-->

Minyak Mentah Dijarah, Negara Rugi Miliaran

Selain penjarahan, juga terjadi perampokan, sabotase hingga kekerasan.
ResistNews - Puluhan ribu barel minyak mentah dijarah. Sebagian besar terjadi di wilayah Sumatera. Akibat aksi penjarahan itu, selama periode 2010-2011, kerugian ditaksir mencapai puluhan miliar.
Kini, penjarahan semakin tak terkendali. Volume minyak mentah yang dicuri bahkan meningkat pesat.
Data PT Pertamina EP menunjukkan, pada Mei 2012 kerugian akibat aksi penjarahan minyak mentah di jalur pipa Tempino-Plaju di Jambi dan Sumatera Selatan mencapai 39 ribu barel. Penjarahan makin meningkat pada Juni 2012, jumlahnya menggila, lebih dari 59 ribu barel.
Akibat makin meningkatnya aksi pencurian minyak itu, Pertamina EP pun meradang. Anak usaha PT Pertamina (Persero) di bidang eksplorasi dan produksi itu mengaku upaya penanganan tindak kriminal di wilayah Sumatera tersebut belum optimal.
“Tidak ada upaya konkret dari aparat penegak hukum untuk mengatasi aksi penjarahan itu. Pelaporan yang disampaikan belum berbuah tindakan nyata,” kata Manager Humas Pertamina EP, Agus Amperianto, dalam keterangan tertulis yang diterima VIVAnews, Senin 2 Juli 2012.
Salah satu bukti tidak adanya upaya penegakan hukum , kata dia, terlihat dari angka kerugian akibat penjarahan di jalur Tempino ke Plaju yang meningkat setiap bulan.
Aksi penjarahan itu telah merugikan negara, karena hilangnya potensi pendapatan dari sisi produksi minyak mentah. Aksi kriminal semakin marak terjadi di daerah operasi minyak dan gas bumi Pertamina EP, khususnya di Sumatera Selatan dan Jambi.
Tindakan kriminal yang dilakukan terhadap aset perusahaan dan juga personel itu telah mengakibatkan kerugian puluhan miliar rupiah. Aksi itu meliputi penjarahan minyak mentah, perampokan aset, sabotase, hingga kejahatan dengan kekerasan.
“Kerugian yang terjadi di dua wilayah tersebut secara kumulatif sudah mencapai lebih dari 100 ribu barel,” tuturnya.
Tindakan tidak bertanggung jawab itu, menurut Pertamina EP, tidak hanya menimbulkan dampak kerugian minyak mentah atau aset, tetapi juga menghambat kegiatan operasi. Sebab, aset menjadi hilang dan rusak, terjadi pencemaran lingkungan dan potensi bahaya kebakaran.
Tujuh Modus
Aksi pencurian minyak mentah di wilayah Sumatera itu memang telah menimbulkan kerugian akumulatif cukup besar. Jika selama 2010 hingga 2011 telah mencapai 48 ribu barel, maka nilai kerugian ditaksir sekitar Rp40 miliar. Dengan asumsi  harga minyak berkisar US$90-100 per barel.
Modus pencurian pun beragam. Agus lalu mencontohkan peristiwa yang terjadi pada Senin lalu. Sekitar 50 orang dengan menggunakan dua unit truk telah menjarah 312 batang pipa produksi yang disimpan di Stasiun Pengumpul (SP) 7 Talang Jimar, Sumatera Selatan. “Dalam peristiwa tersebut, petugas jaga SP 7 mendapatkan ancaman todongan senjata api dari para pelaku,” ujar dia.
Peristiwa kriminal di Region Sumatera itu, semakin memprihatinkan, khususnya di wilayah Prabumulih. Pada Juni 2012, Lapangan Prabumulih mencatat lebih dari 56 kasus.
Peristiwa penjarahan tersebut meningkat sangat signifikan tiap tahunnya. Pada 2009 terjadi 10 kali dan meningkat drastis menjadi 131 peristiwa pada 2010. Selanjutnya, peningkatan penjarahan minyak semakin memprihatinkan pada 2011 yang mencapai 420 kejadian.  “Kondisi terburuk terjadi pada 2012, dimana dalam 6 bulan pertama sudah terjadi lebih dari 431 kejadian,” katanya.
Pertamina mengungkapkan, sebagian besar aksi penjarahan minyak mentah ini dilakukan dengan menggunakan modus melubangi pipa dan memasang keran (illegal tapping). Namun, masih ada modus lainnya.
Berikut ini adalah tujuh modus penjarahan yang dilakukan penjarah minyak mentah Pertamina:
Pertama, melubangi pipa pada beberapa titik, biasanya 3-4 titik, dan kemudian mengambil minyak pada pipa di daerah yang dianggap aman.
Kedua, Melakukan pelubangan di dekat gorong-gorong, selang menyeberang jalan, kendaraan/truk di seberang jalan melakukan pengambilan minyak.
Ketiga, Modus pencurian minyak pada rumah hunian yang berada di atas pipa penyalur di ruas-ruas tertentu.
Keempat, modus pencurian setelah pengambilan minyak. Kerangan (valve) tetap dibiarkan terbuka sehingga minyak mengalir ke lingkungan sekitar. Dikhawatirkan, minyak tetap mengalir dan ada sumber api yang disengaja (modus sabotase).
Kelima,  pencuri melubangi pipa dengan menggunakan bor horisontal dari titik pelubangan menyeberang jalan, dimana selang yang digunakan sejenis yang digunakan oleh perusahaan telekomunikasi. Hal ini dimungkinkan ada dugaan kerja sama dengan kontraktor-kontraktor fasilitas perusahaan telekomunikasi dan sejenisnya. Kemudian, pencuri menyalurkan minyak ke mobil yang diparkir di seberang jalur pipa.
Keenam, modus pencurian dengan sengaja pipa dilubangi di daerah perairan, kemudian minyak yang berceceran dikumpulkan oleh masyarakat. Selanjutnya, minyak tersebut dijual ke penampung (modus sabotase).
Ketujuh,  melubangi pipa yang sudah disiapkan tempat penampung (sumur gali, kolam-kolam) untuk ceceran minyak tersebut serta melibatkan massa. Juga dilakukan ancaman terhadap tim penanggulangan oleh oknum-oknum pelaku.
Tindakan Pencegahan
Pertamina kini telah meningkatkan kewaspadaannya. Termasuk melalui kegiatan patroli. “Kami meningkatkan rencana konsolidasi keamanan. Kalau perlu menambah orang di titik-titik yang kami anggap rawan,” ujarnya.
Kerja sama dengan aparat keamanan juga sudah dilakukan. Pengamanan termasuk pada aset vital nasional. Menurut dia, bukan hanya terkait pencurian pipa, tetapi bagaimana caranya mendistribusikan minyak hingga “selamat” ke kilang.
Koordinasi keamanan dengan TNI/Polri itu pun bukan hanya di tingkat lokal, tapi nasional. Pengecekan keamanan, Agus melanjutkan, juga diperluas hingga ke titik-titik yang diduga banyak terjadi perdagangan minyak ilegal.
Namun, dia melanjutkan, kegeraman Pertamina EP tidak hanya terkait maraknya pencurian minyak mentah di pipa-pipa miliknya. Minimnya kasus yang ditindaklanjuti oleh aparat keamanan, membuat para pencuri tidak jera.
“Ada yang tertangkap tangan, tetapi tindakan selanjutnya tidak selesai di kepolisian. Itu yang mengakibatkan tidak ada efek jera bagi pelaku,”  tutur Agus.
Menurut Agus, alasan polisi yang terkadang melepaskan para tersangka pencurian adalah barang bukti tidak mencukupi. Padahal, Pertamina menginginkan pemberantasan kasus pencurian minyak ini hingga ke tangan penadah pencurian minyak.
Polisi, dia melanjutkan, hanya akan meningkatkan patroli di titik-titik rawan pencurian minyak. Walaupun sudah menggiatkan patroli, pencurian minyak tetap saja terjadi bahkan semakin marak.
Ketika dihubungi VIVAnews, Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri, Kombes Boy Rafli Amar, mengatakan, pihaknya siap membantu Pertamina untuk menyelidiki aksi pencurian minyak mentah itu. “Silakan Pertamina untuk menginformasikan kepada aparat kepolisian mengenai temuan pencurian itu,” ujar Boy.
Menurut dia, aparat kepolisian akan menindaklanjuti setiap informasi yang disampaikan. “Karena jika ada aksi seperti itu, polisi bisa saja tidak langsung tahu. Untuk itu, silakan berkoordinasi dengan kami,” tuturnya. (viva.co.id, 2/7/2012)