Oleh : Lilis Holisah, Pendidik
Berbagai persoalan terus menerus melanda negeri ini. Kasus pencabulan anak, korupsi, narkoba, kebrutalan remaja, pergaulan bebas, dan kriminalitas lainnya rupanya menjadi ‘makanan sehari-hari’ masyarakat Indonesia. Masyarakat disuguhi berita-berita seputar kriminal yang dilakukan oleh berbagai kalangan, baik anak muda maupun orang tua.
Salah satu persoalan yang membelit bangsa ini dan tak kunjung usai adalah skandal Bank Century. Skandal Century menjadi isu hangat saat ini di media-media. Sejak tahun 2008 hingga kini, skandal Bank Century tak juga menemui titik penyelesaian. Meski satu persatu pejabat teras di negeri ini duduk di kursi Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi, Jakarta untuk menjelaskan skandal dana talangan ke Bank Century, namun hingga kini, kasus Century ini masih bergulir di meja hijau dan belum terselesaikan. Mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani, Boediono dan Jusuf Kalla telah memberikan kesaksiannya masing-masing terkait bail out Century.
Ada yang geram melihat berita-berita di media terkait dengan kasus Century, ada yang cuek dan masa bodoh, ada juga yang mengikuti perkembangan kasus tersebut dengan serius. Karena bagaimana pun juga, kasus ini adalah persoalan bangsa yang harus segera diselesaikan, karena telah merugikan dana Negara sebesar Rp6,7 triliun.
Dalam persidangan, Boediono yang diperiksa dalam kapasitasnya sebagai Gubernur BI mengatakan, faktor psikologis pasar menjadi alasan penyelamatan Bank Century karena pihak BI telah belajar dari pengalaman krisis di Indonesia tahun 1998. Menurut Boediono, itu tidak perlu menggunakan ahli psikologi sebab telah banyak pejabat BI yang juga dianggap ahli karena pernah merasakan kondisi krisis 1998.
Sementara Jusuf Kalla, pada hari Kamis 8 Mei 2014 diperiksa dalam kapasitas sebagai wakil presiden. Beliau bersikukuh bahwa Bank Century tidak layak dibantu karena bank itu bangkrut setelah dirampok pemiliknya sendiri. Selain itu, menurut Jusuf Kalla, bail out Century menyalahi aturan.
Begitupun menurut Pengamat ekonomi Hendri Saparini, yang menjadi saksi ahli di sidang terdakwa mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI), Budi Mulya, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi, Jakarta, Senin (12/5/2014), Hendri menilai Bank Century memang tidak layak mendapat fasilitas pendanaan jangka pendek (FPJP) maupun suntikan dana talangan (bail out). Menurut dia, Bank Century saat itu tidak memenuhi syarat mendapat FPJP dan sudah bermasalah sejak awal.
Fauzi Ichsan, Ekonom Senior Standard Chartered Bank Indonesia, mengatakan saat ini penanganan kasus Bank Century terlalu dalam melibatkan unsur politik, bukan lagi fokus pada aspek hukum perbankan. Menurut beliau, penyelesaian kasus ini juga harus diselesaikan secara politis. Fauzi Ichsan berpendapat bahwa masalah ini akan selesai ketika terjadi pergantian rezim penguasa dalam pemerintahan eksekutif maupun legislatif.
Inilah Demokrasi
Kasus bail out century adalah masalah lama yang tak kunjung selesai, ini merupakan bukti bahwa demokrasi tidak serius menyelesaikan masalah. Meski saksi-saksi penting sudah dihadirkan, seperti Sri Mulyani, Boediono dan Jusuf kalla, namun aktor inteletktual yang sesungguhnya belum terungkap sampai saat ini.
Persoalan demi persoalan akan terus lahir dan akan sulit terselesaikan jika keberadaan sistem demokrasi masih diterapkan di negeri ini. Demokrasi hanya melanggengkan kerusakan dan kebinasaan. Karena demokrasi memberikan kewenangan membuat hukum kepada manusia, menyaingi Tuhan. Alhasil, ketika aturan dibuat oleh manusia maka, aturan tersebut dibuat sesuai kebutuhan, kepentingan, dan kemashlahatannya. Dan tentu saja bersifat nisbi, karena masing-masing manusia memiliki kepentingannya masing-masing dan standar yang berbeda.
Bisa jadi menurut sebagian kalangan suatu aturan baik, namun menurut kalangan lain aturan tersebut buruk. Dan sangat boleh jadi aturan yang dibuat oleh manusia, dibuat untuk dilanggar untuk kemudian diganti dengan yang baru sesuai kebutuhan dan kepentingan saat itu. Seperti yang terjadi pada kasus bail out Century.
Semula Bank Indonesia (BI) membuat aturan bahwa bank umum yang bisa memperoleh pemberian Fasilitas Pendanaan Jangka Pendek (FPJP) harus memiliki rasio kecukupan modal minimum atau Capital Adequacy Ratio (CAR) delapan persen. Namun ketika Century hanya memiliki CAR 2,35 persen, BI merubah aturan dengan mengeluarkan Peraturran Bank Indonesia (PBI) No. 10/20/PBI/2008 tanggal 14 November 2008.
Intinya, peraturan itu merevisi persyaratan bank penerima FPJP, dari semula bank harus memiliki CAR minimal delapan persen menjadi CAR hanya positif saja, menggantikan Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 10/26/PBI/2008 tentang FPJP Bagi Bank Umum tanggal 30 Oktober 2008, mensyaratkan bank umum yang bisa memperoleh FPJP harus memiliki CAR minimal delapan persen. Perubahan aturan tersebut dibuat agar Bank Century bisa memperoleh FPJP.
Setelah perubahan PBI dibuat, Bank Century mendapatkan kucuran dana FPJP. Dan pada saat FPJP tidak juga bisa membantu Bank Century, maka diputuskan dilakukan rapat Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK), guna menentukan nasib Bank Century dan mengantisipasi terjadinya dampak sistemik dari kegagalan Bank Century. Dalam rapat itu diketahui, Bank Indonesia ngotot agar Bank Century ditetapkan bank gagal berdampak sistemik agar bisa mendapatkan bail out.
Saat itu diketahui, dana talangan untuk Bank Century hanya dibutuhkan sekitar Rp 600 miliar. Namun setelah diaudit ulang, terjadi pembengkakan dana hingga Rp6,7 triliun.
Inilah demokrasi, ia bisa berwajah ‘manis’ bagi pihak-pihak yang bisa ‘bergandengan tangan’ namun ia bisa berubah menjadi sangar dan sadis bagi pihak-phak yang dianggap mengancam eksistensi demokrasi.
Kembali ke Islam
Sesungguhnya manusia hidup di dunia untuk memenuhi seluruh potensi hidupnya berupa kebutuhan jasmani dan kebutuhan naluri. Namun pemenuhan kebutuhan ini tidak bisa dibiarkan berjalan sendiri, tetapi membutuhkan aturan. Dan aturan yang dimaksud bukanlah aturan yang datangnya dari manusia, karena manusia sifatnya lemah, terbatas dan serba kurang.
Manusia tidak memiliki pengetahuan tentang hakikat yang terbaik bagi kehidupannya. Sehingga manusia membutuhkan aturan yang berasal dari luar dirinya sendiri, yaitu aturan yang berasal dari Penciptanya yang sangat mengetahui kebutuhan manusia, kebaikan bagi manusia.
Maka, mengharapkan segala macam problematika hidup bisa selesai dengan mengandalkan demokrasi adalah laksana menggantung asa, akan sia-sia.
Islam datang dengan membawa seperangkat aturan yang lengkap untuk menata kehidupan di muka bumi. Seluruh sendi kehidupan diatur oleh Islam.
Islam adalah agama fitrah. Fitrah manusia menginginkan ketenangan dan ketentraman serta kesejahteraan dalam hidup. Dan Islam memberikan solusi komprehensif bagi setiap persoalan sehingga hidup manusia akan tenang, tentram dan sejahtera.
Maka, kembali kepada Islam sesungguhnya adalah kembali kepada fitrah kita sebagai manusia.
Wa Allahu ‘alam. [islampos/ +ResistNews Blog ]