Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
AFWAN saya ingin bertanya, apakah ada bukti kerjasama yang dilakukan antara Suriah di zaman Hafez Assad dengan Israel. Yang saya tahu kedua negara terlibat peperangan dalam Perang Arab Israel. Tapi jika memang mereka bekerjasama, hal ini harus diungkap sebagai catatan bagi kaum muslimin. Syukran atas jawabannya.
Muhammad Nafis
Wa’alaikumsalam warahmatullahi wabarakatuh
Hafez Assad adalah ayah kandung Bashar Assad. Dia banyak berperan dalam memerangi kaum muslimin di Suriah. Hafez Assad juga seorang Nushairiyah fanatik, pengusung gagasan Partai Nasional Suriah.
Peperangan antara Suriah dan Israel tampaknya hanya berlangsung dalam batas-batas tertentu tanpa bermaksud untuk saling melumpuhkan. Menariknya, dalam berbagai realita di lapangan, fakta menunjukkan loyalitas Hafez Assad kepada Israel.
Syekh Abu Mushab As-Suri dalam bukunya Ahlussunah Fi Asy Syam Fi Muwajahati an-Nushairiyah wa as-Shalbiyyah wa al-Yahudi mengungkapkan sederet fakta kedekatan Hafez Assad dengan Yahudi. Dalam misi militer enam bulan di London, Yahudi dan Salib Internasional merancang skenario untuk menaikkan peranan Hafez Assad di Suriah.
Saat menjadi menteri Pertahanan, Hafez Assad pun diam-diam menyutradarai penyerahan dataran tinggi Golan (yang tadinya milik Suriah) kepada tentara Israel tanpa perang.
Bukti tersebut kemudian ditulis oleh Khalil Musthafa dalam bukunya Suquthul Jaulan (Jatuhnya Golan ke Tangan Israel).
Khalil Musthafa adalah Intelijen Suriah di Qunaithirah dalam perang Arab Israel tahun 1967. Khalil Musthafa kemudian membelot dan menulis kelicikan Hafez Assad yang menjual Golan kepada Israel dalam buku ini.
Guna memuluskan “pemberian” dataran tinggi Golan ke tangan Israel, Hafez Assad juga merancang penarikan pasukan Suriah dari perbatasan. Penarikan ini dilakukan dalam momentum Perang Arab Israel. Saat itu koalisi Mesir, Suriah, dan Yordania bersatu melawan Israel.
Dokumen penarikan pasukan itu terungkap dalam laporan militer No. 66 yang dikeluarkan oleh Departemen Pertahanan sebagaimana dikutip oleh Abu Mushab As-Suri. Sedangkan laporan secara terperinci banyak diceritakan oleh para perwira militer Suriah, Mesir, dan Jordan saat itu.
Salah satunya, apa yang dikatakan oleh Perdana Menteri Jordan Saad Jum’ah dalam bukunya Al Muamarah Al Kubra wa Ma’rakatu Al Mashir. Saad Jum’ah bercerita bahwa pada 5 Juni 1967, seorang Duta Besar di Damaskus datang kepadanya dengan mengutip teks telegram dari Israel yang meyakinkan bahwa Angkatan Udara Israel telah menghabisi Angkatan Udara Mesir, tapi Israel tidak bermaksud menyerang pemerintah Suriah.
Setelah berhasil menjadi Presiden Suriah lewat kudeta putih, Hafez Assad pun mulai menjalankan kebijakan-kebijakan yang menyasar Ahlussunah. Untuk itu, Hafez Assad melakukan penguasaan penuh kelompok Nushairiyyah atas elemen-elemen penting negara dengan angkatan bersenjatanya; darat, laut, dan udara, polisi, aparat keamanan dengan segala cabangnya yang bermacam-macam, dinas, intelijen, dan penjaga perbatasan.
Pada tahun 1973, misalnya, Hafez Assad menghapus kata ”agama Negara adalah Islam” dari undang-undang. Hal itu memaksa para ulama untuk melakukan demonstrasi demi menuntut kembalinya kata tanpa makna tersebut.
Pada tahun 1976 Pasukan Suriah bekerja sama dengan milisi Salib Maron mengepung dan menyerang kamp pengungsi Palestina di Zaatar,Yordania. Di dalam kamp tersebut bernaung setidaknya 7.000 pengungsi Palestina. Selain itu kamp Zaatar juga menampung 14.000 penduduk Lebanon yang tengah menghadapi aliansi kaum Kristen di Lebanon.
Ketika artileri Suriah menggempur kamp itu, Angkatan laut Israel memblokade dari laut dengan meluncurkan bom bercahaya. Saat itulah pasukan batalyon pimpinan Hafez Assad maju untuk melakukan pembantaian. Korban tewas dari pembunhan mengerikan itu mencapai 6000 jiwa dan menyisakan kamp pengungsi yang hancur lebur.
Kerjasama antara kedua negara kemudian berlanjut pada tahun 1982. Saat itu, bersama rezim Suriah, Israel menyerang Lebanon dan mengepung Beirut.
Mereka mengatur pembantaian warga Sunni di kamp-kamp Sabra, Satila dan Burj Barajinah, yang merenggut nyawa umat Islam. Kebanyakan mereka adalah warga Palestina dan penduduk local Lebanon. Sekitar 3.500-8.000 orang, termasuk anak-anak, bayi, wanita, dan orang tua dibantai dan dibunuh secara mengerikan. [islampos/ +ResistNews Blog ]