Setiap kali bulan Ramadhan tiba, Rasulullah saw. dan para khulafaur Rasyidin menyambut dengan suka cita. Sebagai pemimpin dan pengayom masyarakat, mereka memberikan kabar gembira tentang keberkahan bulan Ramadhan (syahrun mubarak) dan memberikan petunjuk agar umat Islam memanfaatkan hari-hari dan malam bulan yang agung (syahrun azhim) itu dengan ibadah shiyam, sholat tarawih, tilawah dan tadarus Alquran, memberikan makanan untuk buka shaum, berbagi rizqi dengan fakir miskin, dan jihad fi sabilillah.
Berbeda dengan Nabi saw. dan para khalifah penggantinya pernah mengukir prestasi menguasai dunia menaklukkan Rumawi dan Persia, pemerintah Indonesia yang menderita penyakit inferior dan terlilit utang LN di tengah-tengah alam Indonesia yang super kaya justru memberikan pernyataan yang justru meresahkan umat Islam seperti mengancam ormas Islam yang akan melakukan sweeping miras dan tempat-tempat maksiat.
Pernyataan bernada memojokkan dan meresahkan umat Islam itu tampaknya dipicu dan dipancing oleh pertanyaan awak media. Ini seperti yang saya lihat dalam talkshow “Mata Najwa” bersama Wakapolri Komjen Pol Nanan Sukarna di Metro TV di awal Ramadhan lalu.
Saya katakan kepada Najwa Shihab atau akrab dipanggil Nana, sang presenter, sweeping atau razia tempat maksiat adalah kewajiban mulia, termasuk dalam amal “Amar Makruf Nahi Munkar”. Allah SWT memerintahkan hal itu (QS. Ali Imran 104) dan bahkan menyebutnya sebagai unsur dari sifat umat terbaik (khairu ummah) dari umat Islam (QS. Ali Imran 110).
Nana mengkonfrontir pendapat saya kepada Wakapolri bahwa ormas yang ada di lingkungan Forum Umat Islam (FUI) tetap akan melakukan sweeping. Wakapolri mengatakan bahwa Kapolri sudah menginstruksikan agar dalam bulan Ramadhan para pimpinan Polri dari Kapolda hingga kapolsek melakukan tindakan pre-emptive agar melakukan kerjasama yang baik dengan ulama dan para pimpinan ormas dalam seluruh tingkatan agar tidak ada sweeping.
Saya katakan bahwa sweeping atau razia itu bentuk partisipasi masyarakat yang diakui dalam UU 8/1981 tentang KUHAP pasal 111. Untuk lebih meyakinkan dalam talkshow tersebut saya bacakan pasal 111 itu : (1) Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, ...,menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik.
Artinya, sweeping minuman keras dan tempat maksiat itu seperti kita melihat seorang perampok merampas harta dan kehormatan seorang wanita tetangga kita di depan kita. Maka kita harus bertindak menangkap pelaku kemaksiatan alias kriminal itu. Tidak mungkin kita mendiamkannya dengan alasan bukan petugas, bukan polisi. Justru kita harus bertindak, bahkan kalau perlu perlu menggebukinya (kalau melawan) baru serahkan kepada polisi. Pasal KUHAP tersebut memberi hak. Apa salahnya?
Lagi pula Nabi saw. memerintahkan sebagaimana sabdanya saw: “Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran hendaknya dia mengubah dengan tangannya, kalau tidak mampu dengan lisannya, kalau tidak mampu dengan hatinya...” (Sahih Muslim Juz 1/50).
Namun mbak Nana dan pak Nanan tampak keukeuh bahwa ormas tidak boleh sweeping, cukup lapor saja. Saya katakan hadits di atas diamalkan dengan ilmu. Harus dibedakan antara amar makruf nahi mungkar dengan izalatul mungkar. Amar makruf artinya menyuruh perbuatan yang baik, dilakukan dengan mulut, misalnya saya katakan, alangkah bagusnya kalau mbak Nana pakai jilbab....Nahi mungkar itu melarang dengan lisan. Kalau menghilangkan kemungkaran (izalatul munkar), itu prinsipnya menghilangkan, kalau mampu dengan kekuatan, ya harus dengan kekuatan, misalnya anggota polri atau TNI seperti pak Wakapolri ya harus menghilangkan kemungkaran dengan tangannya. Kalau para ulama, ya dengan lisannya, misalnya kalau saya lihat mbak Nana ini nggak pakai jilbab, ya saya hanya bisa mengatakan bagusnya mbak Nana pakai jilbab, kalau maksa ya ga bisa, pak Wakapolri yang punya kekuasaan yang bisa memaksa...
Apakah tetap sweeping... kalau Polri dan Satpol PP sudah melaksanakan tugasnya, ya ormas tidak perlu capek-capek men-sweeping, wong sudah tidak ada kemungkarannya koq. Tapi kalau polisi dan satpol tidak bekerja, ya ormas dan ulama berkewajiban menghilangkan kemungkaran. Jadi media jangan menganggap ormas Islam ini biangkerok yang suka buat onar atau kerusuhan.
Sebenarnya sweeping atau razia juga bukan monopoli ormas Islam. Di Mimika Papua 9 April lalu ibu-ibu yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Mimika Anti Miras merazia ratusan karton miras dari kedai miras dan mereka serahkan ke Polsek setempat. Pasalnya mereka kesal karena sering terjadi onar dan perang antara suku gara-gara miras. Juga ada kabar ibu-ibu di Papua resah karena kerap kali gaji suami mereka tidak sampai rumah karena habis di kedai miras.
Sweeping juga dilakukan oleh para Pecalang di Bali saat Nyepi, bahkan pesawat yang benda mati saja disweeping agar tidak jalan. Kenapa Metro TV tidak pernah mempermasalahkan? Bagus kalau Metro TV memanggil mereka dan menanyai kenapa mereka melakukan sweeping.
Saatnya media mengubah persepsi mereka yang negatif tentang sweeping tempat maksiat dan ormas-ormas Islam yang melakukan sweeping. Media perlu melihat ormas-ormas Islam dengan hati yang bersih aliaspositif thinking. Wallahua’lam!
[M. Al Khaththath @malkhaththath / +ResistNews Blog ]
Berbeda dengan Nabi saw. dan para khalifah penggantinya pernah mengukir prestasi menguasai dunia menaklukkan Rumawi dan Persia, pemerintah Indonesia yang menderita penyakit inferior dan terlilit utang LN di tengah-tengah alam Indonesia yang super kaya justru memberikan pernyataan yang justru meresahkan umat Islam seperti mengancam ormas Islam yang akan melakukan sweeping miras dan tempat-tempat maksiat.
Pernyataan bernada memojokkan dan meresahkan umat Islam itu tampaknya dipicu dan dipancing oleh pertanyaan awak media. Ini seperti yang saya lihat dalam talkshow “Mata Najwa” bersama Wakapolri Komjen Pol Nanan Sukarna di Metro TV di awal Ramadhan lalu.
Saya katakan kepada Najwa Shihab atau akrab dipanggil Nana, sang presenter, sweeping atau razia tempat maksiat adalah kewajiban mulia, termasuk dalam amal “Amar Makruf Nahi Munkar”. Allah SWT memerintahkan hal itu (QS. Ali Imran 104) dan bahkan menyebutnya sebagai unsur dari sifat umat terbaik (khairu ummah) dari umat Islam (QS. Ali Imran 110).
Nana mengkonfrontir pendapat saya kepada Wakapolri bahwa ormas yang ada di lingkungan Forum Umat Islam (FUI) tetap akan melakukan sweeping. Wakapolri mengatakan bahwa Kapolri sudah menginstruksikan agar dalam bulan Ramadhan para pimpinan Polri dari Kapolda hingga kapolsek melakukan tindakan pre-emptive agar melakukan kerjasama yang baik dengan ulama dan para pimpinan ormas dalam seluruh tingkatan agar tidak ada sweeping.
Saya katakan bahwa sweeping atau razia itu bentuk partisipasi masyarakat yang diakui dalam UU 8/1981 tentang KUHAP pasal 111. Untuk lebih meyakinkan dalam talkshow tersebut saya bacakan pasal 111 itu : (1) Dalam hal tertangkap tangan setiap orang berhak, ...,menangkap tersangka guna diserahkan beserta atau tanpa barang bukti kepada penyelidik atau penyidik.
Artinya, sweeping minuman keras dan tempat maksiat itu seperti kita melihat seorang perampok merampas harta dan kehormatan seorang wanita tetangga kita di depan kita. Maka kita harus bertindak menangkap pelaku kemaksiatan alias kriminal itu. Tidak mungkin kita mendiamkannya dengan alasan bukan petugas, bukan polisi. Justru kita harus bertindak, bahkan kalau perlu perlu menggebukinya (kalau melawan) baru serahkan kepada polisi. Pasal KUHAP tersebut memberi hak. Apa salahnya?
Lagi pula Nabi saw. memerintahkan sebagaimana sabdanya saw: “Siapa saja di antara kalian yang melihat kemungkaran hendaknya dia mengubah dengan tangannya, kalau tidak mampu dengan lisannya, kalau tidak mampu dengan hatinya...” (Sahih Muslim Juz 1/50).
Namun mbak Nana dan pak Nanan tampak keukeuh bahwa ormas tidak boleh sweeping, cukup lapor saja. Saya katakan hadits di atas diamalkan dengan ilmu. Harus dibedakan antara amar makruf nahi mungkar dengan izalatul mungkar. Amar makruf artinya menyuruh perbuatan yang baik, dilakukan dengan mulut, misalnya saya katakan, alangkah bagusnya kalau mbak Nana pakai jilbab....Nahi mungkar itu melarang dengan lisan. Kalau menghilangkan kemungkaran (izalatul munkar), itu prinsipnya menghilangkan, kalau mampu dengan kekuatan, ya harus dengan kekuatan, misalnya anggota polri atau TNI seperti pak Wakapolri ya harus menghilangkan kemungkaran dengan tangannya. Kalau para ulama, ya dengan lisannya, misalnya kalau saya lihat mbak Nana ini nggak pakai jilbab, ya saya hanya bisa mengatakan bagusnya mbak Nana pakai jilbab, kalau maksa ya ga bisa, pak Wakapolri yang punya kekuasaan yang bisa memaksa...
Apakah tetap sweeping... kalau Polri dan Satpol PP sudah melaksanakan tugasnya, ya ormas tidak perlu capek-capek men-sweeping, wong sudah tidak ada kemungkarannya koq. Tapi kalau polisi dan satpol tidak bekerja, ya ormas dan ulama berkewajiban menghilangkan kemungkaran. Jadi media jangan menganggap ormas Islam ini biangkerok yang suka buat onar atau kerusuhan.
Sebenarnya sweeping atau razia juga bukan monopoli ormas Islam. Di Mimika Papua 9 April lalu ibu-ibu yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Mimika Anti Miras merazia ratusan karton miras dari kedai miras dan mereka serahkan ke Polsek setempat. Pasalnya mereka kesal karena sering terjadi onar dan perang antara suku gara-gara miras. Juga ada kabar ibu-ibu di Papua resah karena kerap kali gaji suami mereka tidak sampai rumah karena habis di kedai miras.
Sweeping juga dilakukan oleh para Pecalang di Bali saat Nyepi, bahkan pesawat yang benda mati saja disweeping agar tidak jalan. Kenapa Metro TV tidak pernah mempermasalahkan? Bagus kalau Metro TV memanggil mereka dan menanyai kenapa mereka melakukan sweeping.
Saatnya media mengubah persepsi mereka yang negatif tentang sweeping tempat maksiat dan ormas-ormas Islam yang melakukan sweeping. Media perlu melihat ormas-ormas Islam dengan hati yang bersih aliaspositif thinking. Wallahua’lam!
[M. Al Khaththath @malkhaththath / +ResistNews Blog ]