ilustrasi |
Kekeringan tersebut mengakibatkan seluruh sumur air minum di dusun yang berjarak sekitar 20 kilometer di bagian timur Maumere, Ibu Kota Kabupaten Sikka itu mengering. sejumlah bak penampung air hujan di tengah dusun juga sudah kosong. Warga yang didera krisis air, terpaksa mengonsumsi air yang diambil dari batang pohon pisang.
Yohanes Aprianus, warga setempat, Sabtu (10/9), mengatakan ia bersama warga lainnya berjalan kaki menelusuri bantaran
sungai untuk menebang pisang di kebun. Batang pisang yang sudah ditebang, dibawa pulang ke rumah kemudian dilubangi di bagian tengahnya.
"Batang pisang yang dilubangi itu dibiarkan selama satu hari dan satu malam agar air pisang tertampung di lubang yang sudah dibuat," katanya.
Air yang sudah tertampung dipindahkan ke ember sebelum dimasak untuk diminum bersama anggota keluarga. Karena air yang diperoleh dari batang pisang terbatas, hanya dimanfaatkan untuk minum.
"Untuk mandi dan cuci, kami pergi ke kota sekali dalam satu minggu," katanya.
Selain pisang, mereka juga mengambil air dari batang pohon ara. Namun cara pengambilan air berbeda dari air yang diambil dari batang pisang.
Menurut Yohanes, pohon ara yang sudah ditebang, dibakar untuk mengeluarkan air dari batang. Air tersebut disuling menggunakan bambu ke dalam ember.
Ia mengatakan sebelum muncul kekeringan, warga sering membeli air dengan cara patungan dari kota seharga Rp300.000 per 10 ribu liter. Air tersebut dimasukan ke bak penampung air hujan untuk dimanfaatkan bersama.
Belakangan pemilik mobil tanki melarang kendaraannya mengangkut air bersih ke Wolomude karena kondisi jalan yang rusak parah.
"Akhirnya kami memilih mengambil air di pisang saja, meskipun sedikit tetapi tidak perlu mengeluarkan uang," tandasnya. (mediaindonesia.com)