Namun kini janji-janji kosong pemerintahlah yang mengirimnya kembali beserta keluarganya ke sebuah kamp pengungsi.
"Saya dipaksa kembali ke kamp bersama anak-anak saya yang kembali tidak dapat bersekolah," ujar ayah dua anak itu kepada IslamOnline.net.
Gawwam, 38, dan keluarganya telah kembali ke rumah mereka di Baghdad, berharap pemerintah akan membantu mereka setelah tahun-tahun penuh penderitaan di kamp pengungsi.
Namun selama berbulan-bulan ia berusaha mencari pekerjaan untuk memberi makan keluarganya.
"Para pejabat mengatakan bahwa jika kami kembali kami akan mendapat bantuan dan uang untuk membantu kami membangun kembali kehidupan, namun yang kami temukan hanyalah kebohongan."
Keluarga-keluarga telantar itu kekurangan layanan kesehatan dan tidak dapat mengirim anak-anaknya ke sekolah.
Beberapa telah mendapat tempat berteduh di gedung-gedung umum yang terbengkalai tanpa aliran air, listrik atau sanitasi yang layak.
Menurut statistik pemerintah, terdapat sekitar 2.6 juta penduduk yang telantar di Irak.
Lebih dari dua juta pengungsi tinggal di luar Irak, terutama di Syria, Yordania, Mesir, Lebanon, dan Uni Emirat Arab.
Organisasi Migrasi Internasional (IOM) mengatakan bahwa dari semua keluarga yang kembali, 45% dari mereka memiliki satu anggota keluarga yang bekerja. Sedangkan sepertiganya mengatakan bahwa mereka tidak dapat menemukan pekerjaan.
Laporan itu mengatakan bahwa orang-orang yang kembali itu khawatir kalau harus masuk kamp lagi karena tidak dapat memperoleh sumber pendapatan.
Gawwam merasa ditelantarkan oleh pemerintahnya.
"Kami mendengar janji-janji dan mengambil risiko namun ketika kami mengetahui bahwa tidak ada yang dilakukan untuk membantu kami, hal yang terbaik untuk dilakukan adalah kembali ke kamp pengungsi," keluhnya.
"Setidaknya organisasi-organisasi nonpemerintah membantu kami."
Ahmed Wissam Hayett, yang telah telantar bersama istri dan empat anaknya sejak tahun 2006, telah kehilangan harapan untuk pulang ke rumah.
"Saya merasa terpaksa untuk tinggal di kamp ini karena janji-janji bahwa pemerintah akan memberi kami bantuan keuangan hanyalah propaganda politik."
Abdel Muhseen Jalil, pejabat senior di Kementerian Orang Telantar dan Migrasi, mengakui kesulitan yang dihadapi orang-orang telantar itu.
"Orang-orang telantar di Irak tertinggal di belakang perkembangan yang berlangsung," ujarnya.
"Pemerintah telah mengalokasikan hampir 80 dolar untuk tiap keluarga yang telantar namun mayoritas tidak menerimanya dan mereka yang cukup beruntung baru mendapat subsidi untuk satu bulan."
Pemerintah mengatakan bahwa 170 juta dolar telah dialokasikan dalam anggaran tahun 2010 untuk Kementerian ini. Bukan jumlah uang yang besar namun jika didistribusikan dengan benar, banyak keluarga yang setidaknya akan dapat memakan sayuran segar dan meminum air bersih," ujar Jalil.
Beberapa pihak merasa skpetis bahwa uang itu akan sampai pada orang-orang yang membutuhkan karena meluasnya korupsi pemerintah. (rin/io) www.suaramedia.com