ResistNews - Kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
bersubsidi nampaknya batal dilakukan 1 April nanti. Pasalnya, hampir
semua fraksi di DPR menolak adanya kenaikan BBM bersubsidi.
Dalam pandangan fraksi-fraksi pada Rapat Paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta (30/3/2012), mayoritas fraksi menilai jika kenaikan BBM bersubsidi belum tepat saat ini.
Fraksi PAN mengatakan, dalam Pasal 7 Ayat 6 a kenaikan BBM bersubsidi dapat dilakukan, jika kenaikan ICP mencapai 15 persen dari asumsi pada rancangan APBN Perubahan sebesar USD105 per barel. Artinya, kenaikan dapat dilakukan jika kenaikan ICP sudah diangka USD126 per barel.
Sedangkan fraksi PPP menilai dengan kondisi masyarakat saat ini, maka pemerintah belum dapat menyesuaikan rencana tersebut, karenanya PPP meminta kenaikan BBM dapat ditunda sampai kondisi masyarakat siap.
Fraksi PPP mengatakan, pemerintah memiliki kemampuan menahan gejolak harga minyak dunia. Karenanya, PPP mengatakan harga BBM dapat disesuaikan jika ICP mengalami kenaikan hingga 10 persen dari asumsi pada APBN-Perubahan dengan catatan harga eceran tidak mengalami kenaikan.
Sementara itu, fraksi PKB juga menilai usulan pemerintah agar pasal 7 ayat 6 dihapus, tidak dilakukan. Pasalnya, melihat fenomena yang terjadi dilapangan, kenaikan BBM dapat dilakukan jika ICP dalam kurun waktu berjalan naik 17,5 persen.
Maka dari itu, PKB meminta agar pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi saat ini.
Senada, fraksi Gerindra juga meminta rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tidak dilakukan saat ini. Gerindra menilai, kenaikan akan membebankan kehidupan masyarakat dan berpeluang menciptakan kemiskinan.
Sedangkan fraksi Hanura mengungkapkan jika MA telah membatalakan ketentuan yang mengatur harga jual ICP. Karenanya, Hanura menilai segala kebijakan kenaikan yang mengacu pada ICP tidak dibenarkan, termasuk Pasal 7 Ayat 6.
Sedangkan PKS mengungkapkan alokasi tambahan subsidi sebesar Rp225 triliun ditambah risiko fiskal yang cukup besar masih, ruang fiskal agar pemerintah tidak menaikkan harga BBM ebrsubsidi. Menurut PKS, BBM dapat naik jika ICP telah mencapai 20 persen dari asumsi APBN Perubahan, dihitung rata-rata 90 hari.
Hasilnya, PDI-P yang dari awal dengan tegas menolak kenaikan BBM bersubsidi tidak perlu mengungkapkan pendapatnya lagi. PDI-P meminta pimpinan sidang dapat memutuskan tanpa adanya putaran kedua.
Namun, yang patut mendapat sorotan adalah partai Golkar yang tadinya setuju namun berbalik arah. Hal ini dilakukan, lantaran Golkar melihat kondisi yang tidak kondusif dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. Golkar menilai, kenaikan BBM dapat dilakukan jika ICP telah melampaui 15 persen dari asumsi makro di APBN-Perubahan.
Fraksi terakhir, yakni fraksi Demokrat menilai kenaikan BBM sudah dapat dilakukan jika ICP melampaui lima persen dari target di APBN Perubahan. (mrt/oke)
Dalam pandangan fraksi-fraksi pada Rapat Paripurna di Gedung DPR, Senayan, Jakarta (30/3/2012), mayoritas fraksi menilai jika kenaikan BBM bersubsidi belum tepat saat ini.
Fraksi PAN mengatakan, dalam Pasal 7 Ayat 6 a kenaikan BBM bersubsidi dapat dilakukan, jika kenaikan ICP mencapai 15 persen dari asumsi pada rancangan APBN Perubahan sebesar USD105 per barel. Artinya, kenaikan dapat dilakukan jika kenaikan ICP sudah diangka USD126 per barel.
Sedangkan fraksi PPP menilai dengan kondisi masyarakat saat ini, maka pemerintah belum dapat menyesuaikan rencana tersebut, karenanya PPP meminta kenaikan BBM dapat ditunda sampai kondisi masyarakat siap.
Fraksi PPP mengatakan, pemerintah memiliki kemampuan menahan gejolak harga minyak dunia. Karenanya, PPP mengatakan harga BBM dapat disesuaikan jika ICP mengalami kenaikan hingga 10 persen dari asumsi pada APBN-Perubahan dengan catatan harga eceran tidak mengalami kenaikan.
Sementara itu, fraksi PKB juga menilai usulan pemerintah agar pasal 7 ayat 6 dihapus, tidak dilakukan. Pasalnya, melihat fenomena yang terjadi dilapangan, kenaikan BBM dapat dilakukan jika ICP dalam kurun waktu berjalan naik 17,5 persen.
Maka dari itu, PKB meminta agar pemerintah tidak menaikkan harga BBM bersubsidi saat ini.
Senada, fraksi Gerindra juga meminta rencana kenaikan harga BBM bersubsidi tidak dilakukan saat ini. Gerindra menilai, kenaikan akan membebankan kehidupan masyarakat dan berpeluang menciptakan kemiskinan.
Sedangkan fraksi Hanura mengungkapkan jika MA telah membatalakan ketentuan yang mengatur harga jual ICP. Karenanya, Hanura menilai segala kebijakan kenaikan yang mengacu pada ICP tidak dibenarkan, termasuk Pasal 7 Ayat 6.
Sedangkan PKS mengungkapkan alokasi tambahan subsidi sebesar Rp225 triliun ditambah risiko fiskal yang cukup besar masih, ruang fiskal agar pemerintah tidak menaikkan harga BBM ebrsubsidi. Menurut PKS, BBM dapat naik jika ICP telah mencapai 20 persen dari asumsi APBN Perubahan, dihitung rata-rata 90 hari.
Hasilnya, PDI-P yang dari awal dengan tegas menolak kenaikan BBM bersubsidi tidak perlu mengungkapkan pendapatnya lagi. PDI-P meminta pimpinan sidang dapat memutuskan tanpa adanya putaran kedua.
Namun, yang patut mendapat sorotan adalah partai Golkar yang tadinya setuju namun berbalik arah. Hal ini dilakukan, lantaran Golkar melihat kondisi yang tidak kondusif dengan menaikkan harga BBM bersubsidi. Golkar menilai, kenaikan BBM dapat dilakukan jika ICP telah melampaui 15 persen dari asumsi makro di APBN-Perubahan.
Fraksi terakhir, yakni fraksi Demokrat menilai kenaikan BBM sudah dapat dilakukan jika ICP melampaui lima persen dari target di APBN Perubahan. (mrt/oke)