Mengapa pemerintah Indonesia yang dipimpin Presiden SBY, merasa sangat begitu takut terhadap Ustadz Abu Bakar Ba’asyir? Lekaki yang sudah di usia senja, berusia 75, dijatuhi hukuman 15 tahun, berarti baru keluar dari penjara Nusakambangan di usia 90 tahun!
Ustadz Abu Bakar Ba’syir, tokoh yang sangat bersahaja hidupnya, tercermin dari kesehariannya, hanya dengan menggunakan pakaian sarung dan peci putih, dan baju koko, tak pernah berubah.
Tetapi, Ustadz Abu Bakar Ba’asyir, pendiri Pondok Pesantren Ngruki, terasa begitu sangat berkarisma. Wajahnya selalu nampak tersenyum, tak menampakkan kesedihan, walaupun sekarang beliau ditempatkan di sebuah sel “SMS” (Super Maximum Security), dan aktivitasnya dibatasi.
Washington, berulangkali meminta Ustadz Abu Bakar Ba’syir di ekstradisi ke Amerika Serikat, sejak zamannya Presiden Mega. Apakah Ustadz Abu benar-benar menjadi ancaman kepentingan Amerika? Apakah Ustadz Abu menjadi tokoh yang sangat berbahaya bagi keamanan Amerika?
Ustadz Abu Bakar Ba’syir, tetap menjadi perhatian Washington, dan para pengambil keputusan dibidang keamanan, karena pengaruhnya yang luas dikalangan umat Islam Indonesia.
Ustadz Abu Bakar Ba’asyir yang nampak sangat sabar, dan selalu tersenyum itu, benar-benar menjadi seorang tokoh, yang menjadi antitesa diantara tokoh-tokoh Indonesia saat ini.
Di mana banyak tokoh Indonesia sudah “keblinger”, sudah tidak bisa membedakan antara haq dan bathil, antara halal dan haram, dan kafir dan mukmin, justru Ustadz Abu seperti sebuah lentera terang, yang memberikan cahaya kehidupan bagi bangsa Indonesia.
Sosok Ustadz Abu menjadi pegangan bagi mereka yang sedang bingung menghadapi kehidupan, dan kekacauan pikiran, aqidah, sikap, dan bahkan pandangan hidup. Justru Ustadz Abu kokoh bagaikan"karang" di tengah gelombang kekufuran dan kemusyrikan yang melanda Indonesia, dan benar-benar pendiri Pesantren al-Mukmin Ngruki, sebagai seorang panutan.
Saat masih di tahan di Bareskrim Mabes Polri, laki-laki yang sudah lanjut usia itu, berhasil menulis buku yang sangat berharga, dan menjadi pegangan banyak diantara Muslim Indonesia.
Bukunya, tentang “Tadzkirah”, “Aqidah Islam”, dan “Demokrasi Setan”,dan sejumlah buku lainnya, benar-benar bagaikan “cahaya” di tengah kegelapan kekufuran yang melanda negeri ini.
Bukunya “Tadzkirah” di bahas di sebuah stasiun TV nasional, dan menjadi perdebatan yang hangat, banyak tokoh yang hadir di acara itu. Termasuk mantan Kepala BIN (Badan Intelijen Negara) Jendral AM Hendropiyono, mantan Kepala Densus 88, Suryadarma, Gories Mere dan sejumlah pejabat dibidang keamanan dan intelijen.
“Tadzkirah” seperti sesuatu yang sangat menakutkan. Buku itu sejatinya hanya sebuah pedoman dan nasehat yang sangat jelas, dan didasari oleh al-Qur’an dan Sunnah. Sekarang, akibat bukunya “Tadzkirah”itu, Ustadz Abu tidak boleh memiliki kertas, pulpen, dan buku tulis, dan tidak bisa lagi menulis.
Presiden SBY heran, suatu kali menanyakan, “Bagaimana di penjara kok masih bisa menulis?”.
Sungguh kehidupan Ustadz Abu Bakar Ba’asyir sangat berharga, sekalipun berada di dalam sel khusus, dan tidak mungkin melakukan aktifitas menulis, karena tulisannya telah menimbulkan ‘tsunami’ dikalangan pemangku kekuasaan. Tetapi, Ustad Abu hidupnya tetap berharga dan bermanfaat bagi orang lain. (mashadi/ +ResistNews Blog ).