Oleh: Muhammad Pizaro Novelan Tauhidi, Jurnalis Muslim
DEWASA ini pemberitaan terkait perselisihan mujahidin di Suriah mewarnai berbagai media Islam di Tanah Air. Pemberitaan diturunkan dengan cukup keras. Dari mulai menyebut kelompok tertentu sebagai durhaka, nifaq, pengkhianat. Sebaliknya, pendukung kelompok yang dituduh balik melakukan “serangan” dengan melempar kata-kata Khawarij, pemberontak, mujahidin palsu dan lain sebagainya.
Sungguh, ini benar-benar fitnah mengerikan bagi umat Islam. Di saat para mujahidin bersusah payah untuk membebaskan Syam dan membantu warga, sebagian kaum muslimin justru menyiram bensin untuk membumbungkan api perselisihan di antara mujahidin.
Bahwa ada perselisihan di antara mereka, iya. Karena sebagai manusia biasa tentu mujahidin tidak lepas dari kesalahan. Namun menyikapinya dengan ekstrem dan ghuluw tentu akan kontraproduktif dengan perjuangan muslimin Suriah itu sendiri.
Padahal, info yang penulis dapati bahwa Sekjen Rabithah Ulama Syam, Syekh Usamah Ar-Rifai, tengah berupaya untuk meredakan konflik sesama mujahidin.
Ulama kenamaan Syam yang akrab dengan muslim Indonesia dengan kitabTafsir Al Wajiz ini terus berusaha untuk menyatukan shaf-shaf mujahidin. Meski belum ideal, tapi upaya ini sangat bermanfaat bagi persatuan barisan umat Islam.
Jika sebagian kaum muslimin larut dalam problematika panjang, maka Syekh Usamah Ar-Rifai lebih senang untuk memikirkan solusi bagaimana mengurai masalah ini. Tidak ada sedikitpun gurat pesimis dalam wajah beliau, karena hanya optimisme terpancar dalam dirinya dalam melihat masa depan Syam.
Tanpa kenal lelah, Ulama kharismatik ini senantiasa mentarbiyah ratusan da’i di Suriah, untuk dikirim kepada masing-masing katibah. Dan itu dilakukan tanpa perlu mencela salah satu pihak. Karena perpecahan antara shaf-shaf ahlussunah hanya akan menguntungkan Syiah, Amerika, dan Israel.
Seruan persatuan juga diumumkan oleh Syekh Aiman Al Zawahiri. Beliau menyerukan agar faksi-faksi pejuang di Suriah menghentikan konflik satu sama lain dan membentuk sebuah komite peradilan untuk menyelesaikan perbedaan pendapat di antara mereka.
“Hati kami dan hati umat Islam menggantungkan harapan pada kalian, yang telah berdarah karena pertikaian yang telah menyebar di antara barisan orang-orang mengobarkan jihad untuk Islam,” kata Syekh Aiman Al Zawahiri.
Melihat kondisi ini, maka biarkanlah mereka bekerja. Karena para ulama di Syam adalah pihak yang sangat memahami kondisi medan di Suriah. Bukan kita, yang berjarak puluhan ribu kilometer dari Syam dan hanya membaca pergerakan jihad di Suriah di depan layar komputer dan tempat ber-AC.
إِنَّمَا الْمًؤْمِنُوْنَ إِخْوَةٌ فَأَصْلِحُوْا بَيْنَ أَخَوَيْكُمْ وَاتَّقُوْا اللهَ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُوْنَ
“Orang-orang beriman itu sesungguhnya bersaudara. Sebab itu damaikanlah (perbaikilah hubungan) antara kedua saudaramu itu dan takutlah terhadap Allah, supaya kamu mendapat rahmat.” (Al-Hujurat : 10)
Sungguh, berita perselisihan mujahidin yang disikapi sangat ekstrim dan memancing perseteruan, adalah momen yang ditunggu-tunggu oleh Amerika Serikat dan Suriah.
Di tengah larutnya umat Islam dalam blow-up perpecahan mujahidin, Barat dan Suriah justru sukses melaksanakan Konferensi Jenewa II. Tidak banyak umat Islam menyoroti konferensi ini. Padahal Konferensi ini adalah langkah nyata bersatunya oposisi sekuler, Assad dan AS untuk kembali merebut kembali wilayah Syam.
Sudah menjadi rahasia umum bahwa Amerika adalah peserta paling kuat dalam Konferensi Jenewa. Kekuatan Amerika terepresentasi dalam kehadiran menteri luar negerinya John Kerry bersama delegasinya yang diketuai oleh deputi politik sekjen PBB Jeffrey Feltman. Sebagai Deputi Luar Negeri era Clinton, Feltmen adalah pilar politik luar negeri Amerika untuk memuluskan misi Paman Sam dalam masalah internasional.
Maka untuk menjalankan skenario bawah tanah guna memukul mundur Mujahidin, media Barat sengaja mengalihkan perhatian umat Islam dengan menurunkan pemberitaan bahwasanya “Konferensi berjalan deadlock”. Bahwa tidak ada kesepakatan berarti antara pihak Oposisi dengan pemerintah Suriah.
Padahal, diam-diam, telah terjalin kesepakatan antara pihak Assad, Barat, dan oposisi sekuler yang sengaja tidak diangkat oleh media, yakni kesepakatan untuk memerangi terorisme. Sebuah kalimat khas yang selama ini ditujukan kepada kelompok pejuang Islam di Suriah!
“Delegasi Suriah mengarahkan (diskusi) terhadap prioritas yang menghentikan penderitaan, mengakhiri terorisme dan menyingkirkan tentara bayaran yang datang dari seluruh dunia ke Suriah,” kata Dr. Bouthina Shaaban, penasihat Presiden Al-Assad bidang Politik dan Media.
Jauh sebelum konferensi Jenewa II dilaksanakan, Barat sudah mengatur bagaimana caranya agar eksistensi Pemerintahan Bashar Assad bisa dipertahankan. Desember 2013, mereka mengadakan pertemuan dengan pihak oposisi sekuler di London.
Dalam pertemuan itu, Barat meminta pihak oposisi untuk tidak menjatuhkan Bashar. Sebab, jika Bashar jatuh, Barat justru akan mendapatkan ancaman baru dari kelompok Mujahidin.
“Mitra-mitra Barat kami di London menjelaskan bahwa Assad tidak bisa dijatuhkan, pasalnya menurut mereka, tumbangnya Assad pada kondisi seperti sekarang ini akan menciptakan kekacauan, dan akan berujung dengan berkuasanya kelompok Islam ekstrem di Suriah,” kata petinggi koalisi oposisi seperti dikutip Reuters.
Upaya meredam pihak oposisi sekuler untuk menjatuhkan Bashar adalah jalan yang harus ditempuh oleh Barat. Karena satu-satunya cara jitu untuk menahan laju kebangkitan umat Islam di Syam, adalah mempertahankan eksistensi Bashar.
Amerika belajar betul dalam kasus Irak, bahwa Syiah adalah mitra strategis untuk memukul upaya penegakan Daulah Islamiyah. Dan kasus naiknya Nouri Al Maliki adalah pelajaran penting yang harus dipetik oleh umat Islam.
Maka, melihat peta politik ini, kita benar-benar berhadapan dengan musuh yang memiliki rencana matang, sistematis dan dilaksanakan di tengah-tengah lelapnya umat Islam untuk meneropong strategi musuh dan memilih larut dalam “euforia” perpecahan mujahidin.
Untuk urusan ini, Zionis adalah pihak yang paling piawai dalam memainkannya. Lihatlah bagaimana Israel membormbardir Palestina 18 November 2012 lalu untuk memecah fokus mujahidin. Dan, hal itu dilakukan Israel beberapa hari setelah koalisi mujahidin Suriah sepakat untuk mendirikan Khilafah. “Jatuhnya Suriah akan membuat ancaman Serius bagi Israel,” kata Netanyahu tanggal 14 November.
Israel sangat menyadari, bahwa berhasilnya umat Islam menjatuhkan Bashar akan menjadi masalah serius bagi eksistensi penjajahan Zionisme Internasional. Bukan tidak mungkin bebasnya Syam (Suriah), akan menjadi tonggak untuk bebasnya masjidil Aqsha.
Konferensi Jenewa benar-benar menjadi epicentrum bagaimana strategi Assad dan Amerika ke depan untuk memukul mundur mujahidin dan merampas kembali daerah-daerah yang dikuasai umat Islam. Semuanya itu dilakukan untuk menghancurkan Syam.
Maka hentikanlah menari-nari di balik perselisihan mujahidin. Sikap mudah menunjuk hidung satu kelompok benar dan yang lain salah tidak akan pernah membawa maslahat.
Cara bijak yang bisa kita laksanakan adalah mendoakan mereka bukan justru menambah masalah baru bagi mereka. Semoga Allah senantiasa menguatkan kaum muslimin di Suriah dan melindungi setiap mujahidin di Suriah.
رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا ذُنُوبَنَا وَإِسْرَافَنَا فِي أَمْرِنَا وَثَبِّتْ أَقْدَامَنَا وَانْصُرْنَا عَلَى الْقَوْمِ الْكَافِرِينَ
“Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam urusan kami dan tetapkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum kafir” (QS Ali Imron 147) [islampos.com/ +ResistNews Blog ]