Membongkar Kebohongan Penaikan Harga BBM

Pemerintah dalam hal ini memiliki beberapa argumen mengapa BBM harus dinaikkan.
1. Kenaikan Harga Minyak Dunia
Harga minyak dunia sudah menembus angka 120 dolar per barel, harga tersebut sudah melampaui patokan harga BBM APBN yaitu 90 dolar per barel.
2. Produk minyak Indonesia terus mengalami penurunan
Dari target yang ditetapkan, yaitu sekitar 960 ribu barel per hari, hanya terealisasi sekitar 930 ribu barel per hari. Di sisi lain konsumsi minyak dalam negeri terus mengalami kenaikan, yaitu mencapai 1,25 juta barel per hari. Akibatnya Indonesia mengalami impor netto BBM sekitar 300 ribu barel per hari.
3. Membebani APBN
Akibatnya subsidi APBN untuk BBM semakin membengkak, yaitu dari 129,7 triliun menjadi 160 triliun.
4. Subsidi BBM tidak tepat sasaran
Premium lebih banyak digunakan oleh mobil pribadi, berarti BBM lebih banyak dinikmati oleh orang kaya
Namun, apakah argumen-argumen di atas bisa diterima? Mari kita bahas satu per satu.
1. Apakah subsidi BBM membebani APBN
1) Beban belanja birokrasi
Sesungghnya beban terbesar APBN adalah belanja birokrasi. Dalam 7 tahun terakhir belanja birokrasi sudah naik dari 400%!!! Bayangkan 400%!!! Yaitu dari Rp. 187 Triliun menjadi Rp. 733 Triliun!
Dalam rentang yang sama subsidi BBM hanya meningkat sebesar 29%. Padahal kenaikan belanja birokrasi lebih banyak untuk pemborosan, seperti renovasi gedung, biaya kunjungan (plesiran), pembelian mobil mewah dll.
2) Beban belanja gaji pegawai
a. Anggaran untuk gaji pegawai juga mengalami kenaikan dari Rp. 182,8 trilyun (2011) menjadi Rp. 215,7 trilyun (2012), naik sebesar Rp. 32,9 trilyun (naik sekitar 18 %).
b. Padahal gaji PNS saat ini sudah jauh lebih tinggi dari UMR, tetapi pemerintah tetap menaikkan gaji PNS sebesar 10 %.
c. Kenaikan gaji itu juga tidak diikuti dengan kenaikan kinerja PNS.
d. Jika pemerintah tidak jadi menaikkan anggaran gaji pegawai, maka masih dapat diperoleh dana sebesar Rp. 32,9 triliun.
3) Beban Pembayaran Utang
a. Beban APBN 2012 untuk pembayaran utang adalah sebesar Rp. 170 trilyun.
b. Beban utang APBN itu untuk membayar cicilan pokok utang luar negeri sebesar Rp. 43 trilyun.
c. Untuk membayar bunga sebesar Rp. 123 trilyun.
d. Jika pemerintah masih mempunyai “sedikit” iman, mau memahami bahwa bunga itu sama dengan riba, maka masih dapat diperoleh dana sebesar Rp. 123 triliun.
e. Angka itu masih jauh di atas beban untuk subsidi BBM.
f. Apalagi jika ditambah dengan pemotongan/ pemutihan pembayaran utang LN
4) Surplus APBN Tahun Sebelumnya
a. Sesungguhnya pemerintah masih memiliki kelebihan/sisa APBN 2010 sebesar Rp. 57,42 trilyun.
b. Sedangkan kelebihan/sisa APBN 2011 adalah sebesar Rp. 39,2 trilyun.
c. Jika pemerintah jujur, mestinya masih ada dana sisa anggaran sebesar Rp. 96,62 triliun.
d. Dana sisa anggaran itu juga masih sangat berlebih jika digunakan untuk menutup beban subsidi kenaikan harga BBM.
2. Produksi BBM Indonesia Rendah??
1) Potensi BBM di Indonesia
• Cadangan minyak terkira di Indonesia masih sekitar 4,4 milyar barel.
• Namun, upaya eksplorasi sumur baru oleh Pertamina tidak banyak dilakukan, dengan alasan adanya kendala anggaran.
• Dilihat dari banyaknya kelebihan anggaran yang telah dibahas sebelumnya, seharusnya kendala tersebut dapat diatasi.
• Seharusnya produksi minyak Indonesia masih dapat dinaikkan, sehingga mampu tercapai ekspor netto.
2) Re-Negosiasi PSC
• Produksi minyak di Indonesia saat ini banyak dikuasai oleh perusahaan asing, yaitu sekitar 85 %.
• Sehingga pendapatan minyak dari bumi Indonesia lebih banyak dinikmati oleh perusahaan asing.
• Seharusnya pemerintah dapat melakukan re-negoisasi terhadap production sharing contract (PSC), sehingga menguntungkan Indonesia.
• PSC yang disepakati, 15% asing : 85% Indonesia, tetapi cost recovery (CR) dibebankan kepada Indonesia, kemudian dikonversi dengan minyak.
• Jika CR mencapai 60%, maka bagian Indonesia menjadi 15%, asing menjadi 85%.
• Padahal penentuan CR sangat rawan dengan mark up.
3) Menata Ulang Tata Niaga Minyak
• Selama ini ekspor minyak dan gas Indonesia dilakukan oleh pihak ketiga, terutama oleh pihak perusahaan asing.
• Contohnya melalui British Petroleum (BP), yang menjual minyak dan gas Indonesia dengan harga yang sangat murah.
• Seharusnya ekspor minyak Indonesia dapat langsung dilakukan oleh Indonesia melalui Pertamina, sehingga bisa memperoleh harga yang tinggi.
3. Apakah Subsidi BBM Tidak Tepat Sasaran
1) Konsumen BBM Bersubsidi
• Menurut data pemerintah melaui Susenas BPS tahun 2010 menyebutkan: 65% BBM bersubsidi dikonsumsi oleh kalangan menengah bawah (pengeluaran per kapita US$ 4) dan kalangan miskin (US$ 2).
• Untuk kalangan menengah, konsumsi BBM bersubsidi adalah sebesar 27 %.
• Kalangan menengah atas adalah sebesar 6 %.
• Sedangkan kalangan kaya adalah sebesar 2 %.
• Kesimpulannya, BBM bersubsidi lebih banyak dikonsumsi oleh kalangan bawah, sehingga tidak salah sasaran.
2) Pengguna Premium
• Menurut BPH (Badan Pengatur Hilir) Migas, pengguna premium terbanyak adalah sepeda motor, yaitu 40%.
• Mobil pribadi pelat hitam sebesar 53%.
• Untuk angkutan umum sebesar 7%.
• Jika 50% dari mobil pribadi pelat hitam digunakan untuk kegiatan usaha menengah kecil (UKM), maka sebesar 74% premium bersubsidi dinikmati oleh rakyat menengah kebawah.
• Kesimpulannya, penggunaan BBM bersubsidi selama ini tidak salah sasaran.
4. Apakah BLSM Dapat Menolong Rakyat Miskin?
• Untuk menutupi dampak kenaikan BBM bagi rakyat miskin, pemerintah telah menyediakan dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) atau Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) sebesar Rp. 25 trilyun.
• Bantuan itu akan dibagikan Rp. 150 ribu per bulan per KK, selama 8 bulan.
• Apakah bantuan itu bisa mengurangi beban rakyat miskin terhadap kenaikan BBM?
• Pemerintah mengasumsikan bahwa dampak yang ditimbulkan karena kenaikan BBM hanyalah menambah beban rakyat miskin sebesar 8%.
• Asumsi tersebut sangat jauh dari faktanya.
• Fakta menunjukkan bahwa 70% pengeluaran rakyat miskin digunakan untuk membeli bahan pangan dan transportasi, sedangkan sisanya baru digunakan untuk pendidikan dan kesehatan.
• Sehingga dampak dari kenaikan BBM bagi rakyat miskin bukan 8%, tetapi langsung menambah beban sebesar 50% lebih.
• Terlebih lagi, kebutuhan itu akan berlangsung terus, tidak hanya 8-9 bulan pemberian BLSM.