Dr. Abdul Wahid (Ketua Komite Eksekutif Hizbut Tahrir Inggris)
Mantan profesor hukum yang liberal dari Chicago ini telah membuat perhitungan untuk mencapai kelangsungan hidup politiknya, dan untuk mencoba untuk menyelamatkan Amerika Serikat dari penghinaan lebih lanjut dalam perang yang tidak dapat dimenangkannya.
Untuk semua alasan itu, Barack Obama telah mengadopsi kebijakan dengan membunuh para ‘tersangka teroris’ [alias para tokoh kunci dalam perlawanan melawan pasukan pendudukan yang dipimpin NATO] dengan rudal-rudal yang diluncurkan dari drone, yang dikendalikan dari jarak jauh di Amerika Serikat.
Itu tampaknya bukan merupakan masalah baginya bahwa angka kematian akibat kebijakannya itu telah menempatkannya sebagai seorang pembunuhan massal - dengan perkiraan bervariasi atas jumlah yang terbunuh lebih dari 1200 jiwa [jumlah yang sama dengan yang terluka]. Bukan masalah baginya bahwa para korban itu termasuk wanita dan anak-anak yang tak berdosa, sebagaimana ditunjukkan oleh fakta-fakta bahwa dia telah memberikan lampu hijau bagi serangan terhadap sasaran-sasaran ketika diketahui bahwa para istri dan anak-anak sasaran rudal akan ikut terbunuh.
Suatu laporan yang khas akan mencakup laporan seperti serangan pesawat tak berawak pada bulan Mei 2012, ketika seorang penduduk desa, Mohammad Roshan Dawar, mengatakan kepada The News: Beberapa orang telah melakukan sholat dan meninggalkan masjid. Sementara yang lainnya masih sholat dan sebagian ada yang membaca Al-Qur’an, ketika pesawat tak berawak itu menembakkan dua rudal dan menghantam masjid. Struktur bangunan masjid itu hancur dalam serangan itu dan orang yang ada di dalamnya terkubur di bawah reruntuhan bangunan.
Serangan lainnya telah membunuh beberapa orang peziarah selama berlangsungnya pemakaman dan acara pernikahan.
Ini adalah serangan yang menurut para komandan perang AS, sebagaimana dilaporkan New York Times “telah menempatkan dirinya sebagai pengemudi dari ‘penunjukkan’ sebuah proses rahasia yang menunjuk (tersangka) teroris untuk dibunuh atau ditangkap, di mana penangkapan itu sebagian besar hanya merupakan teori “. Semua hal itu didasarkan pada apa yang disebut loporan ‘intelijen’ - yang sebenarnya berarti informasi yang diberikan oleh para informan yang dibayar, tanpa ada cara untuk membedakan apakah laporan itu nyata atau palsu. Bukan untuk kepentingan para informan itu atau orang Amerika untuk meneliti akan kebenaran laporan itu.
Mungkin yang paling menjijikkan adalah hampir tidak adanya suara (protes) di sekitarnya - yang menunjukkan bahwa ada keterlibatan nyaris total dari pemerintahan Amerika.
Dalam komentarnya mengenai KTT NATO bulan lalu di Chicago, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Leon Panetta mengakui hal ini ketika dia berkata, “Saya pikir kita mengerti, bahwa tantangan terbesar kita adalah Taliban yang tangguh, yang akan terus berjuang meskipun mereka ‘telah melemah … dan bahwa mereka akan terus melakukan serangan. ”
Dia melanjutkan dengan mengatakan: “Kami masih berhadapan dengan musuh-musuh yang tangguh yang dalam banyak hal masih memiliki tempat yang aman di Pakistan … dan itu, saya pikir, merupakan ancaman terbesar yang kita hadapi.” Mungkin suatu ancaman bagi martabat dan kekuatan militer mereka, tetapi sama sekali bukan merupakan ancaman bagi Amerika sendiri.
Kebijakan AS yang disetujui untuk membom Pakistan. Dan kebijakan
tersebut disepakati oleh pemerintah Pakistan, dan para pemimpin
militernya, adalah merupakan pelanggaran kedaulatan, dimana Jenderal
Kiyani bukan menjadi komandan militernya dan malah seperti seorang istri
yang babak belur. Rezim itu telah tumbuh sebagai budak yang tidak tahu
bagaimana lepas dari hubungan itu bahkan jika dia ingin melepasnya.
Di dalam negeri Pakistan, terjadi ketegangan atas masalah ini. Suara-suara di dalam militer telah dibungkam, sementara sebagian perwira militernya dihadapkan ke pengadilan karena mengkritik kepemimpinan militer. Setiap kali, militer yang berkuasa kembali memberi dukungannya kepada Amerika, karena takut berkembangnya perbedaan internal, Pakistan mengalami eskalasi pembunuhan sektarian dan pemboman. Tidak mengherankan, rakyat Pakistan, sangat menyadari kehadiran ribuan personil keamanan AS di dalam negeri dan menganggap bahwa pembunuhan itu adalah pekerjaan badan-badan eksternal. Ancaman dari ‘ekstremisme’ yang lebih lanjut yang akan menelan negeri itu adalah jika pemerintah Pakistan dan tentaranya tidak bekerja sama sepenuhnya pada perang itu bersama Amerika.
Namun Amerika terus berkhotbah tentang HAM, kebebasan dan demokrasi di dunia, sementara pada saat yang sama mereka melanggar standar yang dikatakannya ditegakkan dan dilindungi, suatu cerita yang melelahkan tentang kemunafikan sejak hal itu didirikan.
Jelas, mereka yang setuju dengan kebijakan ini, maupun mereka yang tinggal diam atas kejahatan-kejahatan ini, tidak lagi mencoba membuat banyak usaha untuk berpura-pura percaya pada kesucian nilai-nilai dan cita-cita itu. Lalu mengapa mereka harus mengharapkan orang lain untuk melakukannya?
Dia lalu menjelaskan bahwa jika Obama meminta Pentagon, bukan orang sipil CIA, untuk melakukan operasi ini, dia akan dipaksa untuk memberitahu Kongres di bawah UU War Powers tahun 1973. Menurut UU ini, yang tidak dipakai oleh pemerintah AS saat ini, presiden hanya diperbolehkan menggunakan militer selama 90 hari sebelum memberitahu Kongres dan selama 180 hari sebelum ia membutuhkan otorisasi formal dari Kongres.
Kongres AS, tampaknya diam tentang hal ini. Napolitano mengatakan: “Ada yang mengerikan atas semua hal ini. Pembunuhan ini yang dilakukan 10.000 mil dari sini hampir bukan merupakan pembelaan diri dan bukan merupakan deklarasi perang. Jadi, apa yang dilakukan Kongres tentang ini? Tidak ada. Dan apa yang dilakukan pengadilan tentang hal ini? Tidak ada. Sebelum presiden memerintahkan pembunuhan atas Anwar al-Awklaki yang lahir di New Mexico yang belum menjadi terdakwa, ayah al-Awlaki menggugat Presiden Amerika di pengadilan distrik federal dan meminta hakim untuk mencegah presiden untuk membunuh anaknya di Yaman. Setelah hakim menampik kasus itu, sebuah pesawat tak berawak CIA segera membunuh al-Awlaki dan teman Amerikanya bersama anaknya yang orang Amerika yang berusia 16-tahun. ”
Ia menyimpulkan dengan mengatakan “Presiden itu melakukan perang pribadi terhadap penduduk sipil - bahkan atas rakyat Amerika yang kematiannya dia yakini akan membuat Amerika aman. Tapi dia melakukannya tanpa otorisasi kongres, yang melanggar Konstitusi, dan dengan cara yang membahayakan kebebasan kita. Siapa yang akan menjaga kita aman dari presiden yang ingin menggunakan pesawat drone disini? Berapa lama lagi sebelum pemerintahan negara bagian Amerika - yang sudah memiliki drone sebanyak 313 buah - menggunakannya untuk membunuh penduduk di sini ? Dapatkah Anda bayangkan terjadi protes jika Kuba atau China meluncurkan pesawat drone atas para pembangkang mereka di Florida atau California dan menggunakan perilaku Obama di Pakistan sebagai pembenaran? Berapa lama lagi dibutuhkan hingga kemiripan atas hilangnya Konstitusi kita akan terjadi? ”
Dia seharusnya bertanya siapa yang akan peduli bila kemiripan atas hilangnya proses konstitusi terjadi.
Para pejabat pemerintah mungkin berpendapat bahwa dengan mengesahkan Otorisasi bagi Penggunaan Kekuatan Militer (AUMF) sebagai akibat dari serangan 11/9, Presiden AS memiliki izin tak terbatas untuk membunuh siapapun yang dia inginkan.
Tapi itu hanya berarti bahwa UU ini telah membuat pemerintah AS berada di atas hukum.
Mereka bisa bermain seperti Tuhan, sama seperti para diktator lain seperti Bashar al Assad atau Muammar Gaddafi yang bisa membunuh siapa saja yang mereka anggap mengancam kepentingan mereka, dan dengan cara yang paling menguntungkan agar mereka diberi kesempatan untuk terpilih kembali.
Sekali waktu Obama - seperti halnya Amerika Serikat - tampaknya bagi dunia seperti serigala berbulu domba. Sekarang dia - seperti halnya Amerika Serikat dan sekutunya – dilihat seperti seekor serigala biasa: kejam, mementingkan diri sendiri, dan berprinsip mematikan. Bahkan Nobel Perdamaian tidak dapat lagi dipakai sebagai pakaian bagi sang kaisar telanjang itu. (translated by RZ)
Dr Abdul Wahid adalah kontributor tetap bagi New Civilization. Saat ini dia adalah Ketua Komite Eksekutif Hizbut Tahrir Inggris. Tulisannya telah diterbitkan di The Times Higher Educational Supplement dan pada situs-situs Foreign Affairs, Open Democracy dan Prospect magazine. Dia dapat follow di Twitter @ abdulwahidht atau email di abdulwahid@newcivilisation.com
5 Juni 2012
Peran
utama dari tiap Presiden Amerika bukanlah untuk menjaga keamanan
nasional - tetapi untuk menjadikan dirinya agar terpilih kembali. Ini
adalah hal yang mendorong pemikiran seorang presiden di hari pertama dia
memangku jabatan.
Namun Presiden yang satu ini mengorbankan lebih banyak hal untuk
memenangkan pemilu dari pada kebanyakan presiden sebelumnya. Pemilu akan
dimenangkan atau dia akan kalah bergantung pada tubuh kurang lebih 1200
orang yang tewas - yang tidak bersalah, karena mereka tidak pernah
terbukti bersalah pada orang lain - dan pada nilai-nilai Barat yang
telah lama mati dan membusuk.Mantan profesor hukum yang liberal dari Chicago ini telah membuat perhitungan untuk mencapai kelangsungan hidup politiknya, dan untuk mencoba untuk menyelamatkan Amerika Serikat dari penghinaan lebih lanjut dalam perang yang tidak dapat dimenangkannya.
Obama
adalah orang yang tidak lebih dekat dengan tujuannya yang telah
dinyatakannya untuk menarik diri dari Afghanistan. Dia telah belajar,
seperti yang dilakukan oleh Uni Soviet bahwa garis perbatasan Durrant
(garis perbatasan Pakistan-Afghanistan – pentj) adalah sama sekali tidak
relevan ketika menghadapi perlawanan suku Pashtun. Dia telah belajar
bahwa pemerintah Pakistan dan komando tinggi militernya merasa sulit
untuk bertahan dari kejatuhan politik dengan membantu AS untuk
meluncurkan perang melawan rakyatnya sendiri. Ia terlalu sadar bahwa
ekonomi AS berada dalam kesulitan, berarti dia tidak mampu untuk
menempatkan ribuan tentara lagi di medan perang, tanpa ada tanda
strategi untuk keluar (exit strategy). Dia tahu bahwa perang itu menjadi
isu yang tidak populer di dalam negeri, sehingga ia tidak mampu
membayar kerusakan politik dari korban di pihak tantara.
Barack Obama menyadari semua hal di atas, tetapi juga tahu bahwa agar
Demokrat bisa menjadi pemenang dari pesaingnya partai Republik dalam
masalah keamanan, dia tidak bisa menjadi pengacara yang liberal dan
seekor elang. Mengingat ada konspirasi sayap kanan di sekitar Obama,
atas asal-usul dan kesetiaannya, maka dia juga tahu bahwa dia harus
“membuktikan” bahwa dirinya lebih Amerika daripada yang lain.Untuk semua alasan itu, Barack Obama telah mengadopsi kebijakan dengan membunuh para ‘tersangka teroris’ [alias para tokoh kunci dalam perlawanan melawan pasukan pendudukan yang dipimpin NATO] dengan rudal-rudal yang diluncurkan dari drone, yang dikendalikan dari jarak jauh di Amerika Serikat.
Itu tampaknya bukan merupakan masalah baginya bahwa angka kematian akibat kebijakannya itu telah menempatkannya sebagai seorang pembunuhan massal - dengan perkiraan bervariasi atas jumlah yang terbunuh lebih dari 1200 jiwa [jumlah yang sama dengan yang terluka]. Bukan masalah baginya bahwa para korban itu termasuk wanita dan anak-anak yang tak berdosa, sebagaimana ditunjukkan oleh fakta-fakta bahwa dia telah memberikan lampu hijau bagi serangan terhadap sasaran-sasaran ketika diketahui bahwa para istri dan anak-anak sasaran rudal akan ikut terbunuh.
Suatu laporan yang khas akan mencakup laporan seperti serangan pesawat tak berawak pada bulan Mei 2012, ketika seorang penduduk desa, Mohammad Roshan Dawar, mengatakan kepada The News: Beberapa orang telah melakukan sholat dan meninggalkan masjid. Sementara yang lainnya masih sholat dan sebagian ada yang membaca Al-Qur’an, ketika pesawat tak berawak itu menembakkan dua rudal dan menghantam masjid. Struktur bangunan masjid itu hancur dalam serangan itu dan orang yang ada di dalamnya terkubur di bawah reruntuhan bangunan.
Serangan lainnya telah membunuh beberapa orang peziarah selama berlangsungnya pemakaman dan acara pernikahan.
Ini adalah serangan yang menurut para komandan perang AS, sebagaimana dilaporkan New York Times “telah menempatkan dirinya sebagai pengemudi dari ‘penunjukkan’ sebuah proses rahasia yang menunjuk (tersangka) teroris untuk dibunuh atau ditangkap, di mana penangkapan itu sebagian besar hanya merupakan teori “. Semua hal itu didasarkan pada apa yang disebut loporan ‘intelijen’ - yang sebenarnya berarti informasi yang diberikan oleh para informan yang dibayar, tanpa ada cara untuk membedakan apakah laporan itu nyata atau palsu. Bukan untuk kepentingan para informan itu atau orang Amerika untuk meneliti akan kebenaran laporan itu.
Mungkin yang paling menjijikkan adalah hampir tidak adanya suara (protes) di sekitarnya - yang menunjukkan bahwa ada keterlibatan nyaris total dari pemerintahan Amerika.
Hanya
sedikit suara yang menunjukkan keprihatinan, dan mungkin hanya
ditemukan di media alternatif, yang berteriak lantang tentang
penyalahgunaan kekuasaan ini, sebagaimana pengungkapan mereka tentang
pengingkaran janji Obama atas Guantanamo Bay dan kelanjutan program rendisi CIA
nya- tapi suara-suara itu tenggelam oleh kesunyian dari orang-orang
yang ada di sekitarnya, atau persetujuan dari kebanyakan pers. Yang
lainnya, seperti Kebijakan Luar Negeri, bahkan melakukan hal lebih jauh
lagi dan menulis artikel-artikel agar sang Komandan Pembunuh itu
melakukan hal yang lebih besar lagi dan memperluas program itu.
Mereka menyadari sepenuhnya bahwa hal ini tidak ada hubungannya
dengan menjaga keamanan Amerika, dan semuanya harus dilakukan oleh
Presiden agar tidak ingin tercatat dalam sejarah sebagai orang yang
harus mengakui kekalahan dalam perang yang tidak dapat dimenangkan.Dalam komentarnya mengenai KTT NATO bulan lalu di Chicago, Menteri Pertahanan Amerika Serikat, Leon Panetta mengakui hal ini ketika dia berkata, “Saya pikir kita mengerti, bahwa tantangan terbesar kita adalah Taliban yang tangguh, yang akan terus berjuang meskipun mereka ‘telah melemah … dan bahwa mereka akan terus melakukan serangan. ”
Dia melanjutkan dengan mengatakan: “Kami masih berhadapan dengan musuh-musuh yang tangguh yang dalam banyak hal masih memiliki tempat yang aman di Pakistan … dan itu, saya pikir, merupakan ancaman terbesar yang kita hadapi.” Mungkin suatu ancaman bagi martabat dan kekuatan militer mereka, tetapi sama sekali bukan merupakan ancaman bagi Amerika sendiri.
Di dalam negeri Pakistan, terjadi ketegangan atas masalah ini. Suara-suara di dalam militer telah dibungkam, sementara sebagian perwira militernya dihadapkan ke pengadilan karena mengkritik kepemimpinan militer. Setiap kali, militer yang berkuasa kembali memberi dukungannya kepada Amerika, karena takut berkembangnya perbedaan internal, Pakistan mengalami eskalasi pembunuhan sektarian dan pemboman. Tidak mengherankan, rakyat Pakistan, sangat menyadari kehadiran ribuan personil keamanan AS di dalam negeri dan menganggap bahwa pembunuhan itu adalah pekerjaan badan-badan eksternal. Ancaman dari ‘ekstremisme’ yang lebih lanjut yang akan menelan negeri itu adalah jika pemerintah Pakistan dan tentaranya tidak bekerja sama sepenuhnya pada perang itu bersama Amerika.
Namun Amerika terus berkhotbah tentang HAM, kebebasan dan demokrasi di dunia, sementara pada saat yang sama mereka melanggar standar yang dikatakannya ditegakkan dan dilindungi, suatu cerita yang melelahkan tentang kemunafikan sejak hal itu didirikan.
Jelas, mereka yang setuju dengan kebijakan ini, maupun mereka yang tinggal diam atas kejahatan-kejahatan ini, tidak lagi mencoba membuat banyak usaha untuk berpura-pura percaya pada kesucian nilai-nilai dan cita-cita itu. Lalu mengapa mereka harus mengharapkan orang lain untuk melakukannya?
Satu
dari sedikit suara yang mengkritik pemerintah adalah Hakim Andrew
Napolitano P, seorang mantan hakim pengadilan tinggi dan komentator
peradilan untuk Fox News. Dengan mengingat dukungan bagi pemerintahan
Bush, sikap Fox ini bisa merusak Obama. Tapi apa pun motif mereka,
Napolitano memberikan ilustrasi yang jelas penghinaan oleh Obama atas
supremasi hukum.
Walaupun dia tidak bertanya, pertanyaan yang jelas adalah ‘apa
yang memberikan hak bagi siapapun, apakah bagi Presiden atau bukan,
untuk bertindak sebagai penyidik, hakim, juri dan algojo sekaligus? “Dia
memulai artikelnya dengan bertanya ” Apakah Anda tahu bahwa pemerintah
Amerika Serikat menggunakan drone untuk membunuh orang-orang tak berdosa
di Pakistan? ”Dia lalu menjelaskan bahwa jika Obama meminta Pentagon, bukan orang sipil CIA, untuk melakukan operasi ini, dia akan dipaksa untuk memberitahu Kongres di bawah UU War Powers tahun 1973. Menurut UU ini, yang tidak dipakai oleh pemerintah AS saat ini, presiden hanya diperbolehkan menggunakan militer selama 90 hari sebelum memberitahu Kongres dan selama 180 hari sebelum ia membutuhkan otorisasi formal dari Kongres.
Kongres AS, tampaknya diam tentang hal ini. Napolitano mengatakan: “Ada yang mengerikan atas semua hal ini. Pembunuhan ini yang dilakukan 10.000 mil dari sini hampir bukan merupakan pembelaan diri dan bukan merupakan deklarasi perang. Jadi, apa yang dilakukan Kongres tentang ini? Tidak ada. Dan apa yang dilakukan pengadilan tentang hal ini? Tidak ada. Sebelum presiden memerintahkan pembunuhan atas Anwar al-Awklaki yang lahir di New Mexico yang belum menjadi terdakwa, ayah al-Awlaki menggugat Presiden Amerika di pengadilan distrik federal dan meminta hakim untuk mencegah presiden untuk membunuh anaknya di Yaman. Setelah hakim menampik kasus itu, sebuah pesawat tak berawak CIA segera membunuh al-Awlaki dan teman Amerikanya bersama anaknya yang orang Amerika yang berusia 16-tahun. ”
Ia menyimpulkan dengan mengatakan “Presiden itu melakukan perang pribadi terhadap penduduk sipil - bahkan atas rakyat Amerika yang kematiannya dia yakini akan membuat Amerika aman. Tapi dia melakukannya tanpa otorisasi kongres, yang melanggar Konstitusi, dan dengan cara yang membahayakan kebebasan kita. Siapa yang akan menjaga kita aman dari presiden yang ingin menggunakan pesawat drone disini? Berapa lama lagi sebelum pemerintahan negara bagian Amerika - yang sudah memiliki drone sebanyak 313 buah - menggunakannya untuk membunuh penduduk di sini ? Dapatkah Anda bayangkan terjadi protes jika Kuba atau China meluncurkan pesawat drone atas para pembangkang mereka di Florida atau California dan menggunakan perilaku Obama di Pakistan sebagai pembenaran? Berapa lama lagi dibutuhkan hingga kemiripan atas hilangnya Konstitusi kita akan terjadi? ”
Dia seharusnya bertanya siapa yang akan peduli bila kemiripan atas hilangnya proses konstitusi terjadi.
Para pejabat pemerintah mungkin berpendapat bahwa dengan mengesahkan Otorisasi bagi Penggunaan Kekuatan Militer (AUMF) sebagai akibat dari serangan 11/9, Presiden AS memiliki izin tak terbatas untuk membunuh siapapun yang dia inginkan.
Tapi itu hanya berarti bahwa UU ini telah membuat pemerintah AS berada di atas hukum.
Mereka bisa bermain seperti Tuhan, sama seperti para diktator lain seperti Bashar al Assad atau Muammar Gaddafi yang bisa membunuh siapa saja yang mereka anggap mengancam kepentingan mereka, dan dengan cara yang paling menguntungkan agar mereka diberi kesempatan untuk terpilih kembali.
Sekali waktu Obama - seperti halnya Amerika Serikat - tampaknya bagi dunia seperti serigala berbulu domba. Sekarang dia - seperti halnya Amerika Serikat dan sekutunya – dilihat seperti seekor serigala biasa: kejam, mementingkan diri sendiri, dan berprinsip mematikan. Bahkan Nobel Perdamaian tidak dapat lagi dipakai sebagai pakaian bagi sang kaisar telanjang itu. (translated by RZ)
Dr Abdul Wahid adalah kontributor tetap bagi New Civilization. Saat ini dia adalah Ketua Komite Eksekutif Hizbut Tahrir Inggris. Tulisannya telah diterbitkan di The Times Higher Educational Supplement dan pada situs-situs Foreign Affairs, Open Democracy dan Prospect magazine. Dia dapat follow di Twitter @ abdulwahidht atau email di abdulwahid@newcivilisation.com