-->

"Pajak Restoran Berlaku, Orang Jakarta Kelaparan"

JAKARTA (ResistNews) - Koperasi Warung Tegal (Kowarteg) yang membawahi sekitar 26.900 warteg di Jakarta berharap peraturan daerah tentang pajak restoran tidak hanya direvisi, namun dibatalkan. Jika tetap diberlakukan, walau hanya 5 persen pajak yang dikenakan, seluruh warteg di ibukota akan gulung tikar.

Ketua Kowarteg Sastoro mengatakan, kebijakan pajak bagi para pengusaha warteg ini merupakan kebijakan yang kejam apabila tetap diberlakukan.

"Warteg tidak kenal bon, jika diberlakukan pajak 10 persen maka harus merubah mekanismenya. Ada benturan yang sangat berat karena warteg bukan restoran," ujar Sastoro, usai berdialog dengan Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo di Balaikota DKI Jakarta, Senin (6/12/2010).

Menurut Sastoro, pelanggan warteg adalah masyarakat menengah ke bawah yang selama ini tak mengenal sistem pengenaan pajak. Warteg yang beromset Rp400 ribu per hari tak akan sanggup bila dibebani pajak 10 persen. Pembayaran uang sewa tempat menjadi kendala utama.

"Berbeda dengan warung mi, bubur kacang hijau dan pecel lele. Warteg, sejak tahun 2000 telah memasuki masa sulit. Membeli bahan pokok saja sulit, apalagi bayar pajak," paparnya.

Sastoro mengimbau kepada seluruh pengusaha warteg untuk bersikap tenang dan tidak panik dan langsung menaikkan harga terkait peraturan ini.

"Kepada seluruh warteg se-DKI Jakarta, silakan lakukan kegiatan seperti biasa karena Gubernur DKI Jakarta akan menunda tandatangan Perda ini. Insya Allah setelah ditunda bisa langsung dibatalkan. Motto orang Tegal bukan cuma cari makan di Jakarta, tapi kasih makan orang Jakarta. Kalau warteg tutup, orang Jakarta kelaparan," tegasnya.

Sekretaris Daerah (Sekda) DKI Jakarta, Fadjar Panjaitan mengatakan, Pemprov DKI akan mengajukan surat pengkajian ulang kepada Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta.

"Bukannya tidak setuju dengan Perda itu, tapi kami menilai harus dikaji kembali (untuk warteg)," terangnya.

Fadjar pun menyampaikan untuk jasa penyedia makanan dan minuman sekelas restoran akan tetap dikenai pajak. Bagi restoran yang miliki omzet Rp60 juta akan dikenakan di bawah 10 persen dan untuk omzet di atas Rp 60 juta maksimal 10 persen.

"Nanti usulannya akan disiapkan Dinas Pelayanan Pajak. Diharapkan selesai secepatnya sesuai evaluasi atas apa yang disampaikan Kowarteg kepada Gubernur DKI," katanya.

Sebelumnya, pengenaan pajak kepada warung Tegal telah disetujui Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI Jakarta dan akan diberlakukan mulai 1 Januari 2011. Aturan ini telah masuk ke badan legislatif daerah (Balegda) DKI Jakarta.

Pemberlakuan pajak warteg sebesar 10 persen itu sudah diatur dalam Undang-Undang No 28 tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pengusaha warteg yang pendapatannya Rp60 juta dalam setahun atau Rp170 ribu dalam sehari, akan dikenai pajak.

Sebelumnya, DPR RI akan segera memanggil Direktur Jenderal Pajak Mochammad Tjiptardjo dan Gubernur DKI Fauzi Bowo terkait pengenaan wajib pajak bagi pengusaha warung Tegal. Demikian diungkapkan oleh Wakil Ketua DPR RI Pramono Anung di Senayan, Jakarta.

"Dalam paripurna sudah disepakati untuk memanggil Dirjen Pajak dan Gubernur DKI untuk bertemu Pimpiman DPR dan juga komisi terkait yaitu II dan XI untuk segera membahas ini juga menjadi prioritas," katanya.

Selain itu, menurutnya langkah untuk membebani pengusaha warteg dengan beban pajak ini merupakan langkah yang kurang kreatif. Menurutnya, masih banyak sektor-sektor lain yang seharunya bisa dikenakan pajak. Seperti diketahui, wajib pajak yang dibebani kepada warteg ini dilakukan jika pengusaha itu mempunyai omzet lebih dari Rp 60 juta per tahun. (fn/vs/lp) www.suaramedia.com