Salah
satu faktor penting pendukung tumbuh kembangnya suatu negara adalah
kemampuan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang tepat guna. Sumberdaya
alam yang dimiliki oleh negeri ini bisa dikatakan lebih dari cukup untuk
memenuhi kebutuhan dalam negeri bahkan hingga ke negeri-negeri yang
lain. Oleh sebab itu, sudah saatnya bagi negeri ini mandiri dalam
mengelola kekayaan alam yang dimiliki.
Indonesia
tidak hanya memiliki letak geografis yang strategis, tetapi juga
memiliki kekayaan alam yang melimpah-ruah. Kekayaan alam hayati yang
dimiliki Indonesia seperti hutan menurut Bank Dunia sekitar 94.432.000
ha di tahun 2010. Seluas 31,065,846 ha adalah hutan yang memiliki nilai
ekonomi tinggi. Kekayaan mineral Indonesia juga menjadikan Indonesia
merupakan produsen terbesar kedua untuk timah, terbesar untuk tembaga,
kelima untuk nikel, ketujuh untuk emas dan batu bara, serta kekayaan
alam lainnya yang bisa dikatakan melimpah-ruah.
Namun,
seiring berjalannya waktu, banyak kontradiksi yang terjadi di negeri
ini. Kekayaan alam yang dimiliki ternyata tidak mampu menjadikan
Indonesia sebagai negeri yang sejahtera. Alih-alih mampu mensejahterakan
rakyat, untuk berdiri sendiri pun masih bergantung pada pihak asing.
Akibatnya, semua kekayaan alam diberikan kepada asing secara ‘cuma-cuma’
sebagai balas budi terhadap negeri ini.
Kesalahan
pengelolaan kekayaan alam yang terjadi di negeri ini sesungguhnya
akibat terbukanya negeri ini menerima sistem kufur Kapitalisme.
Peraturan bernuansa kapitalis memudahkan pihak asing untuk mencaplok
habis sumberdaya alam negeri ini. Ada UU Migas, UU Minerba, UU Penanaman
Modal Asing, dsb. Kondisi ini ditambah dengan sifat borju penguasa yang
sering aji mumpung dengan posisinya untuk melakukan plesiran atas nama
perbaikan negeri hingga mengakibatkan pengelembungan anggaran negara.
Anehnya, pada saat yang sama Pemerintah berkoar-tentang perlunya
penghematan anggaran!
Ketika
kerusakan dan penderitaan sudah mendarah daging, tentu obat yang
dibutuhkan pun juga harus obat yang tepat, tidak hanya sekadar bersifat
temporal, namun harus mendasar hingga mencerabut akar-akarnya. Dalam
Islam, pengelolaan kekayaan alam tidak boleh diserahkan kepada pihak
swasta/asing, tetapi harus dikelola oleh negara yang hasilnya
dikembalikan kepada rakyat dengan cuma-cuma, karena dalam hadis
Rasulullah saw. bersabda, “Kaum Muslim bersekutu dalam tiga hal: air, padang rumput, dan api” (HR Abu Dawud, Ahmad dan Ibnu Majah).
Pengelolaan
sumberdaya alam yang tepat juga akan menghindari pengendapan kekayaan
disegelintir orang atau pihak tertentu, namun harus didistribusikan
secara merata sehingga fenomena dan pemandangan rakyat yang tak berumah
akan terkikis. Hal ini tentu tidak akan sempurna jika tidak didukung
dengan sistem-sistem lain seperti kekuatan sistem politik yang bersih
dari kecurangan, sistem pendidikan yang melahirkan pemimpin yang amanah
dsb.
Inilah
sesungguhnya pencapaian terbaik yang dilahirkan oleh ideologi yang
datang bukan dari akal manusia yang terbatas. Ia adalah ideologi Islam,
yang mampu mengatasi permasalahan anggaran untuk kepentingan yang tidak
selayaknya. So, wujudkan Indonesia lebih baik dengan Islam
dalam bingkai Daulah Islamiyah ‘ala Minhaj Nubuwwah, sebuah negara yang
menyejahterahkan. Allahu Akbar! [Najwa; Klayatan Gg 3 - Sukun – Malang]

