Oleh: Ammylia Rostikasari, S.S. Penulis Buku Mengapa Surga di Telapak Kaki Ibu
BEBERAPA hari terakhir, media begitu santer mem-blow up kasus kematian Thata Chubby alias Deudeuh yang tewas di kamar kosannya setelah dihabisi nyawanya oleh pelanggannya. Pelaku yang berhasil ditangkap, justru hanya terkena pasal pembunuhan dan pencurian saja. Sementara tindakannya dengan korban yang telah melakukan perilaku asusila seolah tidak dianggap sebagai kasus kriminal.
Lokalisasi Dianggap Solusi?
Berbagai analisis pun mulai dilakukan oleh berbagai pihak untuk menyikapi kasus tersebut. Mulai dari psikolog bahkan Gubernur DKI Jakarta yang mewacanakan kembali lokalisasi prostitusi. Konon, Ahok berdalih supaya aktivitas prostitusi tidak menjamur ke mana-mana dan lebih mudah untuk diidentifikasi keberadaannya.
Ahok pun seolah menjustifikasi bahwa masalah prostitusi menjadi sebuah masalah yang lazim. Bahkan ia mengungkapkan bahwa sejak zaman nabi sekali pun, memang sudah banyak terdapat para pelacur. Tak sungka-sungkan, ia pun mempertegasnya dengan sebuah hadist yang mengisahkan seorang pelacur yang masuk surga karena memberi minum seekor anjing yang kehausan. Seolah ia menolerir bahwa pekerja seks komersial dan aktivitas prostitusi adalah sesuatu yang wajar di masyarakat.
Solusi Tepat Masalah Prostitusi
Berbicara masalah prostitusi yang membuat miris masyarakat. Tentu saja tidak cukup ditanggulangi dengan adananya lokalisasi atau penghapusan lokalisasi. Namun pangkal permasalahannya, yaitu bagaimana negara ini menegakkan hukum untuk memberangus aktivitas keji tersebut.
Di dalam Islam, mendekati zina pun sudah dilarang. Apalagi sampai melakukan perbuatan tercela tersebut. Sebagaimana yang Allah firmankan dalam Q.S. Al-Isra:32, “ Janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan yang keji. Dan suatu jalan yang buruk”.
Di dalam Islam, prostitusi itu dipandang sebagai tindakkan kriminal yang pelakunya mesti ditindak tegas, seperti halnya pelaku kriminalitas yang lainnya. Penerapan sanksi pezina yang ghayr muhson (belum menikah) yaitu dikenakan sanksi cambuk sebanyak seratus kali. Sementara pezina yang muhson (sudah menikah) diberlakukan sanksi rajam. Untuk mempertegas begitu tercelanya orang yang melakukan prostitusi, bahkan eksekusinya pun haruslah disaksikan oleh masyarakat luas supaya memberikan pelajaran berharga bagi mereka. Seperti yang Allah firmankan.
“Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari kemudian; dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sebagian orang-orang yang beriman” (QS An-Nur:2)
Selain itu, Islam pun akan menutup atau menekan peluang agar masyarakat tidak mendekati prostitusi, misalnya Islam mengajarkan wanita dan pria untuk menutup aurat juga menjaga pandangan. Islam pun menjadikan negara sebagai institusi yang berperan penting sebagai penegaknya, dengan menutup sarana dan prasarana yang menghantarkan pada tindakan tercela tersebut. Sehingga pemanfaatan media sosial yang sering digunakan untuk mempromosikan jasa prostitusi akan diawasi supaya tidak menimbulkan kemudharatan. Bahkan diblokir jika medesak dibutuhkan. Wallohu’alam bishowab. []