pandang terhadap konsekuensi aksi teror tersebut. Salah satu bukti dari kejadian penangkapan dan penggerebekan aparat kemanan yang ada tidak sedikit menggunakan aksi intelijen menyusup menaruh dan menyebarkan sesuatu untuk dijadikan alat bukti sebagai tersangka.
Tidak beda dengan apa yang terjadi pada buku karangan Ustadz Abu Bakar Baasyir , sebagaimana Kapolri Jendral Sutarman, mengatakan bahwa buku Tadzkiroh Ustadz Abu Bakar Baasyir menghalalkan perampokan untuk tujuan teroris.
Begitupun Dalam perspektif Intelijen buku seperti ini masuk kategori penggalangan cerdas yang dilakukan oleh teroris, yang tentunya sangat berbahaya, disebut cerdas karena menggunakan al-quran yang subtansi kebenarannya diakui umat islam namun diproyeksikan secara keliru, sebagaimana dikatakan oleh Hendropriyono yang mengkaitkan kepada pergerakan dan dipaksakan masuk kepada sebuah doktrin yang melahirkan aksi teror, yang kemudian densus untuk menembak diluar prosedur.
Begitupun pernyataan Group Interest atau Binaan BNPT mereka adalah orang-orang mantan aktivis Islam ( Jamaah Islamiyah ) yang terlibat dalam dan jaringan bebrapa aksi peledakan kemudian tertangkap aparat ( seperti: Nasir Abbas, Ali Fauzi, Abdurrahman Ayub ) dan dilepaskan dengan ”bersyarat”, dan mereka kontra-produktif, sebagai kekecewaan dan perlawanan mereka terhadap Ustadz Abu Bakar Baasyir dengan mengungkap buku tersebut bermuatan pentakfiran ( Ditayangkan pada siaran TV one : ILC ).
Melihat kenyataan tanggapan pihak dari perlawanan tersebut diatas tidak tutup kemungkinan dibelakang dari kecaman dan statemen penyesatan hingga pemebredelan itu dimaksudkan, upaya kepentingan dari musuh Islam dan kepntingan Asing (Amerika) terhadap Ustadz Abu Bakar Baasyir dan seluruh pengikutnya (baca JAT) untuk dilibas dan dijadikan sebagai daftar hitam dan dibubarkan sebagaimana orde baru.
Di sinilah kekuatan oposisi disatu sisi menjadi penting bagi berlangsungnya potensi umat islam berdampak sebesar-besarnya bagi izzul Islam wal Muslim.
PENUTUP
Imam Ghazali menyitir dari suatu hadis nabi Muhammad saw: ulama yang paling buruk adalah ulama yang suka mengunjungi penguasa, sementara penguasa yang baik adalah yang sering mengunjungi ulama ( Ibnu Majah) kedekatan ulama dengan penguasa, memang banyak menyimpan kemungkinan penyimpangan, umumnya salafussaleh bersikap tegas dengan penguasa, dalam arti kata ulama akan mendukung penguasa jika dalam menegakkan kebenaran
- Adanya pencitraan buruk terhadap Ust. Abu Bakar Baasyir pada karya bukunya Tadzkiroh, dibenturkan dengan aksi Perampokan dan pengkafiran
- Adanya manuver intelijen yang sengeja untuk memecah belah persatuan umat islam yang kemudian dihadapkan kepada JAT. Dan pengikutnya.
Oleh karena itu , sungguh sangatlah disayangkan sebagai lembaga terhormat yang mengayomi masyarakat Kapolri yang sejak dini memberikan pernyataan negatif terhadap buku fenomenal Tadzkiroh karya Ustadz abu Bakar Baasyir sebagai Amir JAT diundang untuk dimintai klarifikasi dan pandangan ilmiah secara terbuka yang dididatangkan Narasumber untuk mendudukan persoalan yang berkembang , dengan maksud dapat mempertanggung jawabkan secara ilmiah, tidak sebagaimana penghakiman buku Tadzkiroh pada tayangan ILC yang di-setting di siaran TV One. [shoutussalam.com/ +ResistNews Blog ]