+ResistNews Blog - Libya mengumumkan keadaan darurat selama 48 jam di ibukota, Tripoli, di tengah bentrokan fatal yang menewaskan lebih dari 40 orang tewas dalam dua hari.
Pada hari Jumat, sebuah demonstrasi damai anti-milisi di ibukota berubah menjadi kekerasan.
Kekerasan pecah ketika sejumlah pria bersenjata menembaki ratusan pengunjuk rasa membawa bendera putih di distrik selatan Gharghour, dimana milisi Misrata bermarkas.
Pemerintah Libya menyatakan keadaan darurat setelah korban tewas lainnya dan puluhan orang lainnya terluka dalam bentrokan serupa di pinggiran timur Tripoli dari Tajuraon pada Sabtu (16/11) seperti dilansir PTV.
Pemerintah setempat telah mengumumkan pemogokan umum selama tiga hari dalam menanggapi kekerasan baru-baru ini.
Ribuan demonstran berkumpul di pusat kota untuk mengingat mereka yang tewas pada tanggal 15 November.
Pemerintah telah menyatakan hari berkabung selama tiga hari. Pemerintah juga meminta untuk menahan diri, dimana Perdana Menteri Libya Ali Zeidan menyerukan gencatan senjata dan mendesak semua milisi untuk meninggalkan Tripoli.
Zeidan mengecam pembunuhan demonstran. “Demonstrasi itu damai dan telah diizinkan oleh Departemen Dalam Negeri, dan kemudian para demonstran menembaki mereka pada saat memasuki distrik Gharghur,” katanya seperti dikutip dari reuters dan AFP.
Sementara itu, Misi Dukungan PBB di Libya (UNSMIL) mendesak segera diakhirinya pertumpahan darah.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengutuk kekerasan dan mendesak menahan diri dalam sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri.
“Kami sangat prihatin dengan kematian dan banyaknya warga Libya yang terluka dalam bentrokan terakhir di Tripoli,” kata Kerry dalam sebuah pernyataan “Kami mengutuk penggunaan kekerasan dalam segala bentuknya dan mendesak semua pihak untuk menahan diri dan mengembalikan ketenangan,”
Hampir dua tahun setelah jatuhnya mantan diktator Muammar Qaddafi dalam pemberontakan rakyat, Libya masih diganggu oleh pelanggaran hukum dan ketidakamanan, dimana kelompok bersenjata memamerkan kekuatan mereka.
Selama beberapa bulan terakhir, Tripoli dan sekitarnya mengalami bentrokan antara milisi saingan yang berpartisipasi dalam pemberontakan 2011.
Warga Tripoli sering berdemonstrasi menentang milisi. Mantan pemberontak menolak untuk meletakkan senjata mereka, meskipun ada upaya oleh pemerintah pusat untuk menerapkan hukum dan ketertiban. (kiblat.net/ +ResistNews Blog )