blog.resistnews.web.id - Menanggapi pernyataan Said Aqil Siraj yang membolehkan kaum Muslimin
mengangkat pemimpin seorang Kafir yang kemudian ia kuatkan dengan
berbagai argumen, Ketua MUI KH Kholil Ridwan mengatakan dalam sejarahnya
Jakarta didirikan oleh Fatahilah, seorang ulama besar yang berhasil
menumpas tentara Portugis, dalam hal ini kalangan nasrani atau yahudi.
Dengan demikian, berdirinya kota Jakarta yang dahulu dinamai Jayakarta dan Sunda Kelapa.
"Atas dasar itulah, Jakarta ini sebenarnya warisan atau amanah dari seorang ulama besar yang berhasil mengalahkan kolonial Portugis. Dengan begitu, umat Islam di Jakarta ini wajib mempertahankan agar pemimpin Jakarta ini tidak jatuh ke tangan non muslim," tukasnya, Selasa (14/8) dikutip inilahcom.
Menurutnya, umat Islam di Jakarta jumlahnya mayoritas dibanding umat-umat lainnya. Dengan begitu, jika umat tersebut beriman maka tidak baik untuk memilih seorang non muslim.
Jakarta idealnya dipimpin oleh seorang muslim. Sebab sejatinya seorang muslim ini tidak hanya memimpin di dalam masjid, akan tetapi di luar masjid pun harus jadi pemimpin.
"Bahkan secara pribadi saya katakan bahwa haram hukumnya kalau orang muslim ini memilih pemimpin dari kalangan non muslim, kalau masih ada pilihan dari kaum muslim," tegasnya.
Hal ini sesuai dengan salah satu ayat Qur'an yang menyebutkan, dilarang orang muslim itu memilih orang-orang kafir untuk menjadi pimpinannya. Padahal, saat itu masih ada orang muslim yang siap menjadi pemimpin.
Ia sendiri sebagai orang muslim, menolak untuk dipimpin oleh orang-orang kafir. Sebab haram hukumnya.
Ia juga menyebut, orang muslim belum tentu saleh, sehingga bagaimana dengan orang-orang kafir, tentu sangat dipertanyakan kesalehannya. Padahal Allah SWT mengamanatkan bahwa bumi ini sebaiknya dipimpin oleh hamba-hamba Nya yang saleh.
Sebelumnya, Ketua PB NU, Said Agil Siraj menyatakan bahwa sama sekali tidak ada masalah latar belakang keagamaan seorang pemimpin. Terlebih salah satu kalimatnya disebutkan bahwa keadilan bersama non muslim itu lebih baik daripada ketidak adilan bersama muslim.
Keruan saja pernyataan ini mengundang reaksi keras dari kalangan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Hal lain yang mengundang kontroversi adalah, sikap Said Agil yang mengatakan dengan mengutip kaidah Fiqih Ibnu Taimiyah yang dalam kitab Siyasah Syar'iyah menyatakan, kalau orang yang adil meski non muslim yang memimpin, maka orang Islam itu pasti mendapatkan keadilan pula.
Sebaliknya, jika ada pemimpin beragama Islam yang zalim, maka orang Islam sekalipun akan dizalimi. "Tidak banyak kyai atau tokoh yang berani ngomong ini, tapi kalau saya berani. Berdasarkan kaidah tersebut, pasangan Jokowi-Ahok tidak bermasalah di mata NU. Silahkan saja menang, bagi NU tidak ada masalah," tegas Said Agil Siraj di kantor PBNU, pekan lalu. (arrahmah.com/blog.resistnews.web.id)
Dengan demikian, berdirinya kota Jakarta yang dahulu dinamai Jayakarta dan Sunda Kelapa.
"Atas dasar itulah, Jakarta ini sebenarnya warisan atau amanah dari seorang ulama besar yang berhasil mengalahkan kolonial Portugis. Dengan begitu, umat Islam di Jakarta ini wajib mempertahankan agar pemimpin Jakarta ini tidak jatuh ke tangan non muslim," tukasnya, Selasa (14/8) dikutip inilahcom.
Menurutnya, umat Islam di Jakarta jumlahnya mayoritas dibanding umat-umat lainnya. Dengan begitu, jika umat tersebut beriman maka tidak baik untuk memilih seorang non muslim.
Jakarta idealnya dipimpin oleh seorang muslim. Sebab sejatinya seorang muslim ini tidak hanya memimpin di dalam masjid, akan tetapi di luar masjid pun harus jadi pemimpin.
"Bahkan secara pribadi saya katakan bahwa haram hukumnya kalau orang muslim ini memilih pemimpin dari kalangan non muslim, kalau masih ada pilihan dari kaum muslim," tegasnya.
Hal ini sesuai dengan salah satu ayat Qur'an yang menyebutkan, dilarang orang muslim itu memilih orang-orang kafir untuk menjadi pimpinannya. Padahal, saat itu masih ada orang muslim yang siap menjadi pemimpin.
Ia sendiri sebagai orang muslim, menolak untuk dipimpin oleh orang-orang kafir. Sebab haram hukumnya.
Ia juga menyebut, orang muslim belum tentu saleh, sehingga bagaimana dengan orang-orang kafir, tentu sangat dipertanyakan kesalehannya. Padahal Allah SWT mengamanatkan bahwa bumi ini sebaiknya dipimpin oleh hamba-hamba Nya yang saleh.
Sebelumnya, Ketua PB NU, Said Agil Siraj menyatakan bahwa sama sekali tidak ada masalah latar belakang keagamaan seorang pemimpin. Terlebih salah satu kalimatnya disebutkan bahwa keadilan bersama non muslim itu lebih baik daripada ketidak adilan bersama muslim.
Keruan saja pernyataan ini mengundang reaksi keras dari kalangan Majelis Ulama Indonesia (MUI).
Hal lain yang mengundang kontroversi adalah, sikap Said Agil yang mengatakan dengan mengutip kaidah Fiqih Ibnu Taimiyah yang dalam kitab Siyasah Syar'iyah menyatakan, kalau orang yang adil meski non muslim yang memimpin, maka orang Islam itu pasti mendapatkan keadilan pula.
Sebaliknya, jika ada pemimpin beragama Islam yang zalim, maka orang Islam sekalipun akan dizalimi. "Tidak banyak kyai atau tokoh yang berani ngomong ini, tapi kalau saya berani. Berdasarkan kaidah tersebut, pasangan Jokowi-Ahok tidak bermasalah di mata NU. Silahkan saja menang, bagi NU tidak ada masalah," tegas Said Agil Siraj di kantor PBNU, pekan lalu. (arrahmah.com/blog.resistnews.web.id)