-->

Inkonsistensi Charlie Hebdo Hadapi Hak Kebebasan



+ResistNews Blog - Maurice Sinet, 86, yang bekerja dengan nama pena Sinus dalam majalah mingguan Charlie Hebdo telah menghadapi isu atas tulisannya “hasutan kebencian rasial” dalam kolom yang ia tulis pada tahun 2009. Potongan tulisan itu memicu perdebatan antara intelektual Paris dan berakhir pada pemecatan dirinya oleh pihak majalah.

“L’Affaire Sine” mengikuti keterlibatan Sarkozy dengan Jessica Sebaoun-Darty, Seorang Yahudi tulen penjual barang elektronik. Sine juga ikut berkomentar mengenai rumor bahwa putra presiden itu berencana untuk pindah ke agama Yahudi.

Seorang komentator politik menganggap kolom itu sebagai bentuk penghinaan terhadap Yahudi dan sosialitasnya. Editor Charlie Hebdo, Philippe Val akhirnya meminta Maurice Sinet untuk meminta maaf kepada publik namun ia menolak dengan tegas.

Akhirnya Philippe Val memutuskan untuk memecat Sinet dengan didukung oleh sekelompok intelektual terkemuka, termasuk filusuf Bernard-Henry Levy. Namun kelompok libertarian kiri berusaha membelanya dengan alasan kebebasan berbicara.

Fihak yang tidak setuju dengan Sinet menganggap tulisannya itu seperti mengejek Sarkozy yang masuk agama Yahudi hanya karena uang. Selanjutnya Sinet dituduh sebagai Anti-Semit dan menghadapi banyak tekanan sehingga dengannya ia dipecat dari majalah mingguan. Namun majalah yang sama itu justru menerbitkan kartun yang menghina Nabi Muhammad dan menggap hal itu sebagai kebebasan berbicara.

Ketimpangan keputusan Charlie dengan memecat orang karena mengkritik Yahudi itu berlawanan dengan ‘kebebasannya’ menghina Nabi Muhammad dengan dalih kebebasan.

(wb/lasdipo/ +ResistNews Blog )