-->

Widjoyo Nitisastro Sudah Pergi, Praktik Neoliberalisme Tetap Bertahan

ResistNews - Sebagai ekonom Neoliberalis, Prof Dr Widjojo Nitisastro memang telah berpulang ke Sang Maha Kuasa, namun kadernya masih banyak bercokol termasuk Boediono dan Miranda Goeltom serta Sri Mulyani dan Darmin Nasution, meneruskan Neoliberalisme yang melayani kepentingan asing tanpa batas itu. Era SBY jelas era neoliberal.
Semasa hidupnya, arsitek ekonomi kapitalis neoliberal Orde Baru (Orba) ini meninggalkan kisah suka maupun duka bagi orang-orang ditinggalkannya. Widjojo praktis mendampingi Soeharto selama tiga dekade.
Widjojo ketika menyusun arsitektur Orba Soeharto hanya kuat pada demografi, sebab konsep neoliberalis yang membuat rakyat makin miskin itu disusun bule-bule Harvard, World Bank dan IMF untuk kepentingan AS mengeruk kekayaan alam di Indonesia dan menguras SDM murah di negeri kita.
Mantan Menteri Keuangan Fuad Bawazier menilai latar belakang Widjojo dengan Soeharto jelas amat berbeda. Widjojo seorang ekonom liberal dengan pendidkan S3 dari USA, sedangkan Soeharto adalah seorang militer dengan latar belakang pertanian dan pedesaan.
"Karena itu selama masa Orba sebenarnya berlangsung dualisme ekonomi, yaitu Suhartonomics dengan ekonomi kerakyatannya dan Widjojonomics dengan ekonomi liberalnya," ulas Fuad Bawazier .
Menurut Fuad, Soeharto sangat concern dengan pembangunan pedesaan dan pertanian melalui program-programnya yang antara lain mengandalkan subsidi pemerintah. Suhartonomics mengajukan program Inpres SD, Inpres Jalan Desa, Puskesmas, subsidi benih dan pupuk, subsidi kredit termasuk kredit candak culak, kredit jaring nelayan, bunga RSS, program KB, subsidi BBM dan lain sebagainya.
Sementara Widjojo, menurut Fuad, meletakkan dasar-dasar ekonomi liberal seperti perbankan, pasar modal, utang luar negeri, PMA dan lainya, yang umumnya bersinggungan dengan pelaku ekonomi elit dan asing (kapitalis). Widjojo terbukti gagal, hasilnya Sumber Daya Alam kita terkuras, kerusakan lingkungan meluas dan terjadi eksploitasi kapitalisme dimana-mana.
"Kedua aliran ini berjalan bersama secara damai. Bedanya, Soeharto adalah komandan individual yang tidak menyiapkan kader-kadernya untuk meneruskan ekonomi kerakyatannya. Sehingga lengsernya Soehato dibarengi dengan melemahnya program-program ekonomi unggulannya, yang bahkan semakin terdesak dan terkubur termasuk subsidi-subsidi," katanya. masyarakat makin materialistis.
Adapun Widjojo, dikatakan Fuad, sejak awal menyiapkan kader-kadernya. Sehingga lengsernya Widjojo segera digantikan oleh kader-kadernya seperti Wakil Presiden Boediono dan Sri Mulyani. Karena itu, ekonomi Indonesia sekarang tidak lagi ekonomi dualisme tetapi hanya liberal bahkan lebih ekstrim lagi, yakni ekonomi neoliberal.
"Kesimpulannya, perang ideologi ini dimenangkan Widjojo. Lebih-lebih sesudah UUD 45 diamandemen yang kemudian melahirkan UU yang amat neolib dan pro kapitalis. Semetara program-program ekonomi kerakyatan ala Soeharto semakin sayup-sayup, semakin menjauh dari pasal 33 UUD -1945.
Barang Lama
Dalam bisnis terkenal adagium "anggur lama botol baru". Begitulah rezim yang berkuasa di Indonesia. Pergantian presiden sama sekali tidak merubah sistem ekonomi yang dipakai.
"Sistem kita neolib sejak tahun 1955. AS masuk lewat Ford Foundation dan mendidik calon mafia, termasuk Widjojo dan Ali Wardhana," kata pengamat perbankan Ahmad Iskandar, dalam diskusi Membongkar Arsitektur Perampokan Perbankan: Dari BLBI, Indover, Century sampai Citibank di Doekoen Coffee, Pancoran, Jakarta tahun lalu.
Menurut Ahmad, sikap didikan Barat era 1950-an ini berbeda dengan dengan para pendiri bangsa, yang juga mendapat pendidikan di Barat. Pasca orde lamatumbang, kata Ahmad, lulusan Amerika inilah menjadi think thank ekonomi Soeharto. Tahun 1967, Indonesia benar-benar jatuh ke tangan Amerika.
"Cucu mafia Berkeley ini adalah Boediono dan Sri Mulyani," kata Ahmad.
Kader Neolib
Sistem yang dibangun sejak era Widjojo hingga Sri Mulyani dan Boediono inilah yang dijadikan sistem ekonomi Indonesia. Sistem ini bertumpu pada hutang luar negeri.
"Selama sistem ini digunakan, maka tidak akan pernah berpihak pada rakyat," tukas Ahmad.
Jum'at (9/3) lalu, Widjojo meninggal dunia di usia 84 tahun karena penyakit yang dideritanya. Semasa hidup, Widjojo dikenal sebagaiMenteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional periode 1971-1973 dan Menko Ekuin sekaligus Ketua Bappenas priode 1973-1978 dan 1978-1983. (Pz/rim/weks/eramuslim)