WASHINGTON, KOMPAS.com - Presiden AS Barack Obama, Jumat (30/10), bertemu dengan kepala-kepala militernya untuk mendiskusikan strategi di Pakistan dan Afganistan, sebagai satu dari tahapan akhir sebelum memutuskan apakah akan mengirimkan lagi ribuan tentara AS ke perang atau tidak.
Beberapa pejabat Gedung Putih menyampaikan, Obama mengundang kepala staf gabungan, panglima-panglima angkatan bersenjata AS, ke sebuah ruangan khusus di Gedung Putih untuk mendengarkan masukan-masukan mereka atas rencana perangnya, dan pertimbangan mengenai jumlah tentara AS di kedua medan perang di Asia tersebut.
"Jelas sekali beban baik pada tentara-tentara dan keluarga-keluarganya yang terlibat dalam situasi perang bergantung pada bagaimana saya melihat konflik-konflik tersebut. Dan inilah yang saya pikirkan setiap hari," ungkap Obama, setelah mengunjungi Pangkalan Angkatan Udara Dover di Delaware, untuk menyaksikan kembalinya beberapa jenazah prajurit dari Afganistan.
Jelang keputusan
Juru bicara Pentagon, Geoff Morell, Kamis (29/10), menyampaikan, Presiden berada pada "tahap akhir" untuk memutuskan bagaimana kelanjutan perang AS di Afganistan dan Pakistan.
Kamis, The Washington Post melaporkan, Obama telah meminta pejabat-pejabat seniornya menganalisis provinsi-provinsi di Afganistan guna menentukan wilayah-wilayah mana yang dikelola baik dan mana yang tidak, untuk menjadi pertimbangannya dalam memutuskan jumlah tentara.
Awal pekan ini, The New York Times juga melaporkan, Gedung Putih sudah memutuskan strategi untuk perang di Afganistan, dengan mengirimkan tambahan tentara AS untuk melindungi wilayah-wilayah penduduk padat, tetapi diakui juga bahwa perlawanan tidak bisa sepenuhnya dihapuskan.
Obama telah menghabiskan waktu berminggu-minggu untuk mempertimbangkan permintaan Panglima Perang AS di Afganistan Jenderal Stanley McChrystal yang meminta tambahan 40.000 lagi tentara untuk memerangi meningkatnya perlawanan Taliban di Afganistan.
Pendapat publik AS yang mendukung perang di Afganistan kini mulai diuji, dengan semakin banyaknya jumlah korban tentara AS. Hal itu juga membuat Obama lebih berhati-hati memutuskan. (AFP/OKI)