Apakah orang-orang Oklahoma, Amerika perlu dilindungi dari hukum Syariah? Jawabannya jelas: tidak perlu sama sekali. Tidak ada bukti bahwa hukum Islam—yang mengatur tentang hal-hal seperti warisan dan perceraian—akan menyapu seluruh negara demikian cepat dan sigap.
Namun pada tahun 2010, pemilih Oklahoma tampaknya merasakan yang sebaliknya. Mereka melewati referendum yang melarang pengadilan negara memaksakan Syariah pada mereka; meskipun faktanya bahwa Muslim berjumlah kurang dari 1% dari populasi negara bagian tersebut dan belum benar-benar mengambil alih sistem pengadilan negara.
Pekan lalu, sebuah pengadilan banding federal menegaskan perintah pengadilan yang memblokir hukum Syariah dari efek berkepanjangan. Kekuatan pendorong di belakang referendum, pengadilan tersebut mengatakan, sama sekali tidak akan memecahkan masalah yang sebenarnya; fanatisme agama.
Oklahoma adalah negara bagian pertama yang tidak pernah menggunakan referendum untuk menindas kelompok minoritas. Memang pernah ada inisiatif pemungutan suara lainnya untuk orang kulit hitam dan kaum gay.
Ketika referendum disalahgunakan dengan cara ini, pengadilan jelas memiliki catatan dan pengalaman dalam melindungi hak-hak minoritas.
Dan di sisi itu, maaf saja, referendum Oklahoma mulai meragukan. Ketika senator negara bagian dari Partai Republik Rex Duncan, menyinggung hal ini, dia tidak bisa menunjuk pada satu pun pengadilan Oklahoma yang benar-benar menerapkan hukum Syariah.
Namun, Duncan bersikeras bahwa larangan tersebut diperlukan sebagai sebagai sebuah "serangan kejutan," sebelum lawan bereaksi. Dan referendum akhirnya menjadi sebuah pemungutan suara, yang sangat menakutkan bagi orang-orang tertentu.
Sesaat sebelum pemilih menuangkan keinginan mereka dalam sebuah jajak pendapat Center for Security Policy yang berbasis di Washington meirilis sebuah catatan: "Syariah: Ancaman bagi Amerika"—sebuah laporan yang menunjukkan secara membabi-buta bahwa adanya "ikatan langsung" antara Syariah dan serangan teroris di Amerika Serikat.
Referendum dapat memainkan peran yang berguna dalam demokrasi—lihatlah, kadang-kadang masuk akal untuk membiarkan pemilih melakukan mengakhiri karir seorang legislator dan minat khusus dan pada gilirannya akan menjadi sebuah hukum.
Dalam beberapa tahun terakhir, referendum telah digunakan untuk menaikkan upah minimum di beberapa negara bagian Amerika dan untuk melegalkan ganja bagi sebagian orang karena alas an medis. Referendum seperti ini adalah sebuah demokrasi langsung: rakyat mempunyai akses untuk memperluas hak-hak semua warga negara.
Namun referendum juga memiliki sisi gelap: mereka dapat menjadi cara mudah bagi mayoritas untuk menindas minoritas yang tidak populer—di Amerika, alakuli haal, itu adalah kaum Muslim. Selama bertahun-tahun, referendum hanya melulu tentang orang kulit hitam, gay dan lesbian dan kelompok lainnya.
Jaksa Agung John Marshall Harlan dalam Plessy v. Ferguson menyatakan bahwa Konstitusi "Tidak pernah mau tahu ataupun mentolerir kelas antara warga negara." Dalam memblokir Syariah di Oklahoma, pengadilan hidup dengan kredo ini; dmencegah mayoritas bersekongkol pada minoritas. Syariah di Oklahoma, Amerika bisa jadi sebuah catatan sejarah penting saat ini. Waktu akan menjawabnya. (sa/time/eramuslim)
Namun pada tahun 2010, pemilih Oklahoma tampaknya merasakan yang sebaliknya. Mereka melewati referendum yang melarang pengadilan negara memaksakan Syariah pada mereka; meskipun faktanya bahwa Muslim berjumlah kurang dari 1% dari populasi negara bagian tersebut dan belum benar-benar mengambil alih sistem pengadilan negara.
Pekan lalu, sebuah pengadilan banding federal menegaskan perintah pengadilan yang memblokir hukum Syariah dari efek berkepanjangan. Kekuatan pendorong di belakang referendum, pengadilan tersebut mengatakan, sama sekali tidak akan memecahkan masalah yang sebenarnya; fanatisme agama.
Oklahoma adalah negara bagian pertama yang tidak pernah menggunakan referendum untuk menindas kelompok minoritas. Memang pernah ada inisiatif pemungutan suara lainnya untuk orang kulit hitam dan kaum gay.
Ketika referendum disalahgunakan dengan cara ini, pengadilan jelas memiliki catatan dan pengalaman dalam melindungi hak-hak minoritas.
Dan di sisi itu, maaf saja, referendum Oklahoma mulai meragukan. Ketika senator negara bagian dari Partai Republik Rex Duncan, menyinggung hal ini, dia tidak bisa menunjuk pada satu pun pengadilan Oklahoma yang benar-benar menerapkan hukum Syariah.
Namun, Duncan bersikeras bahwa larangan tersebut diperlukan sebagai sebagai sebuah "serangan kejutan," sebelum lawan bereaksi. Dan referendum akhirnya menjadi sebuah pemungutan suara, yang sangat menakutkan bagi orang-orang tertentu.
Sesaat sebelum pemilih menuangkan keinginan mereka dalam sebuah jajak pendapat Center for Security Policy yang berbasis di Washington meirilis sebuah catatan: "Syariah: Ancaman bagi Amerika"—sebuah laporan yang menunjukkan secara membabi-buta bahwa adanya "ikatan langsung" antara Syariah dan serangan teroris di Amerika Serikat.
Referendum dapat memainkan peran yang berguna dalam demokrasi—lihatlah, kadang-kadang masuk akal untuk membiarkan pemilih melakukan mengakhiri karir seorang legislator dan minat khusus dan pada gilirannya akan menjadi sebuah hukum.
Dalam beberapa tahun terakhir, referendum telah digunakan untuk menaikkan upah minimum di beberapa negara bagian Amerika dan untuk melegalkan ganja bagi sebagian orang karena alas an medis. Referendum seperti ini adalah sebuah demokrasi langsung: rakyat mempunyai akses untuk memperluas hak-hak semua warga negara.
Namun referendum juga memiliki sisi gelap: mereka dapat menjadi cara mudah bagi mayoritas untuk menindas minoritas yang tidak populer—di Amerika, alakuli haal, itu adalah kaum Muslim. Selama bertahun-tahun, referendum hanya melulu tentang orang kulit hitam, gay dan lesbian dan kelompok lainnya.
Jaksa Agung John Marshall Harlan dalam Plessy v. Ferguson menyatakan bahwa Konstitusi "Tidak pernah mau tahu ataupun mentolerir kelas antara warga negara." Dalam memblokir Syariah di Oklahoma, pengadilan hidup dengan kredo ini; dmencegah mayoritas bersekongkol pada minoritas. Syariah di Oklahoma, Amerika bisa jadi sebuah catatan sejarah penting saat ini. Waktu akan menjawabnya. (sa/time/eramuslim)