
alam bahasa sehari-hari, kata yang digunakan untuk upaya
mempe-ngaruhi tindakan seseorang melalui insentif uang disebut dengan
istilah ‘suap’. Namun, dalam dunia politik demokrasi, kita bersikeras menggunakan istilah-istilah seperti ‘pendanaan’, ‘lobi’ atau ‘pinjaman lunak’.
Namun,
upaya yang terus-menerus mencoba membedakan antara penggunaan uang yang
‘etis’ untuk mempengaruhi politik, dan penggunaan uang yang tidak etis
atau ilegal, telah kehilangan alasannya. Demokrasi pasti memproduksi
racun yang berasal dari campuran uang dan kekuasaan. Apa yang terjadi
saat ini bisa membuktikan hal itu.
Bagi mereka yang tidak bisa menjawab hal ini, skandal politik Inggris yang terbaru merupakan bukti nyata. Saat itu, bendahara partai
konservatif Inggris yang berkuasa tertangkap kamera sedang menawarkan
akses kepada Perdana Menteri dan Kanselir hingga lebih dari £ 250.000
atas nama sumbangan. Dia menceritakan beberapa contoh bagaimana para
pendonor telah diundang makan malam secara pribadi dengan David Cameron
dan keluarganya. Cameron pun dipaksa untuk menyebutkan secara rinci nama
para pendonor jutawan yang ia ajak makan malam bersama itu.
Begitu
banyak skandal dalam politik Inggris, yang membuat masyarakat
seolah-seolah kehilangan rasa sakit mendengar praktik-praktik kotor
seperti itu. Bahkan masyarakat sudah menganggap politisi identik dengan
prilaku korupsi.
Siapa pun yang berpikir bahwa hal ini adalah skandal yang terjadi hanya sekali, harus berpikir ulang. Banyak orang yang ingat, pengunduran diri mantan Menteri Pertahanan Liam Fox di tengah-tengah pertanyaan tentang terjadinya lobi dan skandal “Cash for Honours” yang mencoreng Partai Buruh di saat-saat terakhir pemerintahan mereka.
Namun, fakta bahwa tuduhan-tuduhan tentang kemungkinan adanya ‘penjualan’ bintang tanda jasa peerage (yakni orang-orang yang mendapat gelar bangsawan dari Keluarga Kerajaan, penerj.) dianggap ilegal hanya mengingatkan pada masa lampau saat praktik hal itu dilakukan. Saat Lloyd George menjual peerage
itu dan itu pada awalnya dianggap legal. Namun kemudian dianggap ilegal
di bawah Undang-undang Kehormatan (Pencegahan Pelanggaran) Tahun 1925!
Siapa pun yang mengira bahwa skandal-skandal besar itu adalah satu-satunya contoh, maka
mereka salah. Semuanya itu adalah puncak gunung es dari budaya politik
dalam demokrasi yang telah matang. Ada banyak hal yang sebenarnya masuk
dalam skandal dari praktik-praktik politik yang dianggap sah. Kebanyakan
orang tidak menyadari hal itu.
Hal
itu tidak hanya terjadi di Inggris. Demokrasi Inggris (seperti juga
demokrasi di Amerika Serikat dan di Prancis yang sudah matang) adalah
seperti orang yang menggunakan seragam sama untuk menutup banyak noda.
Namun,
negara-negara penganut demokrasi yang lebih muda seperti di India,
Rusia, Pakistan, Irak, Afganistan dan di tempat-tempat lain jauh lebih
sulit untuk menyembunyikan fakta bahwa korupsi dan demokrasi telah
menjadi hal yang identik. Demikian juga bahwa pemerintahan dari rakyat,
oleh rakyat dan untuk rakyat sebenarnya adalah pemerintah untuk
orang-orang paling kaya dan paling kuat di masyarakat.
Skandal Demokrasi Inggris
Skandal “the Cash for Questions”
pecah pada tahun 1994. Seorang pelobi parlemen, Ian Greer, terbukti
menyuap para anggota Parlemen sebagai ganti untuk menukar
pertanyaan-pertanyaan Parlemen yang diajukan dan tugas-tugas lainnya
atas nama pengusaha Mohamed Al-Fayed. Skandal yang sama terjadi pada tahun
2009. Empat anggota Parlemen dari Partai Buruh dipecat karena
menawarkan bantuan untuk membuat amandemen undang-undang dengan bayaran
mencapai lebih dari 120.000 poundsterling.
Namun,
ada yang lebih mengejutkan dari contoh praktik-praktik yang melanggar
hukum itu adalah praktik yang sepenuhnya legal dan dapat diterima dalam
sistem demokrasi. Istilah ‘revolving door’ (yakni beralihnya
peran seorang personil antara peran sebagai legislator dan regulator dan
industri yang terkena dampak undang-undang dan peraturan, penerj.) telah dipraktikkan secara umum di Inggris, Amerika Serikat dan tempat-tempat lain.
Pada tahun 2010, program berita Channel 4 mengungkap kasus ‘cash for influence’ (uang untuk mempengaruhi) dari
para anggota Parlemen yang menawarkan untuk bekerja di perusahaan lobi
dengan mendapat imbalan sebesar £ 3.000 hingga £ 5.000 perhari. Mantan
Menteri Pertahanan Inggris Geoff Hoon, yang terlibat dalam skandal ini,
sangat jujur ketika dia mengatakan, “Salah
satu tantangan yang saya pikirkan adalah bahwa saya benar-benar berharap
bisa menerjemahkan pengetahuan dan kontak-kontak saya dengan peristiwa
internasional menjadi sesuatu yang menghasilkan uang.”
Hoon
mungkin telah dipermalukan oleh kisah itu, tetapi ia masih bisa
mendapatkan pekerjaan pada sebuah perusahaan pertahanan Westland, yang
mendapatkan kontrak sebesar £ 1.7 miliar ketika dia menjadi menteri
pertahanan. Namun, kepentingan bisnisnya tidak ada artinya dibandingkan
dengan mantan bosnya, Tony Blair, yang mendapat jutaan pondsterling dari
usaha seperti itu, termasuk saat dia mengunjungi Libya di era
pemerintahan diktator Khaddafi sebagai pelobi untuk JP Morgan.
Kebenaran Tersembunyi
Sebenarnya
hal ini merupakan tradisi yang sudah lama dilakukan dalam politik
Inggris maupun di negara-negara lain. Banyak mantan menteri yang
kemudian menjadi konsultan, direktur atau pelobi bisnis besar. Perdana
Menteri John Major adalah mantan anggota Dewan Penasihat Eropa Carlyle
Group sejak tahun 1998 dan ditunjuk sebagai ketua pada Mei 2001 sebelum
mengundurkan diri pada Agustus 2004. Mantan Menteri
Kesehatan dan Menteri Perdagangan Patricia Hewitt tercatat sebagai
keanggotaan Eurotunnel dalam posisinya sebagai dewan direktur independen
di BT—konsultan perusahaan Boots Inggris dan penasihat perusahaan
ekuitas swasta Cinven, yang mengkhususkan diri dalam perawatan
kesehatan.
Namun,
hanya sedikit yang memiliki kekhawatiran bahwa mantan Menteri Energi
pada masa Margaret Thatcher Lord Wakeham pernah menjadi direktur
perusahaan energi raksasa Amerika yang penuh skandal, Enron. Dia juga
bersama mantan Menteri Keuangan Inggris Lord Lawson ditunjuk sebagai
direktur non eksekutif dari perusahaan NM Rothschild & Sons.
Namun,
cerita yang kurang diketahui tentang legalitas lobi politik
menggambarkan betapa sistem ini benar-benar menghancurkan. Pada bulan
Oktober 2011, muncul pertanyaan-pertanyaan tentang kelayakan pengangkatan Adrian Beechcroft oleh Cameron. Dia diminta Cameron untuk
mempersiapkan sebuah laporan dari pihak swasta untuk Downing Street
tentang bagaimana hukum ketenagakerjaan dapat dirombak untuk bisa
mendorong pertumbuhan ekonomi. Beechcroft adalah seorang multijutawan
kapitalis yang diperkirakan telah memberikan lebih dari setengah juta
pound untuk Partai Konservatif. Dia merekomendasikan bahwa
perusahaan-perusahaan harus lebih mudah diizinkan untuk memecat para
staf dengan prestasi kerja yang buruk tanpa perlu diberikan penjelasan.
Ini bukanlah contoh satu-satunya. Dalam buku Who Runs Britain
(Siapa Mengendalikan Inggris)?, Robert Peston menggambarkan bagaimana
perusahaan-perusahaan besar secara efektif menodongkan pistol kepada
kepala pemerintahan Partai Buruh. Mereka mengancam menarik aktivitas
mereka di luar negeri jika konsesi-konsesi kebijakan tidak dibuat untuk
mereka. Hal ini akan berpengaruh pada pajak pendapatan, PDB
dan kredibilitas pemilihan mereka. Anggaran terakhir yang dibuat
Osborne harus dilihat dari kaca mata ini: memotong pajak penghasilan
bagi orang-orang kaya sambil menyatakan bahwa Inggris harus ‘terbuka’
bagi bisnis.
Ketika rakyat di negara-negara di Timur Tengah menjerit untuk ‘demokrasi’,
mereka harus berhati-hati atas apa yang mereka inginkan. Sebab, jika
mereka menyuarakan suara rakyat, kesempatan untuk memilih para pemimpin
mereka, meminta pertanggung-jawaban mereka dan mengikuti aturan-aturan
hukum, maka itu adalah hal yang baik. Memang, Islam mendefinisikan
elemen-elemen pemerintahan itu jauh sebelum demokrasi modern ada.
Namun,
jika mereka menginginkan demokrasi seperti yang ada saat ini, mereka
seharusnya tidak hanya melihat politik yang jelas-jelas korup
seperti di Rusia, India, Afganistan, Pakistan dan Irak. Mereka juga
harus melihat praktik-praktik tersembunyi dan yang terwujud dari
negara-negara kampiun demokrasi saat ini, seperti Inggris dan Amerika.
Pasalnya, sebagaimana yang dikatakan Mark Twain, “Hanya pemerintah yang
kaya dan aman yang mampu menjadi negara demokrasi karena demokrasi
adalah jenis pemerintahan yang paling mahal dan paling jahat yang pernah
terdengar di permukaan bumi.” [Translated by Riza Aulia—www.hizb.org.uk]