-->

Koreksi Terhadap Syaikh Aiman Seputar Permasalahan di Syam

Koreksi Terhadap Statemen Terakhir Doktor Aiman Adh Dhawahiriy Seputar Permasalahan Syam                                      
Ditulis Oleh: Syaikh Abu Umar Al Hanbaliy
Alih Bahasa: Abu Sulaiman Al Arkhabiliy
Bismillah, Segala puji hanya milik Allah, shalawat dan salam semoga dilimpahkan kepada Rasulullah, Amma Ba’du:
Di antara hal yang tidak ada keraguan di dalamnya adalah bahwa Al Kitab dan As Sunnah Ash Shahihah itu tidak mungkin salah, dan adapun manusia maka sangat mungkin mengalami hal yang tidak bisa dihitung berupa kondisi-kondisi yang menghantarkan kepada kekeliruan dan penyelisihan kebenaran; oleh sebab itu maka hal yang wajib dilakukan oleh setiap muslim adalah berpegang teguh dengan Al Kitab dan As Sunnah, bukan berpegang teguh dengan para tokoh.
Mujtahid yang mengikuti nushush syar’iyyah itu mendapatkan ketenangan, dan dia itu bagaimanapun keadaannya berkisar antara satu pahala dan dua pahala. Dan adapun muqallid yang mengikuti para tokoh, maka dia itu dalam kelelahan dan kebingingungan dari urusannya, dia kadang mengekor di belakang ini dan di saat yang lain dia mengekor di belakang ini dan itu, dia tidak mengetahui bagaimana para tokoh itu sampai kepada Al Haq dan tidak mengetahui bagaimana mereka itu salah, akan tetapi dia itu pengikut mereka yang menjadi baik dengan baiknya mereka dan menjadi buruk dengan buruknya mereka.
Ibnu Hazm rahimahullah berkata di dalam Al Muhalla prihal keutamaan ijtihad dan keburukan taqlid: “Mujtahid yang keliru adalah lebih utama di sisi Allah daripada muqallid yang menepati kebenaran,”.
Sedangkan dalil yang menunjukkan bahwa keterjagaan dan keselamatan itu adalah dengan mengikuti Al Kitab dan As Sunnah, adalah firman Allah Ta’ala: “Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu bukti kebenaran dari Tuhanmu. (Muhammad dengan mukjizatnya) dan telah Kami turunkan kepadamu cahaya yang terang benderang (Al Quran). Adapun orang-orang yang beriman kepada Allah dan berpegang teguh kepada (agama)-Nya niscaya Allah akan memasukkan mereka ke dalam rahmat yang besar dari-Nya (surga) dan limpahan karunia-Nya….”(An Nisaa: 174-175),
Dan firman Allah Ta’ala:”Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikut petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.”(Thaha: 123), dan nushush lainnya.
Kami saat mengambil dari para syaikh dan Thullabul Ilmi ilmu mereka, maka seseungguhnya kami pada hakikatnya mengambil dari mereka pemahaman permasalahan dan pandangan yang benar terhadapnya, kemudian kami setelah itu berijtihad di dalam mencapai Al Haq, bukan bahwa kami itu mengambil segala apa yang muncul dari mereka dengan tanpa memilah-milah, karena kami ini berjalan bersama dalil ke mana dalil itu berjalan, dan kami berputar bersama Al Haq ke mana saja dia berputar.
Dan dalam sikap itu tidak terkandung pengkerdilan dan pelecehan terhadap ulama dan shalihin, justeru itulah kewajiban syar’iy yang tidak boleh selainnya, dengan disertai sikap kami mengudzur dan menghormati ahli ilmu dan orang-orang yang memiliki keutamaan dan memiliki keterdahuluan di dalam jalan ini.
Semua orang itu diambil dan ditolak ucapannya selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan barangsiapa mengklaim bahwa selain Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki sifat ini, maka ucapannya itu batil lagi tertolak berdasarkan nushush Al Kitab, Assunnah dan ijma.
Dan dikarenakan Allah telah memberikan akal kepada kita dan menjadikannya sebagai kisaran taklif dan penetapan sangsi, maka kita tidak boleh secara syar’I menggugurkan akal atau membekukannya, apalagi di dalam urusan yang mana kita dan Doktor Aiman berserikat di dalam mengetahuinya, dan itu seperti memahami realita keadaan di medan Suriah.
Di dalam hal ini kita dan Doktor Aiman sama, dari sisi di mana kita membangun hukum berdasarkan informasi-informasi yang kita dapatkan yang bersumber dari orang-orang tsiqat, di mana Doktor Aiman hafidhahullah tidak berbicara tentang urusan di Khurasan (Afghanistan), sehingga bisa dikatakan bahwa beliau berbicara tentang kejadian yang beliau ketahui langsung tanpa diri kami hadir di sana, akan tetapi beliau berbicara tentang kejadian yang beliau mendapatkan infonya dari orang lain, sebagaimana kami juga mendapatkan info tentangnya dari orang lain pula.
Bila para penyampai berita kepada kami itu adalah orang-orang tsiqat lagi adil dan mereka telah menyampaikan kepada kami apa yang mereka lihat atau dengar langsung, maka apa alasannya kami meninggalkan mereka dan mengambil ucapan Doktor Aiman? Apalagi kami mengetahui benar bahwa di antara para tokoh penyampai berita kepada Doktor itu adalah Al Jaulaniy, Abu Mariyah dan Abu Khalid As Suriy, sedangkan mereka itu adalah seteru (saingan) Daulah Islamiyyah.
Ya, seandainya Doktor Aiman itu berbicara tentang urusan yang tidak kami ketahui dan tidak kami mumpuni, tentu bolehlah kami mengambil ucapannya dikarenakan beliau menyampaikan apa yang tidak kami saksikan, sedangkan beliau itu tsiqat menurut kami, akan tetapi tatkala masalahnya tidak seperti itu, maka bolehlah bagi kami untuk mengajaknya diskusi di dalam hukum itu dan di dalam tata cara penerapannya kepada realita.
Kemudian bila seseorang berupaya menghalangi kami dari berdiskusi dengan Doktor dan mendebatnya dikarenakan beliau itu memiliki keutamaan dan keterdahuluan di dalam jalan ini. Maka dikatakan kepadanya: Apakah ini terlarang secara syar’iy? Kemudian bila dia menjawab: Ya,” maka kami menuntutnya agar membawakan dalil, dan dia tidak akan mendapatkan dalil yang membelanya. Dan bila dia mengatakan: Tidak, hal itu tidak dilarang secara syar’iy,” maka kami katakan kepadanya: Maka kenapa kamu mengharamkan kepada kami apa yang telah Allah halalkan?
Bila kita memperhatikan ucapan Doktor Aiman hafidhahullah wa saddadah, maka kita akan mendapatkan bahwa Syaikh Doktor telah berbicara tentang kondisi Suriah yang pelik lagi rumit yang yang kusut masuk di dalamnya berbagai pihak intelejen Internasional dan regional, beliau berbicara dengan pernyataan politik yang ringkas sekali yang kosong dari perincian yang berdurasi lima menit dan sembilan belas detik saja!
Dan sebenarnya pernyataan Sang Doktor yang mulia ini mengandung pen-generalisir-an dan kesamaran, dan ia itu tidak pantas untuk menjadi statmen dari seorang tokoh lagi panglima yang memiliki pengalaman dan keterdahuluan, yang di dalamnya menjelaskan sikap syar’iy terhadap tragedi-tragedi yang di dalamnya banyak darah yang terjaga ditumpahkan, dan ditawan di dalamnya para isteri kaum muslimin serta pemerkosaan sebagian mereka.
Sebagaimana Sang Doktor telah menyelisihi kebenaran di dalam statmennya saat menyebut para muqatilin di Suriah sebagai mujahidin muslimin secara keseluruhan, dan beliau tidak menerima bila disematkan kepada (sebagian) mereka tuduhan kemurtaddan dan keluar dari agama.
Itu dikarenakan bahwa di antara para muqatilin itu ada orang yang bekerjasama dengan Barat dan membantu mereka terhadap kaum muslimin dan terang-terangan mengatakan bahwa perujukan setelah jatuhnya Basyar adalah kepada kotak suara dan demokrasi, sedangkan hal ini adalah terbukti nyata lagi tidak diragukan, padahal ia adalah pembatal keislaman tanpa diragukan.
Sebagaimana di sana ada macam yang lain, yaitu mereka walaupun secara syar’iy belum terbukti di hadapan kami pelaksanaan mereka terhadap konspirasi asing, akan tetapi bahwa tuduhan dan kecurigaan itu mengitari mereka serta tuduhan-tuduhan terhadap mereka berupa penjalinan hubungan dengan pihak-pihak internasional dan regional adalah sangat kuat sekali.
Dan minimal sematan bagi mereka itu adalah bahwa mereka itu tidak tsiqat dan tidak jelas manhaj dan jalannya, sedangkan tidak diragukan bahwa orang tidak tsiqat dan orang tidak jelas itu tidak boleh dibariskan di barisan jama’ah-jama’ah islamiyyah muqatilah; dikarenakan jihad itu amanah yang tidak dijaga kecuali oleh orang-orang tsiqat lagi adil.
Kemudian kami tidak mengetahui apakah tuduhan-tuduhan yang dihembuskan pada urusan orang-orang yang diragukan itu itu sudah diketahui oleh Doktor yang mulia atau belum? Bila beliau telah mengetahuinya dan mendiamkannya; maka sesungguhnya kami tidak setuju dengan pendapat beliau itu berupa sikap diam dan menyamakan antara orang-orang yang diragukan dengan orang-orang adil lagi bertaqwa.
Dan bila beliau belum mengetahuinya, maka orang yang mengetahui itu adalah hujjah atas orang yang belum mengetahui, sedangkan penghukuman terhadap sesuatu itu adalah cabang dari pengetahuan terhadap realita permasalahan.
Dan apakah dibenarkan sikap Doktor melewati begitu saja di dalam ucapannya tentang fitnah itu, sehingga kami tidak mengetahui di atas dasar apa Doktor Aiman itu membangun vonisnya terhadap kejadian-kejadian tersebut bahwa itu adalah fitnah dan bahwa semua peperangan itu adalah peperangan di antara kaum muslimin.
Hendaklah kita mengetahui ini dan memastikan darinya, sebenarnya hal yang wajib atas Syaikh hafidhahullah adalah menjelaskan ucapannya secara terperinci dengan dalil-dalil, bukti-bukti dan kejadian-kejadian, agar beliau melenyapkan isykal dan menghilangkan kesamaran, supaya kita mengetahui siapa sebenarnya sumber fitnah itu supaya ia diperangi.
An Nawawiy rahimahullah berkata di dalam Syarh Shahih Muslim juz 18 hal 9: “Para ulama telah berselisih prihal qital fitnah, di mana segolongan ulama mengatakan: Tidak boleh berperang di fitnah-fitnah kaum muslimin, dan bila mereka masuk mengejar ke dalam rumahnya dan ingin membunuhnya, maka dia tidak boleh menghadang untuk membela dirinya, dikarenakan orang yang menginginkan untuk membunuh dia itu adalah orang yang mentakwil, dan ini adalah madzhab Abu Bakrah radliyallahu ‘anhu dan yang lainnya.
Ibnu Umar dan Imran Ibnu Al Hushain radliyallahu ‘anhum serta yang lainnya berkata: Tidak boleh masuk ke dalamnya, akan tetapi bila dia diserang maka boleh membela diri. Dua madzhab ini sepakat untuk tidak masuk di dalam seluruh fitnah-fitnah (perseteruan peperangan) di dalam Islam.
Mayoritas sahabat dan tabi’in serta keumuman ulama islam berkata: Wajib membela pihak yang benar di dalam fitnah dan bangkit bersamanya untuk memerangi orang-orang yang aniaya, sebagaimana firman Allah Ta’ala:”Maka perangilah pihak yang aniaya..”(Al Hujurat: 9).
Dan inilah pendapat yang benar, dan hadits-hadits itu dibawa maknanya kepada orang yang belum jelas pihak yang benar di hadapannya atau dibawa kepada dua kelompok yang dhalim yang keduanya tidak memiliki takwil. Dan seandainya (kebenaran) itu seperti apa yang dikatakan oleh kelompok ulama yang pertama, tentu pasti nampaklah kerusakan dan lancanglah orang-orang yang aniaya dan orang-orang batil.” Selesai.
Dan di antara hal yang saya amati pada ucapan-ucapan Doktor Aiman adalah bahwa beliau sering mengulang-ualang ucapan “Bahwa ia tidak ridlo bila seseorang memaksakan dirinya terhadap manusia.”.
Maka apakah Sang Doktor menyindir seseorang? Atau bahwa ucapannya itu umum begitu saja.
Bila ternyata Syaikh Doktor itu memaksudkan Syaikh Abu Bakar Al Baghdadiy dengan sindiriannya itu, maka sesungguhnya kami tidak mengetahui bahwa Al Baghdadiy itu memaksa penduduk Syam dengan sesuatu pada dirinya, padahal sebenarnya secara syar’iy hal yang wajib adalah mengharuskan semua manusia untuk masuk di bawah satu kepemimpinan satu amir yang memerintah mereka dengan syari’at Allah demi tercapainya mashlahat syar’iyyah yang umum. Wallahu A’laa wa A’lam.
Ditulis secara terburu-buru oleh Abu Umar Al Hanbaliy.
Penterjemah berkata:
Selesai pada tanggal 24 Rabi’ Al Awwal 1435H/27-01-2014M di LP Kembang Kuning Nusakambangan.
Shoutussalam Islamic Media
[shoutussalam.com/ +ResistNews Blog ]