-->

Corby Bebas, Narkoba Bablas

Oleh : Lilis Holisah, Pendidik Generasi di HSG SD Khoiru Ummah Ma’had Al-Abqary Serang-Banten
PADA minggu, 26 Januari 2014 yang lalu, Badan Narkotika Nasional (BNN) menggelar acara Pencanangan Tahun 2014 sebagai tahun penyelamatan pengguna narkoba, di Lapangan Bhayangkara Mabes Polri, Jakarta Selatan. Acara ini bertemakan ‘Selamatkan Anak Bangsa dari Bahaya Narkoba’. Acara yang juga dihadiri oleh Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN) Komjen Pol Anang Iskandar, Humas BNN, Sumirat Dwiyanto, Ketua DPR RI, Marzuki Alie, Ketua DPD RI, Irman Gusman, dan Wakil Ketua DPR RI, Melani Leimena Suharli tersebut diharapkan menjadi moment yang penting untuk menyelesaikan masalah narkoba di negeri ini.
Badan Narkotika Nasional (BNN) juga melaporkan pengguna narkotika dan obat terlarang di Indonesia per 2012 meningkat menjadi 4 juta orang atau meningkat 2 persen dari populasi dan meningkat dari riset sebelumnya yang sebesar 3,8 juta jiwa.
Menurut Juru bicara BNN Sumirat Dwiyanto, angka pecandu ini meningkat dikarenakan jumlah pencandu yang melakukan rehabilitasi sangat minim. Dari 4 juta-an pencandu, hanya 18 ribu yang rehabilitasi.
BNN mengingatkan masyarakat jika para pengguna melaporkan diri ke BNN untuk direhabilitasi tidak akan terkena jerat hukum sesuai UU Narkotika N0 35/2009. Pengguna yang melapor ke 130 puskesmas dan rumah sakit, 140 tempat rehabilitasi yang dikelola Kementerian Sosial serta 45 RS Polri yang sudah ditunjuk oleh Kementerian Kesehatan tidak akan terkena jerat hukum karena dilindungi Undang-Undang.

Indonesia dalam Cengkeraman Narkoba
Dewasa ini, jaringan peredaran narkoba ini telah merambah ke segala lini kehidupan masyarakat dengan jumlah kerugian bahkan kerusakan yang tidak sedikit. Selain itu, saat ini narkoba telah merambah ke seluruh lapisan masyarakat; baik anak kecil, remaja, hingga orang tua; dari yang masih berstatus pelajar, mahasiswa, pekerja kantoran hingga pengangguran; dari rakyat biasa hingga pejabat negara.
Indonesia yang dulu cuma dijadikan transit oleh sindikat internasional sekarang ‘naik kelas’ menjadi destinasi penjualan. Narkoba bahkan mulai diproduksi di dalam negeri. Bahkan yang aneh adalah, pembuatan dan peredaran narkoba bisa dilakukan dan berlangsung aman di tempat khusus milik negara yang terisolisasi dari dunia luar, yang sejatinya pengawasan terhadap semua orang di sana berlaku sangat ketat, yaitu di rumah tahanan.
Bagi mafia narkoba internasional, Indonesia ibarat surga. Dua ratus empat puluh juta penduduk Indonesia merupakan pangsa pasar yang empuk untuk mengeruk keuntungan. Trilyunan rupiah mereka kantongi setiap hari dengan ‘tumbal’ 15 ribu warga Indonesia setiap tahun mati. Dan hal yang sangat menyedihkan, penegak hukum masih lembek menghadapi kejahatan sindikat narkoba. Bahkan sepertinya, kemudahan demi kemudahan ‘diobral’ buat para penghancur masa depan generasi itu. Sering sekali kita dapati hakim memvonis ringan sang Bandar dan pecandu, padahal undang-undang mengamanatkan kepada mereka untuk menghukum seberat-beratnya pelaku kejahatan narkoba. Terlebih lagi, terpidana narkotika juga dibuat nyaman di balik jeruji besi. Penjara dijadikan tempat paling aman oleh para penjahat itu untuk mengendalikan bisnis barang haram itu. Dan ironisnya, Penjahat narkotika kini diberikan kemudahan lain berupa grasi. Masih ingat dalam ingatan, ketika bapak Presiden kita, Susilo Bambang Yudhoyono, memberikan grasi kepada Schapelle Corby. Corby mendapat ‘hadiah’ pembebasan bersyarat dari Presiden kita yang terhormat. Schapelle Leigh Corby, terpidana narkoba asal Australia, kedapatan membawa 4,1 kg ganja ke Bali awalnya dihukum 20 tahun penjara. Kemudian mendapat remisi dan grasi 5 tahun dari pak Presiden, serta mendapat ‘kebaikan hati’ pemerintah Indonesia, akhirnya Corby dinyatakan bebas.
Jika sang ratu mariyuana tersebut bisa bebas, bisa dibayangkan nasib bangsa ini. Ya, Indonesia akan menjadi sasaran peredaran narkoba yang empuk, akan menjadi surga narkoba. Na’udzubillah…..
Berdasarkan hasil penelitian Badan Narkotika Nasional (BNN) yang bekerja sama dengan Puslitkes UI pada 2011, angka prevalensi penyalahgunaan narkoba 2,2% atau setara dengan 4,2 juta orang dari total populasi penduduk Indonesia berusia 10 tahun hingga 59 tahun. Angka prevalensi diprediksikan meningkat menjadi 2,8% (5,1 juta orang) pada 2015.
Tren penyalahgunaan narkoba saat ini didominasi ganja, sabu-sabu, ekstasi, heroin, kokain, dan obat-obatan Daftar G. Sepanjang 2012, BNN sudah 12 kali memusnahkan narkoba. Total yang telah dimusnahkan sebanyak 28.062 gram sabu-sabu, 44.389 gram ganja, 10.116 gram heroin, dan 3.103 butir ekstasi. Sebagian besar penyalahguna narkoba ialah remaja berpendidikan tinggi. Berdasarkan data BNN, sedikitnya 15 ribu orang setiap tahun mati akibat penyalahgunaan narkoba dan kerugian negara mencapai Rp50 triliun per tahun. Pecandu heroin dan morfin yang menggunakan jarum suntik itu berpotensi besar terkena penyakit hepatitis B dan hepatitis C bahkan tertular virus HIV-AIDS.
Data tersebut bisa jadi yang terdeteksi oleh BNN, dan kemungkinan besar jumlah yang tidak terdeteksi masih banyak di luar sana, atau ibarat fenomena gunung es, yang terlihat adalah yang di permukaannya saja, padahal jauh di dalamnya yang tidak terlihat secara kasat mata sangat besar.
BNN sendiri mempunyai tiga komitmen untuk memberantas kejahatan narkoba, pertama, menjadikan masyarakat imun atau kebal terhadap bahaya narkoba, sanggup, berani dan mampu mengatakan tidak pada narkoba.Kedua, menyembuhkan yang sudah menjadi pecandu yang jumlahnya saat ini mencapai 4,2 juta orang dengan melakukan rehabilitasi pengguna, danketiga, memutus jaringan narkoba gelap, baik melalui pemasoknya dan menyetop penggunaan narkoba, sehingga tidak ada lagi pengguna narkoba, karena penggunanya sudah disembuhkan, yang belum terkena bisa mampu mengatakan tidak kepada narkoba. BNN berharap, dengan tiga komitmen itu, BNN ingin mewujudkan visi Indonesia bebas dari penyalahgunaan narkoba tahun 2015.

Pemberantasan yang Tidak Total
Pemberantasan Narkoba di Indonesia saat ini laksana menegakkan ‘benang basah’, sangat sulit sekali. Karena, ketika ditemukan kasus kakap peredaran dan jaringan narkoba, tidak lama berselang ditemukan lagi peredaran dan jaringan narkoba yang lebih besar lagi. Dan anehnya, itu bukan dilakukan oleh orang yang sama; seolah-olah aparat penegak hukum berkejar-kejaran dengan jaringan narkoba yang berbentuk ‘sel-sel’ yang senantiasa tumbuh kembali dan cepat berkembang. Tidak ada matinya.
Namun, di sisi lain, hingga saat ini, sanksi yang diberikan kepada pengedar dan pemakai narkoba masih terbilang ringan; belum sampai memberikan hukuman yang menimbulkan efek jera. Bahkan hampir sebagian besar nama yang pernah dipenjara karena kasus narkoba secara berulang keluar masuk penjara dengan kasus serupa. Kalaupun dihukum dan dimasukkan ke dalam penjara, selepas dari penjara bukannya insyaf, tetapi justru ‘naik statusnya’. Yang dulunya pengguna menjadi pengedar kelas teri. Yang dulunya pengedar kelas teri menjadi pengedar kelas kakap. Demikian seterusnya.
Terlebih lagi, sebagaimana yang diungkapkan BNN, pengguna yang melaporkan diri ke BNN untuk direhabilitasi tidak akan terkena jerat hukum karena dilindungi Undang-Undang. Terlihat ketidaktotalan dalam pemberantasan narkoba. Solusi yang ditawarkan adalah upaya rehabilitasi pecandu, karena para pecandu hanya dianggap sebagai korban, bukan penjahat. Artinya bahwa, kemungkinan pecandu bisa naik tingkat menjadi pengedar sangat besar, karena pecandu hanya dijadikan sebagai korban, yang hanya perlu direhabilitasi, tidak diberikan hukuman yang membuat efek jera. Inilah salah satu yang membuat persoalan narkoba tidak pernah selesai.
Sangat bisa dipahami kenapa hukuman yang diterapkan kepada para penjahat narkoba tidak menimbulkan efek jera atau sangat ringan. Karena aturan yang diterapkan di negeri ini adalah lahir dari kecerdasan akal manusia yang sangat terbatas, yang sangat lemah untuk memahami perkara yang terbaik bagi kehidupannya. Aturan yang diterapkan di negeri ini adalah aturan yang dibuat oleh manusia, yang sangat boleh jadi di dalamnya terdapat tarik ulur kepentingan, penuh dengan lobi-lobi dari para pemilik kepentingan tersebut. Maka, alhasil persoalan narkoba sepertinya akan menjadi persoalan yang akan terus membelit negeri ini, jika aturannya masih sama.

Islam Bicara Narkoba dan Solusinya
Manusia adalah makhluk yang paling utama (afdhalul makhluqat), bahkan lebih utama daripada malaikat. Keutamaan manusia ini tiada lain terletak pada akalnya. Akal inilah yang telah mengangkat kedudukan manusia dan sekaligus menjadikannya makhluk yang paling utama. (Lihat Hakekat Berpikir, Taqiyuddin an-Nabhani, hal 1).
Keistimewaan akal adalah karena ia mampu melakukan aktivitas berfikir yang akan melahirkan berbagai pemikiran untuk menyelesaikan berbagai problem kehidupan sehingga manusia mampu menata kehidupannya dengan baik dan harmonis bersama manusia dan makhluk lainnya serta akan tercipta kebaikan-kebaikan dalam kehidupan umat manusia. Dalam banyak ayat al-Qur’an, Allah mengajak manusia untuk senantiasa menggunakan akalnya untuk berpikir tentang hakikat penciptaan.
Allah berfirman:
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan pergantian malam dan siang terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang berakal. (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri, duduk atau dalam keadaan berbaring, dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata), ‘Ya Tuhan kami, tidaklah Engkau menciptakan semua ini sia-sia; Maha Suci Engkau, lindungilah kami dari azab neraka”. (Q.S Ali-‘Imran/3 : 190-191)
“Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam, Kami tanggalkan siang dari malam itu, maka serta merta mereka berada dalam kegelapan.” (Q.S Yasin/36 : 37)
Akal manusia ini menjadi sandaran iman. Akal inilah yang jika digunakan sesuai porsinya akan sampai pada keimanan yang benar dan akan sangat mudah manusia beriman kepada Allah, Pencipta sekaligus Pengatur alam semesta, manusia dan kehidupan, karena akal manusia mampu menemukan tanda-tanda kekuasaan Allah/kehebatan Allah.
Maka, Islam telah melarang hal-hal yang bisa merusak akal manusia, seperti meminum Khamr, mengkonsumsi narkotika, dll. Islam telah menempatkan akal pada tempatnya yang tinggi dan layak, yaitu menjadikan akal sebagai objek hukum/manaathut takliif, yang dengan akal tersebut manusia mampu berpikir untuk menyelesaikan setiap problem hidupnya. (Lihat Mafahim Islamiyah karya Muhammad Husain Abdullah, hal 195).
Narkoba adalah zat yang memabukkan dengan beragam jenis seperti heroin atau putaw, ganja atau marijuana, kokain dan jenis psikotropika; ekstasi, methamphetamine/sabu-sabu dan obat-obat penenang; pil koplo, BK, nipam dsb. Zat yang memabukkan dalam al-Quran disebut khamr, artinya sesuatu yang dapat menutup akal.
Abdullah bin Umar ra. menuturkan bahwa Rasulullah saw. pernah bersabda:
Setiap yang memabukkan adalah khamr dan setiap khamr adalah haram”. (HR Ahmad dan Abu Dawud).
Islam telah mengharamkan segala sesuatu yang bisa merusak akal manusia. Penjagaan Islam terhadap akal manusia adalah dengan pelaksanaan syariat Islam yang datangnya dari Allah, al-Khaliq al-Mudabbir.
Negara memiliki kewajiban untuk melakukan pembinaan terhadap rakyatnya. Dengan mengupayakan agar terjadi peningkatan ketakwaan setiap individu masyarakat kepada Allah. Negara harus melakukan edukasi kepada masyarakat agar paham bahwa mengonsumsi, mengedarkan bahkan memproduksi narkoba adalah perbuatan haram yang akan mendatangkan murka Allah, yang di akhirat nanti pelakunya akan dimasukkan ke dalam neraka. Ketakwaan setiap individu masyarakat akan menjadi kontrol bagi masing-masing sehingga mereka akan tercegah untuk mengkonsumsi, mengedarkan apalagi membuat narkoba.
Selain melakukan upaya peningkatan ketaqwaan individu, Negara berkewajiban melaksanakan sistem hukum pidana Islam. Sistem pidana Islam, selain bernuansa ruhiah  karena bersumber dari Allah SWT, juga mengandung hukuman yang berat. Pengguna narkoba dapat dipenjara sampai 15 tahun atau dikenakan denda yang besarnya diserahkan kepada qâdhi (hakim). (lihat Nizhâm al-‘Uqûbât,al-Maliki, hal 189). Jika pengguna saja dihukum berat, apalagi yang mengedarkan atau bahkan memproduksinya; mereka bisa dijatuhi hukuman mati sesuai dengan keputusan qâdhi (hakim) karena termasuk dalam bab ta’zîr.
Rasulullah saw pernah bersabda:
“Rasulullah saw. mengutuk sepuluh orang yang karena khamr: pembuatnya, pengedarnya, peminumnya, pembawanya, pengirimnya, penuangnya, penjualnya, pemakan hasil penjualannya, pembelinya dan pemesannya.”  (HR Ibnu Majah dan Tirmidzi).
Penegakkan hukum ini harus konsisten. Setiap orang yang menggunakan narkoba harus dijatuhi hukuman tegas. Orang yang sudah kecanduan harus dihukum berat. Demikian pula semua yang terlibat dalam pembuatan dan peredaran narkoba, termasuk para aparat yang menyeleweng.
Rekrutmen aparat penegak hukum juga harus selektif. Aparat yang menegakkan hukum haruslah yang bertakwa. Dengan sistem hukum pidana Islam yang tegas, yang notabene bersumber dari Allah SWT, serta aparat penegak hukum yang bertakwa, hukum tidak akan dijualbelikan. Mafia peradilan—sebagaimana marak terjadi dalam peradilan sekular saat ini—kemungkinan kecil terjadi dalam sistem pidana Islam. Ini karena tatkala menjalankan sistem pidana Islam, aparat penegak hukum yang bertakwa sadar betul, bahwa mereka sedang menegakkan hukum Allah, yang akan mendatangkan pahala jika mereka amanah dan akan mendatangkan dosa jika mereka menyimpang atau berkhianat.
Selain itu, dalam sistem pidana Islam, hakim yang curang dalam menjatuhkan hukuman, atau menerima suap dalam mengadili, misalnya, diancam hukuman yang berat. Dalam sebuah hadis dinyatakan:
Seorang hakim, jika memakan hadiah berarti dia telah memakan suht (haram), dan jika menerima suap berarti dia telah terjerumus dalam tindakan kufur”.  (HR Ahmad).
Maka, persoalan narkoba yang menjerat negeri ini hanya bisa diselesaikan secara tuntas jika dan hanya jika diterapkan hukum Islam dalam Negara. Negara dalam system pemerintahan Islam disebut Negara Khilafah Islamiyyah, dan kewajiban kaum muslimin seluruhnya untuk menegakkan Khilafah Islamiyyah.
Wa Allahu ‘alam, [islampos.com/ +ResistNews Blog ]