-->

HTI: Status Palestina Jadi 'Negara', Penyesatan Politik

blog.resistnews.web.id - Peningkatan status Palestina dari 'entitas' menjadi 'negara' tidak akan membawa perubahan yang nyata bagi Palestina. Status baru ini tidak lebih dari sekedar penyesatan politik yang akan memperpanjang penderitaan rakyat Palestina.
"Pangkal persoalan Palestina sesungguhnya adalah keberadaan 'entitas' zionis Yahudi yang telah menjajah Palestina,mengusir, dan melakukan pembunuhan masal terhadap umat Islam di sana," ungkap Farid Wadjdi kepada arrahmah.com, Sabtu (1/12) melalui surat elektronik.
Menurut Ketua DPP Hizbut Tahrir Indonesia tersebut, segala bentuk solusi yang tidak mengarah kepada persoalan pokok ini yaitu mengusir keberadaan penjajah disana, bukanlah solusi yang sejati. "Selain solusi itu, sekedar untuk kepentingan elite politik Arab dan upaya memperpanjang penjajahan Palestina. Sekedar memberikan harapan-harapan palsu lewat perdamaian dan janji kemerdekaan semu," tegas pengamat hubungan internasional tersebut.
Sebagaimana diketahui, Sidang Majelis Umum PBB, Kamis, 30 November 2012 dengan suara mayoritas mensahkan peningkatan status Palestina di PBB dari "kesatuan" jadi "negara non-anggota". Peningkatan status ini menjadi pengakuan simbolis dan tersirat badan dunia itu terhadap negara Palestina.
Pengakuan Palestina menjadi negara merupakan bagian dari langkah usulan Amerika terhadap problem Palestina yaitu adanya dua negara merdeka di Palestina (two state solution). "Telah menjadi kebijakan AS bahwa solusi bagi konflik Israel-Palestina adalah solusi dua negara," tegas George Mitchell (utusan khusus AS untuk Timur Tengah) pada 2009 usai bertemu Presiden Mesir Husni Mubarak seperti dilansir Kompas (21/04/2009).
Solusi ini berarti merupakan pengakuan terhadap keberadaan penjajah Israel di Palestina. Solusi ini bukan hanya merupakan pengkhianatan terhadap umat Islam tapi juga pengkhianatan terhadap Allah dan Rasul-Nya. Karena tanah Palestina adalah milik umat Islam, yang dibebaskan oleh Kholifah Umar bin Khattab ra.
"Tidak ada satu pihakpun, baik Hamas ataupun Fatah, ataupun penguasa Arab yang berhak memberikannya kepada penjajah," tegas Farid.
Starategi Barat
Di samping itu, pengakuan Palestina menjadi negara ini juga merupakan bagian dari strategi negara-negara Barat untuk mengangkat popularitas kelompok Fatah yang diwakili oleh Mahmud Abbas. Mengingat  popularitas Abbas semakin menurun.
Sementara itu, Amerika sangat membutuhkan Abbas dan kelompok Fattahnya yang sekuler untuk menjadi operator bagi kepentingan Amerika di Palestina. Lewat Abbas dan Fattahnya, Amerika menawarkan harapan semu yang  tidak berujung.
Tidak hanya itu, istilah negara untuk Palestina pun patut dipertanyakan secara de facto. Mengingat Palestina saat ini sesungguhnya belumlah memiliki kedaulatan penuh layaknya sebagai sebuah negara. "Keamanan belum benar-benar di tangan 'negara' Palestina," tegasnya.
Palestina masih dalam cengkraman penjajah yahudi, yang bisa melakukan apapun sekehendak hatinya dan kapan saja untuk menyerang, menghancurkan, dan melakukan pembantaian terhadap umat Islam Palestina.
Karena itu, bagi Israel, pengakuan negara Palestina, tidak akan memberikan pengaruh apapun, karena tidak mengancam eksistensi mereka sebagai penjajah.
Bahkan kalaupun Palestina menjadi anggota tetap PBB, Israel tetap akan aman. Karena di sana ada Amerika Serikat yang menjadi pembela sejatinya dengan  senjata hak veto. "PBB tetap saja lembaga impoten yang tidak bisa melakukan apa-apa kalau berhubungan dengan kepentingan Amerika dan negara-negara pemilik hak veto lainnya," beber Farid.
Dan Israel sangat menyadari hal ini. Harian Yedioth Ahronoth (30/11) meremehkan pengakuan status negara Palestina dengan menyatakan : "Majelis Umum PBB, sebuah badan impoten tanpa otoritas apapun, mengeluarkan resolusi konyol dan benar-benar tidak logis yang memberikan status pengamat ke negara yang bahkan tidak ada – dan tidak akan pernah ada kecuali mencapai kesepakatan dengan Israel. Bukan dengan PBB. Dengan Israel. Tanpa persetujuan Israel tidak ada negara Palestina, terlepas dari berapa banyak negara mendukungnya di Majelis Umum."
Di akhir suratnya, Farid menegaskan, satu-satunya yang mengancam eksistensi  'entitas' penjajah Israel adalah bersatunya umat Islam di bawah naungan Khilafah yang akan menyerukan jihad fi sabilillah mengusir aggressor ini. Khilafah akan menyatukan negeri-negeri Islam dan menggerakkan  tentara-tentara dari Mesir, Turki, Saudi, Iraq, Pakistan, dan negeri-negeri Islam lainnya untuk membebaskan Palestina dari penjajahan. "Inilah solusi sejati yang benar-benar akan menyelesaikan persoalan Palestina," pungkasnya.(arrahmah.com/blog.resistnews.web.id)