+ResistNews Blog - Pengamat terorisme Mustofa Nahra mempertanyakan penafsiran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) terkait hal-hal yang mendorong munculnya radikalisme. Padahal, istilah-istilah yang diklaim BNPT sebagai pemicu radikalisme itu adalah bahasa Al-Quran.
Di hadapan jamaah “Tabligh Akbar Jangan Berangus Media Dakwah Kami” di Masjid Al Azhar Jakarta Selatan, Mustofa menyampaikan bahwa menurut BNPT yang menyemangati orang-orang Islam untuk menjadi teroris adalah kisah-kisah peperangan pada masa lalu. Peperangan-peperangan itu sendiri termuat di dalam Al-Quran.
“Ini kan tafsir yang sesat. Sejak kapan BNPT itu menjadi penafsir Al-Quran. MUI saja kalah itu,” kata Mustofa, Jumat malam (03/04), yang diikuti gelak tawa jamaah.
Mustofa menambahkan, menurut BNPT orang-orang radikal suka mengkafirkan atau biasa disebut dengan takfiri. Padahal, lanjutnya, istilah-istilah kafir dan jihad adalah bahasa Al-Quran.
Dia lantas menjelaskan dengan menggambarkan bahwa seseorang yang tidak memiliki Kartu Tanda Penduduk (KTP) berarti warga negara asing (WNA). Sementara, yang memiliki KTP Indonesia berarti warga negara Indonesia (WNI).
“Kalau Anda bukan Islam, maka kafir. Bukan dikafirkan. No, ini bahasa Al-Quran,” ujarnya.
Pria yang telah meneliti terorisme sejak 2004 ini mengaku telah memeriksa situs-situs Islam yang diblokir. Dia terkaget karena menemukan fakta bahwa ada juga situs yang medukung program BNPT yang diblokir.
“Rupanya seluruh website (yang diblokir) ini hampir semuanya memusuhi sebuah kelompok yang disebut Syiah,” kata Mustofa, diikuti teriakan takbir para jamaah.
“Media Islam tidak boleh mati. Media Islam harus menjadi corong Islam, karena memang kita tidak bisa bergantung pada media yang lain kecuali kita sendiri yang membuatnya,” pungkasnya. [kiblat.id/ +ResistNews Blog ]